Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kilas Balik

Terungkap Sebab Retaknya Hubungan Soekarno & Fatmawati, Sampai Tak Hadiri Pemakaman Sang Proklamator

Terjawab sudah misteri penyebab retaknya hubungan Soekarno dan Fatmawati. Sampai saat Soekarno wafat, Fatmawati juga tak hadir.

Penulis: Januar AS | Editor: Yoni Iskandar
istimewa
Terungkap Alasan Retaknya Hubungan Soekarno & Fatmawati, Sampai Tak Hadiri Pemakaman Bung Karno 

Terungkap Alasan Retaknya Hubungan Soekarno dan Fatmawati, Sampai Tak Hadiri Pemakaman Bung Karno

TRIBUNJATIM.COM - Keretakan hubungan dengan Soekarno, pernah diungkapkan oleh Fatmawati.

Soekarno merupakan presiden pertama Indonesia.

Selain sebagai seorang presiden, Soekarno juga merupakan seorang proklamator.

Bersama Muhammad Hatta, Soekarno membacakan naskah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Terkuak Sikap Pelayan Istana ke Soekarno di Akhir Kekuasaan Sang Presiden, Minta Nasi Tak Diberi

Soekarno juga merupkan sosok yang kharismatik.

Meski demikian, kisah cinta Soekarno juga menarik bagi sebagian masyarakat.

Sebab, Soekarno merupakan seorang presiden di Indonesia yang dikenal memiliki istri lebih dari satu.

Satu di antara istri Soekarno adalah Fatmawati.

Fatmawati merupakan sosok istri yang menjadi saksi detik-detik dibacakannya proklamasi kemerdekaan.

Bahkan, Fatmawati merupakan sosok yang menjahit bendera Sang Saka Merah Putih.

Meski demikian, kisah cinta antara Soekarno dan Fatmawati juga tidak bisa dianggap mulus.

Sebab, pada dekade 50-an, hubungan keduanya tampak merenggang.

Itu seperti yang disampaikan oleh Fatmawati dalam buku "Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno, Bagian 1," yang diterbitkan pada tahun 1978.

Dalam buku itu, Fatmawati mengungkapkan mengenai hari-hari terakhirnya di Istana.

"Sampai dengan lahirnya Mohammad Guruh, tahun 1954, keluarga Presiden rukun dan kelihatan bahagia sekali. Akan tetapi setelah pecah berita, bahwa Bung Karno akan menikah dengan Bu Hartini, hubungan antara Bung Karno dan Bu Fat serta keluarga kelihatan mulai tegang renggang," kata Fatmawati menirukan catatan dari Winoto Danuasmoro yang merupakan sahabat dekat Soekarno.

Bahkan, Fatmawati melanjutkan, saat di Istana dia juga sudah pindah dari kamar di gedung utama Istana Merdeka, ke paviliun yang letaknya di dekat Masjid Baitul Rachim.

Puncaknya adalah ketika Fatmawati akan meninggalkan Istana.

Fatmawati melanjutkan, pada suatu hari dia menghadap Soekarno untuk pamit pulang ke rumahnya yang ada di Jalan Sriwijaya.

Namun, Soekarno tak mengizinkannya.

"Di sini rumahmu," ucap Soekarno seperti yang ditirukan oleh Fatmawati.

Fatmawati kemudian menjawabnya.

"Di sini bukan rumahku, keadaan kita sekarang sudah lain," jawab Fatmawati kepada Soekarno.

Fatmawati kemudian mengucapkan selamat tinggal secara persaudaraan.

"Tidak ada keributan dan tak ada perkelahian. Setelah membaca bismillah, aku terus meninggalkan istana dengan perasaan tenang menuju Kebayoran Baru," kata Fatmawati.

Hal itu kemudian membuat para pelayan Istana termangu.

"Pengawal dan pelayan-pelayan Istana hanya termangu-mangu saja, aku tak tahu apa yang mereka pikirkan," ujar Fatmawati.

Fatmawati Ternyata Tak Hadiri Pemakaman Suaminya

Menjadi anak seorang Presiden, rupanya tidak bisa menjamin datangnya kebahagiaan, serta kesenangan dalam hidup begitu saja.

Peristiwa menyedihkan datang silih berganti dalam kehidupan Guruh Soekarnoputra saat remaja.

Guruh merupakan anak bungsu dari Soekarno.

Setelah angkat kaki dari Istana Merdeka, kesehatan ayahnya makin memburuk.

Lalu suatu hari didapat kabar, Soekarno dalam keadaan kritis.

Tapi Ibu Fatmawati tetap tak menjenguk Soekarno.

Akhirnya, Soekarno dimakamkan di Blitar, sesuai dengan sejumlah amanatnya sebelum ia wafat.

Lalu, bagaimana keadaan Guruh setelah itu?

Tulisan hasil wawancara dengan Guruh Soekarnoputra ini diambil dari Tabloid NOVA edisi Agustus 1989, dengan judul asli Saat BK Wafat, Sampai Soekarno Dimakamkan, Fatmawati Tetap Tak Hadir.

"Minggu pagi, sekitar pukul 05.00 aku dibangunkan Ibu dan diminta datang ke kamarnya.

Jatim Fair 2019, Bakal Dimeriahkan Padi, Sheila on 7, Tipe X dan Tulus, Ini Targetnya

Waktu itu memang tinggal aku dan Ibu saja yang tinggal di Jalan Sriwijaya (rumah Fatmawati).

Sedangkan Mbak Rahma dan Mbak Sukma mengontrak rumah di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan.

Sementara Mas Guntur tinggal di Bandung dan Mbak Mega mengikuti suaminya ke Madiun (Jawa Timur).

Dengan sangat hati-hati Ibu memberitahukan bahwa Bapak dalam keadaan kritis.

Aku masih ingat, saat itu di wajah Ibu tergambar kepasrahan yang sangat mendalam.

Dilansir dari Intisari, bahkan Ibu sempat berkata, "Jika nanti sampai pada saat yang paling buruk, kalian jangan bersedih. Kita harus rela dan jangan sekali-kali kalian menangis."

Sepertinya Ibu yakin benar bahwa Bapak tak akan lama lagi meninggalkan kami.

Tentu saja aku kaget sekali mendengar berita itu.

Bagaimana tidak.

Sehari sebelumnya sewaktu aku menengok Bapak ke rumah sakit, Bapak masih bisa membaca koran.

Bahkan aku masih sempat meladeninya makan buah pepaya.

Namun tentu saja bila setiap kali aku dan kakak-kakakku pergi menengok Bapak, Ibu tak pernah ikut serta.

Memang sepertinya antara Ibu dan Bapak telah ada suatu 'perjanjian' meskipun aku tak tahu persis apa isi perjanjian itu. Yang aku tahu persis, Ibu memang sama sekali tak mau bertemu muka dengan istri-istri Bapak.

Berzikir

Setibanya aku, kakak-kakakku dengan istri dan suaminya masing-masing di rumah sakit, tim dokter sedang berdiri mengerumuni tempat tidur Bapak. Sementara aku dan kakak-kakakku belum diperbolehkan masuk ke kamar Bapak.

Setelah tim dokter meninggalkan Bapak, barulah aku masuk untuk melihat keadaan Bapak. Aku melihat Bapak mulai tidak sadar.

Sementara Ibu sendiri di Jalan Sriwijaya, begitu kami berangkat menuju rumah sakit, tidak henti-hentinya berzikir hingga akhirnya berita kematian Bapak sampai ke telinganya."

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved