Pria Pasuruan Mengais Rezeki dari Limbah Kulit Ari Kedelai Jadi Pakan Ternak dan Penyubur Sapi
Ferry Setyawan merupakan satu di antara peternak sapi milenial yang ada di wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Dwi Prastika
“Itu saya buktikan selama tiga tahun terakhir ini. Sapi-sapi saya bisa lebih cepat gemuk dua sampai tiga bulan dari sapi normal, tanpa ada proses penggemukan atau proses lainnya. Bagi saya, comboran ini semacam suplemen tambahan untuk tumbuh kembang sapi. Dan, sapi, sangat suka sekali,” jelas dia.
Baca juga: Libur Panjang, Terminal Minak Koncar Lumajang Tingkatkan Sterilisasi dan Protokol Kesehatan Covid-19
Menurut Ferry, kondisi ini jelas sangat menguntungkan sekali. Karena, peternak akan sangat diuntungkan dengan kondisi sapi yang mudah gemuk, dan bisa cepat dijual. Range, keuntungan yang didapatkannya dalam proses jual beli sapi ini berkisar Rp 5 juta satu ekor. Dan itu, bisa lebih, tergantung dengan berat badan sapi yang akan jual.
Ferry menuturukan, jika tidak menggunakan takaran, sapi biasanya juga mengalami permasalahan ketika porsi comboran yang disajikan tidak sesuai dengan ketentuan. Ia menyarankan, porsi comboran yang diberikan ke sapi, jumlahnya 10 persen dari berat badan sapi. Protein, dan serat harus seimbang. Jika tidak, sapi akan mengalami masalah pencernaan.
“Allhamdulillah, semua ini menjadi berkah. Awalnya, tidak mengira kulit ari kedelai yang sudah menjadi limbah, ternyata mengandung banyak protein dan bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Jadi, yang punya limbah kulit ari kedelai jangan dibuang, dimanfaatkan saja. Kedelai itu banyak manfaat dan gizinya. Kadar proteinnya juga tinggi. Buktinya, sapi saya besar dan sehat,” sambung dia.
Disampaikan dia, limbah kulit ari kedelai ini didapatkannya dari tempat usaha milik kedua orang tuanya. Ferry dibesarkan dari keluarga pembuat tempe. Dari yang awalnya hanya berjualan 3 kilogram (kg) per hari, sampai Rp 300 kg per hari. Nah, limbah kulit ari kedelai ini, yang dimanfaatkannya untuk sapi-sapi peliharaannya di sini.
“Sebenarnya, saya mengetahui kalau limbah kulit ari kedelai bisa dimanfaatkan untuk sapi ini sejak dulu. Berdasarkan ceritanya, nenek moyang kita, sudah memanfaatkan kulit ari kedelai untuk pakan ternak. Awalnya memang limbah dibuang ke sungai, tapi karena tahu khasiatnya, akhirnya dimanfaatkan,” sambung dia.
Di sisi lain, ia juga mengakui, jika kedelai ini juga banyak manfaatnya dan sangat baik sekali untuk tubuh manusia. Meski tidak mengetahui rinci kandungannya, ia mengetahui bahwa kadar protein kedelai sangat tinggi. Maka dari itu, ia memang rutin konsumsi kedelai. Apalagi kedelai olahan seperti tempe. Bagi dia, tidak ada tempe, menu makanan kurang lengkap.
Tumisa, ibu kandung Ferry, mengaku mengetahui manfaat kedelai. Ia meyakini, kedelai ini bisa mengurangi risiko asam urat dan kolestrol. Senada dengan anaknya, tempe adalah menu wajib di rumahnya. Ia paling suka memasak tempe dengan cara dikukus, dan sambal tomat mentah.

“Bukan karena saya penjual tempe, akhirnya saya harus makan tempe setiap hari. Tapi, karena saya tahu manfaatnya kalau tempe yang dibuat dengan bahan dasar kedelai ini banyak vitaminnya dan proteinnya. Terpenting, bisa mengurangi terkena penyakit. Buktinya, allhamdulillah, saya masih diberi sehat sampai usia 56 tahun ini,” tutur dia.
Terpisah, Pakar Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Rimbawan Ph.D mengatakan, ada delapan potensi manfaat rutin konsumsi kedelai. Di antaranya, menyediakan protein berkualitas tinggi, membantu kontrol berat badan, menurunkan risiko penyakit jantung, meningkatkan kesehatan tulang.
Selain itu, mencegah dan menurunkan risiko kanker prostat dan payudara, memperbaiki kondisi kesehatan masa menopause, memperbaiki fungsi kognitif lansia, dan menjaga kesehatan kulit.
“Penelitian sudah menunjukkan hal tersebut. Konsumsi kedelai, faktanya menurunkan risiko terkena penyakit karena manfaatnya banyak,” pungkas dia.
Editor: Dwi Prastika