Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Hari Raya Imlek 2020

Cerita Dalang Soekar Moedjiono, Merawat Antusias Wayang Potehi di Kelenteng Hong Tik Hian

Kecintaan Soekar Moedjiono pada wayang potehi (Po Tay Hie) telah digelutinya sejak 35 tahun lalu.

Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Yoni Iskandar
www.indonesiakaya.com
Wayang potehi 

Laporan Wartawan TribunJatimTravel.Com, Nur Ika Anisa

TRIBUNJATIMTRAVEL.COM, SURABAYA - Kecintaan Soekar Moedjiono pada wayang potehi (Po Tay Hie) telah digelutinya sejak 35 tahun lalu.

Meski bukan keturunan Tionghoa dan beragama Islam, Moedjiono sudah berkenalan dengan wayang potehi sejak masih kanak-kanak.

Moedjiono kecil hampir setiap hari ke Kelenteng Hong Tik Hian di Jalan Dukuh, tak jauh dari rumahnya.

Sore hingga malam hari, dia melihat sembari belajar memainkan wayang potehi.

"Mulai sekolah dasar (SD) sudah mengenal, sering lihat jadi habis sekolah mainnya lihat wayang ini," kata Soekar Moedjiono ditemui di Kelenteng Hong Tik Hian, Kamis (21/1/2020).

Berbagai kisah wayang potehi sarat makna, tak hanya bercerita tentang sejarah berbagai dinasti di Tiongkok tetapi juga menyampaikan pesan moral.

Semua pesan itu dikemas dalam pertunjukan wayang kayu setinggi 30 centi meter berbalut busana khas Tiongkok.

Diiringi alunan musik dari tambur, kecer dan rebab, pertunjukan wayang potehi semakin digemari.

Pria kelahiran 18 April 1960 ini mengaku wayang potehi sangat unik dengan alunan musik tradisional dan bahasa pakem.

"Pakem bahasa hokkien terkadang diselingi bahasa Indonesia dan bahasa daerah, Jawa," kata dia.

Hampir setiap hari ia berlatih secara otodidak. Untuk satu kisah legenda bisa ia tuntaskan dalam waktu sebulan dan selama enam jam pentas dalam sehari.

Bejat, Bapak di Kediri ini Setubuhi Anak Kandungnya Sampai Hamil 4 Bulan

BREAKING NEWS - Ditemukan Remaja Bersimbah Darah, Terkapar di Teras Rumah Warga Tambaksari Surabaya

RESMI Ini Jadwal Tes SKD CPNS 2020 Pemkot Surabaya, Cek Syarat dan Ketentuannya Di Sini!

Moedjiono mengaku sejak SMP sudah menjadi dalang wayang potehi di Kelenteng Hong Tik Hian.

Sebagai dalang, ia memiliki satu cerita andalan yang kerap ia tunjukan yaitu Sun VS Bankun tentang dua bersaudara memiliki karakter baik dan serakah.

"Ceritanya banyak mengandung filsafat kehidupan manusia, yang baik dan jahat. Awalnya sebagai saudara tapi akhirnya musuh hingga akhirnya yang jahat lenyap dan mati," paparnya kepada Tribunjatim.com.

Meski hampir setiap hari memainkan wayang potehi, Moedjiono mengaku ada kesulitan tersendiri untuk memulai menjadi dalang.

Ia harus mempelajari gerakan, musik tradisional erhu, Siauw loo (gembreng kecil), bien Siauw (suling) dan masing banyak lainnya.

Selain itu, ia juga mempelajari bahasa pakem hokkien.

Saat ini, dia juga sebagai pelatih calon dalang muda yang berusia sekitar 14-17 tahun.

Meskipun tak ada penonton, pertunjukan wayang potehi terus digelar di Kelenteng Hong Tik Hian sebagai ritual penghormatan dewa.

"Sebagai dalang wayang potehi sudah menjadi pekerjaan saya. Itu juga saya ajarkan ke anak saya. Semuanya bisa belajar wayang potehi," kata kepada Tribunjatim.com.

Wayang potehi yang digemari sejak kecil hingga menjadi pekerjaannya, mulai sering tampil di luar daerah seperti Bali, Makasar hingga Padang.

Intensitas pertunjukan semakin bertambah kala tahun baru Imlek.

"Lebih sering lagi, setiap ulang tahun para dewa-dewi, perayaan Imlek dan di beberapa mall," tutup dia.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved