Virus Corona di Surabaya
Banyak Tenaga Medis Terinfeksi Covid-19, Penularan Corona Makin Masif, ini Penjelasan IDI Jatim
IDI Jatim menjelaskan penyebab banyak tenaga medis di Jatim terinfeksi Covid-19 dan meninggal dunia.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Virus Corona mampu menginfeksi segala kalangan usia, baik tua ataupun muda.
Belakangan virus ini menyerang tenaga medis yang merawat pasien Corona. Yaitu dokter dan perawat.
Terbukti beberapa kali dokter dan perawat diberitakan meninggal karena terinfeksi virus Corona.
• Nasib Pilu Istri yang Koma, Suaminya Nikahi Sang Adik, Embuskan Nyawa Seusai Suami Ucap Ijab
Memang tidak dapat dipastikan penyebab terinfeksi karena tertular pasien Corona.
Namun beberapa pakar menyebut kelompok medis ini rawan tertular virus karena kerap berkontak langsung dengan orang-orang yang positif Corona.
Artinya, bila pasien Corona terus bertambah maka para pekerja medis ini secara otomatis berhadapan virus dalam jumlah besar pula.
Terbaru dokter di Jawa Timur (Jatim) yang meninggal karena Corona 12 orang. Sedangkan yang sudah didiagnosa positif 83 orang.
• Kisah Istri Lihat Suami Nikahi Adik Kandung, Wasiat Terakhir Terpenuhi, Wafat saat Ijab Kabul Usai
• Maia Estianty Keheranan Tahu Harga Makanan Kiriman Suami, Dul: Gak Salah Harga Bun?, Lihat Wujudnya
Sementara perawat di Jatim yang meninggal terinfeksi Corona saat ini sudah 11 orang, dan yang tertular mencapai 146 jiwa.
Lalu apa penyebab penularan virus Corona makin masif di kalangan tenaga medis, berikut jawaban dari para ketua dua profesi tersebut.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (Jatim) mengatakan, kabar duka kerap kali menyelimuti dunia kesehatan karena beban pasien Corona setiap hari selalu berdatangan.
"Jadi pasien yang mengalir itu sangat banyak, ndak ada habis-habisnya. Sehingga tenaga medis itu selalu terekspos dalam keadaan jenuh pasien," kata Sutrisno saat dihubungi, Rabu (1/7/2020).
• IDI Jatim Tanyakan Insentif Nakes Covid-19, DPRD Usul Pemprov Turun Tangan, Wagub: Sudah Disiapkan
Kata Sutrisno, saat ini banyak pasien yang datang banyak dengan kondisi sehat namun faktanya sudah terinfeksi Corona. Hal itu disebut dengan Orang Tanpa Gejala (OTG).
"Banyak kok pasien yang statusnya datang dengan OTG. kelihatannya sehat-sehat aja tapi ternyata membawa virus. Di Surabaya saja OTG ada 40 persen. Ini yang potensi menularkan," ujarnya.
Selain itu, saat ini banyak pasien yang tidak bisa menerima kenyataan.
Setelah terkonfirmasi positif, diagnosa tersebut malah ditampik oleh pasien itu.
• Curhat Pedagang Kantin Samping Kantor Satpol PP, Jualan Seret, Minta Risma Kembali Semula: Susah
Tak jarang untuk membuktikannya mereka melakukan pengecekan ulang di rumah sakit berbeda.
"Ketiga banyak pasien yang tidak jujur. Sebetulnya dia sudah didiagnosa Covid-19 tapi dia pindah ke RS lain tapi nggak cerita kalau sudah diperiksa," ungkapnya.
Selain dari 3 hal itu, dikatakan Sutrisno seharusnya rumah sakit juga melakukan evaluasi.
Menurutnya, sekarang banyak rumah sakit yang terlalu memaksakan diri menerima pasien Corona tanpa dibekali kesiapan yang matang.
• Tipe Pasien Covid-19 Paling Sulit Diatasi, Bahaya 10 Kali Lipat dari Pasien Lain, Anda Termasuk?
"Terakhir RS juga musti berbenah tidak semua siap terima pasien Covid-19. Mulai dari sistem bangunan, alurnya, pengetahuan, SDM, dan IT-nya semua belum siap. Tapi dipaksa terima pasien ini malah jadi masalah besar. RS yang establish ini saja masih rawan penularan apalagi RS yang fasilitas belum set up," ucapnya.
Dengan empat poin di atas, Sutrisno berharap masyarakat dan tenaga medis saling sinergi menjaga penularan.
"Ditatanya ya nggak dari RS saja. Tapi masyarakat harus juga patuhi betul protokol kesehatan. Jadi hulunya perlu dibetulkan dulu yang diimbangi pembenahan terminal terakhir (RS)," tuturnya.
Senada dengan Sutrisno, Ketua Perawat Jatim, Prof Dr Nursalam juga menyebut, penularan virus Corona banyak terjadi di kalangan medis karena seringnya bersinggungan dengan pasien Covid-19.
"Perawat itu kerja 24 jam, kalau profesi lain liate cuma 5 menit. Mereka bantu mulai buang air besar, kecil," kata dia.
Selain hal itu, perawat banyak yang terpapar karena saat bertugas tidak dibekali Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai standart.
"Banyak perawat yang gak gunakan APD standar, karena dia tugasnya di poliklinik, ruang inap. Jadi malah resiko karen APD gak standart level 3," ucapnya.
Untuk mengatasi hal itu, Nursalam menyarankan agar tiap rumah sakit lebih memperhatikan kondisi perawat. Misalnya pemeriksaan tes swab PCR secara berkala.
"Ya pesan saya pertama dilakukan tes swab secara berkala tiap 14 hari sesuai SK presiden. tapi nyatanya banyak RS yang gak mampu karena biayanya mahal, kan itu jadi dilema," katanya.
Kedua kejujuran dari pasien. Nursalam, menginginkan setiap pasien yang datang berkata jujur atas apa keluhan yang sedang dialami pasien.
Ketiga, setiap RS sudah seharusnya pula memperhatikan kebutuhan dasar perawat. Di antaranya jam istriahat, nutrisi, dan vitamin.
"Saya menginginkan perhatian khusus terutama di dalam perawat tentang kebutuhan dasarnya. Misal istirahat, kalau Dinas Kesehatan kan menganjurkan perawat gak boleh pulang harus isolasi karena bersinggungan dengan pasien Corona. Ada beberapa perawat yang sudah diinapkan dengan baik tapi ada juga yang endak. Terus kebutuhan nutrisi, vitamin juga harus diperhatikan. Kemudian beban kerjanya tidak terlalu berat harus diatur misalkan seminggu libur seminggu kerja. Tadi kadang beberapa RS belum bisa menerapkan," ujarnya.
Yang tak kalah penting, kata Nursalam, saat ini banyak RS yang membuka ruangan untuk merawat pasien Corona. namun kebutuhan rasio antara perawat dengan pasien kondisinya berjomplangan.
"Sekarang beberapa RS kan membuka ruangan Covid-19. Berarti kan butuh tenaga medis yang banyak juga. Rasio kami kalau di ICU perbandingannya 1 : 2, kalau rawat inap 1 : 5 itu kondisi jelek, lah kita selama ini ndak seperti itu. Ya beberapa RS besar sudah bagus tapi yang lain masih banyak yang gak karu-karuan," pungkasnya.
Penulis: Tony Hermawan
Editor: Arie Noer Rachmawati