Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Virus Corona di Surabaya

Curhat Pengusaha Restoran di Surabaya yang Habis-habisan di Masa PSBB, Terpaksa Jual Mobil dan Tanah

Steven Tjan, pengusaha restoran di Surabaya mengakui usahanya terpuruk selama pemberlakuan PSBB Surabaya. Kini terpaksa jual mobil dan tanah.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Adi Sasono
TRIBUNJATIM,COM/SRI HANDI LESTARI
Para pengurus Apkrindo Jatim saat menggelar pertemuan menunggu hasil pengajuan relaksasi buka 50 persen restauran dan kafe dengan protokol kesehatan yang ketat untuk PSBB jilid III mulai Selasa (26/5/2020) hingga 8 Juni 2020. 

Dengan rata-rata omzet per bulan mencapai Rp 10 miliar, dengan biaya gaji karyawan Rp 3,5 miliar dan pajak restoran dan kafe Rp 2 miliar, di bulan Maret Steven mulai terpuruk.

"Omzet turun Rp 500 juta. Karyawan ada 1.050 orang termasuk yang baru akan masuk," ujarnya.

Alhasil, memasuki bulan April, Steven mengeluarkan semua tabungannya untuk menambal omzet yang anjlok di bulan Maret. Sementara di bulan, omzet kembali anjlok.

"Sementara omzet sisa dari gaji karyawan dan pajak, tidak ada yang berupa uang. Semua investasi ke aset. Sehingga saya jual mobil dan semua aset," ungkapnya.

Tapi bulan Mei, Steven sudah angkat tangan. Apalagi kredit usaha di perbankan yang harus dicicil juga tinggi.
Mau tidak mau, sekitar 800 karyawan pun di PHK.

"Bagi saya itu berat sekali. Mau lebaran. Biasanya banyak bonus dan THR. Sekarang saya hanya kasih THR 20 persen untuk 200 karyawan yang bertahan. Saya sedih sampai sakit," ungkap Steven emosional.

Yang lebih pedih lagi, selain harus menutup 80 persen usahanya, dari 40an restauran dan kafe yang dimilikinya, Steven melihat usaha serupa skala kecil yang bisa tetap buka dan operasional.

"Ketika saya tanya ke petugas, mereka bilang itu kan warung kecil. Kasihan kalau ditutup. Lalu bagaimana dengan saya. Kami juga buka lapangan kerja banyak. Kasihan juga karyawan saya, yang tidak kerja tidak ada THR," lanjut Steven.

Hal itu kemudian mendorong Apkrindo untuk mengajukan relaksasi buka 50 persen dari kapasitas kafe dan restoran.

"Kami juga siap melakukan protokol kesehatan. Memakai masker, sosial distancing, memberi jarak antara pembeli dan pelayan, serta menjaga kebersihan restauran dan kafe lebih sering lagi," ungkap Tjahjono.

Saat ini, ditengah kebijakan PSBB, dengan operasional terbatas yang hanya melayani take away, tidak bisa menjadi pengganti omzet yang hilang akibat tidak bisa dine in.

Apalagi daya beli masyarakat juga turun akibat pendapatan yang berkurang. Sehingga penjualan dengan memanfaatkan layanan online maupun take away, hanya bisa menutup sebagian biaya operasional saja.

"Sementara distribusi bahan baku, juga terimbas. Karyawan terimbas. Kami harap di PSBB tahap III ini relaksasi yang kami harapkan bisa diterima," tandasnya.(rie/Sri Handi Lestari).

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved