Partai Nasdem Jawa Timur Usulkan Pilkada 2022 dan 2023 Tetap Dilaksanakan
Partai Nasdem Jawa Timur menilai pelaksanaan Pemilu yang bersamaan dengan Pilkada di tahun 2024 kurang efektif.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Bobby Constantine
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Partai Nasdem Jawa Timur menilai pelaksanaan Pemilu yang bersamaan dengan Pilkada di 2024 kurang efektif.
Seharusnya, Pilkada Serentak di 2022 dan di 2023 tetap dilaksanakan.
DPP melalui Fraksi Nasdem, telah mengusulkan dalam revisi UU Pemilu yang saat ini sedang dibahas.
"Isi usulannya, agar Pilkada Serentak tak dijalankan bersamaan dengan Pemilu nasional," kata Wakil Ketua Bidang Media & Komunikasi Publik DPW Partai Nasdem Jawa Timur, Vinsensius Awey kepada TribunJatim.com, Jumat (15/1/2021).
"Artinya, Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan. Seperti halnya biasanya," kata Vinsensius Awey yang juga mantan Anggota DPRD Surabaya ini.
Ada sejumlah alasan yang menjadi pertimbangan Nasdem. Di antaranya, evaluasi di Pemilu 2019.
Saat itu, Pemilu nasional dijalankan serentak dengan menggabungkan pemilihan presiden, DPD, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Hal ini ternyata menambah beban kerja penyelenggara.
Baca juga: PSI Menilai Angka Presidential Threshold Seharusnya Diturunkan: Semestinya Ada Rasionalitas
Akibatnya, total ada 894 petugas yang meninggal dunia se-Indonesia. Serta, 5.175 petugas mengalami sakit.
"Pemilu nasional yang digabungkan saja sudah mengorbankan sekian banyak jiwa. Masa kita harus jatuhkan korban lagi dengan menggabungkan dengan Pilkada," kata Vinsensius Awey.
Juga kualitas Pemilu yang dikhawatirkan akan menurun.
"Termasuk koordinasi dengan aparat keamanan yang dibutuhkan juga cukup besar," katanya.
Pun juga dengan peserta Pemilu, baik oleh partai maupun calon legislatif di daerah. Di antaranya pengelolaan isu kampanye.
Baca juga: Anggota Fraksi Golkar DPRD Jatim Sabron Djamil Pasaribu Meninggal, Sarmuji: Kehilangan Kader Terbaik
"Kalau bersamaan, fokus masyarakat terpisah. Dengan waktu yang terbatas, bisa-bisa mereka hanya fokus di isu nasional, pemilihan presiden saja," katanya.
"Sedangkan untuk Pemilu daerah, mereka tak punya waktu untuk memilah atau menyeleksi calon. Akhirnya, kandidat yang mereka pilih, bisa saja mengurangi kualitas penyelenggaraan," katanya.