Mengenal Kampung Ngaglik RW 8 Surabaya, Warga Usaha Jajan Lumpia, Turun Temurun Sejak 30 Tahun Lalu
Kampung Ngaglik dijuluki sebagai kampung lumpia. Sebab warga di sini memproduksi lumpia sejak 30 tahun yang lalu.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Arie Noer Rachmawati
"Kalau pesanannya banyak, misalnya, ada yang minta bantuan warga. Seperti untuk membersihkan daun bawang, membuat kulit lumpia, dan lain-lain," ungkapnya.
Meskipun yang membuka usaha jajanan lumpia terbilang banyak, namun para warga tidak saling menjatuhkan.
Malah, mereka saling membantu satu sama lain.
"Kalau ada yang sakit, minta tolong sama yang lain. Mereka sudah punya pelanggan sendiri-sendiri. Jadi, saling membantu," katanya.
Satu di antara pengusaha lumpia, Kuswandi, atau yang lebih akrab disapa Ipung, mengatakan sudah sekitar 30 atau 35 tahun ia memproduksi lumpia.
• Warga Kampung Nelayan Kenjeran Surabaya Unggulkan Ikan Asap Jadi Ikon Kampung, Sudah Turun Temurun
Bersama istrinya, Sriatun, Ipung memproduksi setidaknya 600 lumpia per hari.
"Kami memproduksi secara higienis. Kalau digoreng hari ini ya dijual hari ini, tidak menginap. Makannya, saya nggak jual secara online," tuturnya.
Satu lumpia, ungkapnya, dibandrol harga Rp 2 ribu kepada tengkulak dan Rp 3 ribu untuk ecer.
"Saya bertahan (menjual) lumpia karena ini merupakan ciri khas saya. Saya sudah punya pelanggan tetap," pungkasnya. (Surya/Christine Ayu Nurchayanti)