Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Jarang Terekspos ke Publik, Perilaku Wanita ISIS Dibongkar Eks Simpatisan, Disebut Jauh dari Islami

Jarang Terekspos ke Publik, Perilaku Wanita ISIS Dibongkar Eks Simpatisan, Disebut Jauh dari Islami

Editor: Januar
Kompas TV
Jarang Terekspos ke Publik, Perilaku Wanita ISIS Dibongkar Eks Simpatisan, Disebut Jauh dari Islami 

Jarang Terekspos ke Publik, Perilaku Wanita ISIS Dibongkar Eks Simpatisan, Disebut Jauh dari Islami

TRIBUNJATIM.COM - Perilaku para wanita Islamic State of Iraq Syria atau ISIS dikuak ke publik oleh eks simpatisannya.

Menurutnya, perilaku para wanita tersebut jauh dari kehidupan Islami.

Seperti apa perilaku mereka?

Simak selengkapnya di sini:

Nurshadrina Khaira Dhania warga Indonesia dari 18 mantan simpatisan ISIS pulang ke Indonesia Agustus 2017 lalu.

Curhat Pedih Ibu di Solo, Ingat Nasib Anak Dibawa Kabur Gabung ISIS, Kini Hamil Tua, Nikah Diam-diam

Nurshadrina (19) mengaku tertipu dengan seluruh janji dan propaganda ISIS yang dia dapatkan dari internet.

Kehidupan yang lebih baik di bawah konsep negara khilafah pimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi tidak dia temukan sesampainya di Suriah sejak Agustus 2015.

"Propaganda mereka bagus, indah, kehidupan di sana nyaman tentram damai penuh keadilan. Jadi seperti sudah terbutakan. Seperti berita kejelekan mereka hilang begitu saja," ujar Nurshadrina dalam talkshow "Rosi" episode Pengakuan Anggota ISIS, di Kompas TV, Kamis (14/9/2017).

"Kami niatnya hanya ingin hidup saja di bawah naungan mereka, di bawah naungan khilafah itu," ucapnya.

Namun, sesampainya di sana, Nurshadrina justru diperlakukan tidak manusiawi.

Kaum perempuan yang berasal dari luar Suriah ditempatkan di sebuah asrama yang tidak layak dan kotor.

Sementara kaum laki-laki dipaksa untuk ikut berperang.

Kaum perempuan didata berdasarkan statusnya, antara yang sudah berkeluarga, belum menikah, dan janda.

Setelah itu ditempatkan secara terpisah di asrama tersebut.

Nurshadrina menuturkan, hampir setiap hari para anggota ISIS mendatangi asrama tersebut.

Mereka mendatangi pimpinan asrama untuk meminta perempuan yang belum menikah atau janda untuk dijadikan istri.

Secara paksa, para pejuang ISIS itu melamar seorang perempuan yang disukainya tanpa peduli apakah perempuan itu mau atau tidak.

"Mereka meminta istri ke pimpinan asrama kami karena pimpinan asrama kami punya daftar siapa saja yang masih single dan yang janda," kata Nurshadrina.

"Mereka datang, 'saya mau yang ini', datang pagi-pagi untuk melamar dan sorenya sudah minta jawaban. Secepat itu minta jawaban, harus kawin. Saya secara pribadi fighter ISIS itu menganggap perempuan hanyalah sebagai pabrik anak saja," tuturnya.

Nurshadrina mengatakan bahwa di ISIS seolah-olah jihad hanya nikah.

"Dalam hati aku mikir kok bagi mereka jihad itu hanya nikah doang," ujarnya.

Nurshadrina menilai ISIS memperlakukan perempuan seperti pabrik anak.

Setelah satu tahun berada di sana Nurshadrina baru menyadari bahwa tindakan ISIS sangat jauh berbeda dengan ajaran Islam.

Warga asli Suriah diperlakukan dengan kejam jika berani menentang ISIS.

Kaum laki-laki dipaksa untuk berperang dan kaum perempuan hanya dijadikan obyek pemuas nafsu oleh para pejuang ISIS.

"Aku bisa bilang mereka pembohong besar," kata dia.

Nurshadrina mengatakan bahwa kehidupan di sana jauh dari kehidupan Islami.

"Suka gosip, sering fitnah, sesama perempuan pukul-pukulan," ujarnya.

Wacana WNI Eks Kombatan ISIS Dipulangkan, Respon AIDA : Perlu Profiling Tentukan Kadar Radikalisme

Aliansi Indonesia Damai (Aida) menilai pemerintah perlu melakukan profiling terhadap warga negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS yang akan dipulangkan ke tanah air.

Baru-baru ini, pemerintah memang mewacanakan pemulangan terhadap 600 WNI eks kombatan ISIS yang kini tinggal di dua kamp salah satunya Al Hol.

“Profilingnya juga harus jelas. Tidak boleh orang yang tujuannya ke Suriah untuk cari istri disamakan dengan orang yang tujuannya untuk jihad. Jadi harus rinci,” terang Direktur Aida Hasibullah Sastrawi, ketika ditemui di Malang, Rabu (5/2/2020).

Menurutnya, profiling itu bertujuan untuk menentukan kadar radikalisme yang diidap oleh setiap WNI eks kombatan ISIS tersebut.

Apabila profiling tidak dilakukan, dia khawatir program deradikalisasi pemerintah tidak efektif dan malah menjadi boomerang di kemudian hari.

“Bahkan saya melihatnya mereka, apabila tidak diprofiling secara jelas dan rinci, ancamannya bisa lebih parah dari virus Corona,” katanya.

Meski berbahaya, Hasibullah tetap mendukung wacana pemerintah untuk memulangkan WNI eks kombatan ISIS. Karena apabila tidak dipulangkan, 600 itu akan menjadi manusia tanpa kewarganegaraan (stateless).

Hasibullah juga mengatakan 600 orang itu masih merupakan WNI secara hukum formil, “Karena meskipun mereka telah mengklaim dirinya warga negara ISIS, tapi ISIS bukanlah negara secara de jure. Tidak ada negara yang mengakui kedaulatan ISIS. Sehingga secara formil, mereka masih tetap warga negara Indonesia,” ujarnya.

Sejak jatuhnya ibu kota ISIS yakni Raqqa, puluhan ribu perempuan dan anak-anak tidak mempunyai tempat tinggal dan tinggal di kamp-kamp. Mereka terlantar dan hidup memprihatinkan.

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved