Sungai Brantas Meluap, 1 Warung dan 6 Perahu Penyebrangan di Desa Maesan Kediri Tak Bisa Beroperasi
Debit air Sungai Brantas meluap. Satu warung dan 6 perahu penyebrangan di Desa Maesan, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri tak bisa beroperasi.
Penulis: Farid Mukarrom | Editor: Hefty Suud
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Satu warung dan enam perahu penyeberangan tak bisa beroperasi akibat luapan Sungai Brantas di Desa Maesan, Kecamatan Mojo.
Gendu, salah seorang penyedia jasa penyebarangan perahu mengatakan, debit air Sungai Brantas sudah meluap sejak kemarin Senin (14/12/2020).
"Airnya terus naik hingga ke warung ini mulai jam 3 dini hari," ungkapnya.
Baca juga: Terkuak Cara Baim Wong Palsu Tipu Korban Pakai Giveaway Rp 50 Juta, Suami Paula Meradang: Inget Dosa
Baca juga: Cawabup Didik Prediksi Suara Sandi Tak Sampai 50 Persen Karena Faktor Golput
Gendu yang merupakan warga Desa Maesan, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri ini mengaku tak berani beroperasi menyebrangkan orang dengan perahunya jika melihat aliran Sungai Brantas yang cukup deras.
"Di sini kebetulan ada di lokasi pertemuan antara dua arus Sungai Brantas dengan sungai desa,” katanya.
Pria berusia 45 tahun ini hanya menunggu sampai Sungai Brantas kembali surut dan tak meluap lagi.
"Tadi banyak orang yang terpaksa putar balik karena tahu kapal di sini tak beroperasi," imbuh Gendu.
Baca juga: Kisah Cristiano Ronaldo yang Pernah Jajal Tinju, CR7: Bermanfaat untuk Sepak Bola
Baca juga: Pekerja Tambang Tewas Tersambar Gergaji Rajam, Perut Terbelah dan Usus Terburai
Menurut Gendu, kondisi seperti ini baru pertama kali terjadi pada sejak tiga tahun terakhir.
"Saya di sini sudah lima tahun lebih, dan baru pertama ini sampai meluap ke warung. Tetapi paling besar itu pada 2003 sampai jalan Desa Maesan tertutup," tuturnya.
Sementara itu perlu diketahui bahwa perahu penyeberangan milik Gendu ini menjadi alat transportasi air yang menghubungkan Desa Maesan, Kecamatan Mojo dengan Desa Purwodadi, Kecamatan Kras.
Setidaknya ada enam perahu penyeberangan yang tidak dapat beroperasi karena derasnya arus. Akibatnya, warga terpaksa harus berputar hingga puluhan kilometer melalui Jembatan Wijayakusuma.
Wulandari salah seorang warga Desa Maesan yang hendak menyebrang mengaku baru tahu kalau kapal tak bisa beroperasi.
"Biasanya naik kapal ini bayar cumanb 2 ribu untuk satu motor saja. Kalau tak beroperasi gini jadi muter dulu lewat Jembatan Wijayakusuma," ujarnya.
Penulis: Farid Mukarrom
Editor: Heftys Suud