Dinas Kesehatan Tulungagung Sebut 5.675 Bayi Dalam Keadaan Stunting
Angka stunting di Kabupaten Tulungagung setara 9.75 persen dari populasi bayi yang diperiksa.
Penulis: David Yohanes | Editor: Elma Gloria Stevani
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Angka stunting di Kabupaten Tulungagung setara 9.75 persen dari populasi bayi yang diperiksa.
Dilansir dari RSUP DR. SARDJITO, stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama.
Stunting terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Setiap 100 bayi yang ada di Tulungagung 9,75 persen mengalami stunting.
Angka ini masih di bawah angka nasional yang mencapai 27 persen.
Menurut Kasi Kepala seksi KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan Gizi, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tulungagung, Siti Munawaroh, saat ini ada 58.206 bayi yang diperiksa.
Dari jumlah itu, 5.675 bayi ditemukan dalam keadaan stunting.
• Menuju Tahun 2020, PALM PARK Hotel Surabaya Konsisten Pertahankan Kualitas Pelayanan MICE Terbaik
“Stunting itu kondisi menuju kerdil. Jadi selama masa rentang waktu pertumbuhan, kita harus melakukan intervensi supaya tidak terjadi kekerdilan,” terang Siti Munawaroh, Jumat (29/11/2019).
Penyebab stunting ini bermacam-macam, seperti sakit, kondisi lingkungan, asupan gizi tidak seimbang dan lain-lain.

Oleh karena itu, Dinas Kesehatan mendata nama-nama bayi ini dan melakukan intervensi sesuai kondisinya.
Misalnya, bayi yang sakit berkepanjangan, maka dilakukan intervensi pengobatan.
• Mahasiswa Farmasi Ubaya Kreasikan Bunga Telang Menjadi Minuman Kekinian ‘Galaxy Gum’
“Kalau selalu sakit, maka energinya dipakai terus untuk penyembuhan, bukan untuk pertumbuhan,” sambung Siti Munawaroh.
Yang tak kalah banyak adalah fenomena orang tua bekerja, dan menitipkan anak ke neneknya.
Padahal sang nenek tidak punya pengetahuan soal gizi berimbang.
Ia hanya memberikan makan kepada anak, dengan prinsip asal anak kenyang.
“Akibatnya terjadi kondisi kekurangan gizi pada anak. Pertumbuhannya lambat,” tutur Siti Munawaroh.
Dulu, bayi stunting identik dengan balita yang tubuhnya kurus.
Dan, sekarang pengukuran tumbuhkembang anak berpatokan pada tinggi badan, lingkar kepala dan berat badan.
Jika anak tubuhnya gemuk tapi tinggi badannya tidak bertambah, jika akan masuk kategori stunting.
• Mahasiswa Farmasi Ubaya Buat Kreasi Makanan dan Minuman Kekinian dari Bahan Tanaman Obat
Karena itu intervensi stunting dilakukan sejak ibu hamil hingga proses persalinan.
Selanjutnya saat anak lahir, hingga 1000 hari pertama kehidupan (HPK), sudah disusun rangkaian intervensi bagi bayi.
Tinggi badan bayi diukur dua kali setahun, pada bulan Februari dan bulan Agustus.
“Biasanya bersamaan dengan pemberian vitamin A dan obat cacing,” pungkas Siti Munawaroh.
Penanganan stunting dilakukan berkesinambungan, selama masa pertumbuhan anak.
Stunting harus ditemukan agar bisa diintervensi untuk mencegah kekerdilan.
Hasil intervensi baru akan terlihat saat anak pada masa puncak pertumbuhan.
• KONI Jatim Sebut Atlet Senam SEA Games 2019 Dipulangkan karena Indisipliner, Bukan Tak Perawan