Leganya Pemilik Warkop di Tulungagung Bisa Jualan Bersyarat Ketat, Tanpa Wifi & Jarak Bangku 1 Meter
Dampak larangan berkumpul selama masa pandemi virus corona banyak berdampak pada warung kopi (Warkop) di Tulungagung.
Penulis: David Yohanes | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Dampak larangan berkumpul selama masa pandemi virus corona banyak berdampak pada warung kopi (warkop) di Tulungagung.
Sebab pelanggan yang biasa berlama-lama nongkrong di warkop, kini takut kena razia patugas gabungan.
Kini para pemilik warkop bisa sedikit lega, sebab mereka diperbolehkan berjualan meski dengan syarat ketat.
• Cegah Penyebaran Covid-19, Polres Tulungagung Bagikan 20.000 Masker Kain Buatan UMKM Lokal
• Kodim 0807 Dapat Sumbangan 1400 Masker dan Hand Sanitizer dari Klub Pajero Tulungagung
• 12 Napi Lapas Kelas IIB Tulungagung Bebas dari Penjara karena Virus Corona
Seperti wajib mematikan jaringan wifi yang menjadi daya tarik utama warkop, membatasi jumlah pengunjung dan mengatur bangku sebagai bentuk pelaksanaan physical distancing.
“Silakan ngopi, makan dan langsung pulang. Tidak ada wifi sehingga berlama-lama di warkop,” ujar Kapolres Tulungagung AKBP Eva Guna Pandia, Kamis (2/4/2020).
Setiap warkop juga diminta menyiapkan tempat cuci tangan untuk pengunjungnya.
Tempat duduk diatur berjarak sekurangnya satu meter, dan diset agar tidak bisa dipindah-pindah.
Warkop hanya boleh buka maksimal hingga puku 21.00 WIB.
“Kami akan berlakukan jam malam, di atas pukul 21.00 WIB akan kami bubarkan,” tegas Kapolres.
Kapolrs juga mengingatkan, warkop hanya untuk orang dewasa sehingga anak-anak dilarang berada di warkop.
Keberadaan anak-anak di warkop juga akan dirazia oleh petugas gabungan.
Larangan total masih diberlakukan untuk warkop yang dilengkapi dengan fasilitas karaoke.
“Semua tempat dengan fasilitas karaoke wajib sepenuhnya tutup sampai masa pandemi virus corona berakhir,” ujar EG Pandia.
Di Tulungagung yang mendapat julukan kota cethe, ada ribuan warung kopi di seluwuh wilayah.
Sebagian di antaranya memodifikasi diri dengan menambah fasilitas karaoke.
Ada pula yang menambah jaringan wifi untuk menarik pelanggan agar mau datang.
Biasanya mereka para pelajar yang menghabiskan waktu untuk main gim daring.
Seorang pemilik warkop di Kepatihan, Yoyok, karakter warkop sangat beda dengan warung makan.
Warung makan tidak terkendala jika diberlakukan “take away” atau wajib dibungkus.
Tapi warkop tidak bisa menerapkan aturan yang sama.
“Orang datang ke warkop itu butuhnya nongkrong, satu gelar kopi bisa 1 jam habisnya. Masih syukur kalau sambil beli rokok atau makanan lain,” ujar Yoyok.
Kelonggaran aturan ini setidaknya bisa menjadi celah bagi pemilik warkop untuk mencari nafkah di tengah pandemi corona.
Meski diyakini dengan ketatnya aturan ini, pengunjung yang datang ke warkop tidak akan signifikan.
“Sekidaknya mending masih bisa jualan, dari pada tidak sama sekali,” ucapnya.
Penulis : David Yohanes
Editor : Sudarma Adi