Pilkada Blitar 2020
Bawaslu Kota Blitar Nilai Bansos Rawan Dipolitisasi Calon Petahana Jelang Pilwali: Awasi Intensif
Program bantuan sosial (bansos) dari pemerintah rawan jadi ajang politisasi mencari massa dukungan oleh calon petahana menjelang pelaksanaan Pilwali.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Program Bantuan Sosial (Bansos) dari pemerintah rawan jadi ajang politisasi untuk mencari massa dukungan oleh calon petahana menjelang pelaksanaan Pilwali Blitar 2020.
Apalagi, saat ini, pemerintah banyak meluncurkan program bansos untuk masyarakat yang terdampak pandemi virus Corona atau Covid-19.
Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu Kota Blitar, Bambang Arintoko, Jumat (21/8/2020). Menurutnya, Bawaslu sudah berkoordinasi dengan Pemkot Blitar untuk mengantisipasi terjadinya praktik politisasi bansos.
• Masih Zona Oranye, Siswa SD dan SMP di Kota Blitar Belum Ada Pembelajaran Tatap Muka
• Polisi Blitar Bikin Penyekatan saat Pengesahan Warga Baru PSHT, Halau Warga dari Luar Kota: Terbatas
"Kami sudah mengawasi masalah itu secara intensif. Bawaslu RI juga menginstruksikan kepada Bawaslu kota/kabupaten untuk mengawal program bansos menjelang pelaksanaan Pilkada serentak 2020," kata Bambang.
Bambang mengatakan Bawaslu RI memberikan beberapa elemen atau unsur politisasi program bansos dari pemerintah yang dilakukan calon petahana. Misalnya, soal bantuan beras yang kemasannya terdapat foto atau gambar calon petahana.
"Kemasan bantuan beras dari pemerintah tapi ada foto atau gambar calon petahana itu termasuk politisasi program bansos. Tapi, sejauh ini, kami belum menemukan politisasi bansos di Kota Blitar," ujarnya.
Dikatakannya, di masa pandemi Covid-19 ini, pemerintah banyak mengeluarkan program bansos untuk masyarakat. Program bansos dari pemerintah untuk warga yang terdampak pandemi Covid-19 ini sangat rawan dipolitisasi untuk mencari massa dukungan oleh calon petahana.
"Kami terus memperketat pengawasan terhadap penyaluran program bansos dari pemerintah menjelang Pilwali Blitar 2020," katanya.
Selain politisasi bansos, kata Bambang, Bawaslu juga mengantisipasi adanya mutasi jabatan menjelang Pilwali Blitar 2020. Mutasi jabatan juga rawan disalahgunakan oleh calon petahana untuk mencari dukungan menjelang Pilwali Blitar 2020.
"Calon petahan tidak boleh melakukan mutasi jabatan menjelang pelaksanaan Pilwali. Kalaupun melakukan mutasi jabatan harus izin Mendagri," katanya.
Menurutnya, Bawaslu sempat mendapat laporan soal pengisian jabatan yang dilakukan wali kota di lingkungan Pemkot Blitar menjelang pelaksanaan Pilwali. Tetapi, belakangan, laporan itu dicabut oleh pelapornya.
Meski laporan dicabut, Bawaslu tetap menindaklanjutinya sebagai informasi awal. Informasi awal itu kemudian ditingkatkan menjadi temuan melalui rapat pleno Bawaslu Kota Blitar.
Selanjutnya, Bawaslu Kota Blitar berkoordinasi dengan provinsi terkait temuan itu. Setelah koordinasi dengan provinsi, temuan itu bukan termasuk pelanggaran.
"Provinsi menyatakan itu bukan pelanggaran. Karena hanya pengisian kekosongan pegawai di tingkat staf, bukan jabatan fungsional maupun struktural," katanya.
Seperti diketahui, Wali Kota Blitar, Santoso akan maju sebagai calon petahana di Pilwali Blitar 2020. Santoso sudah mendapat rekomendasi dari DPP PDIP untuk bertarung di Pilwali Blitar 2020.
Dalam rekomendasi itu, Santoso berpasangan dengan Tjutjuk Sunario. Tjutjuk merupakan kader Partai Gerindra Provinsi Jatim.