JPU Kejari Tulungagung Kirim Tersangka Korupsi e’Batarapos di Kantor Pos Campurdarat ke Rutan Kejati
JPU Kejari Tulungagung mengirim tersangka kasus korupsi e’Batarapos di Kantor Pos Campurdarat ke Rutan Kejati Jawa Timur.
Penulis: David Yohanes | Editor: Dwi Prastika
Reporter: David Yohanes | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Jaksa penyidik melakukan pelimpahan tahap dua, tersangka dugaan korupsi BTN e’Batarapos di Kantor Pos Campurdarat Tulungagung, Yudi Nugroho (48), Kamis (28/1/2021).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tulungagung yang menerima pelimpahan, menahan Yudi di Rutan Cabang Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Yudi adalah mantan kepala Kantor Pos Cabang Campurdarat, yang diduga telah melakukan korupsi dengan kerugian Rp 566 juta.
“Perbuatan tersebut dilakukan tersangka dalam rentang tahun 2016 hingga 2018,” terang Kepala Seksi Intelijen Kejari Tulungagung, Agung Tri Radityo.
Sebelumnya jaksa penyidik telah menahan Yudi dalam statusnya sebagai tersangka pada 11 Januari 2020.
Jaksa menitipkan penahanan Yudi ke ruang tahanan Polres Tulungagung.
Menurut Agung, sebagai Kepala Kantor Pos Campurdarat, Yudi mempunyai kuasa penuh.
Baca juga: PPKM di Tulungagung Diperpanjang, Penjual Makanan Dapat Kelonggaran dan GOR Lembupeteng Dibuka
Baca juga: Staf Dinas Lingkungan Hidup Ponorogo Positif Covid-19, Satu Ruangan Lockdown, Pelayanan Tetap Jalan
Dalam modusnya, Yudi menarik uang tabungan nasabah BTN e’Batara Pos yang menabung lewat Kantor Pos Campurdarat.
Setiap kali ada yang melakukan penarikan uang, Yudi beralasan sistem sedang gangguan.
Ia kemudian menalangi dana yang ditarik, dan meminta buku tabungan dan KTP nasabah untuk ditinggal.
“Misalnya nasabah menarik tabungan Rp 5 juta, ditalangi dulu oleh tersangka. Nasabah diminta pulang dengan meninggalkan buku tabungan dan KTP, dengan alasan diproses manual,” papar Agung.
Karena mempunyai kuasa penuh, Yudi menarik uang di atas penarikan nasabah.
Baca juga: Hasil Sensus Penduduk 2020 di Tulungagung, Jumlah Pria 733 Lebih Banyak Dibanding Wanita
Baca juga: PPKM di Kota Blitar, Pemkot Bakal Beri Sanksi Pencabutan Izin Tempat Usaha yang Tak Disiplin Prokes
Misalnya ada nasabah menarik uang Rp 5 juta, oleh Yudi bisa menarik hingga Rp 15 juta.
Kemudian pada buku tabungan nasabah, Yudi mencetak penarikan hanya Rp 5 juta.
“Total ada 30 nasabah yang rekeningnya diakali oleh tersangka ini. Perbuatan ini ketahuan setelah nasabah melapor, nilai tabungannya berkurang, tidak sesuai yang tercetak,” ungkap Agung.
Dari hasil audit internal Kantor Pos Tulungagung yang membawahi wilayah Campurdarat, perbuatan Yudi akhirnya ketahuan.
Bukan hanya tabungan nasabah yang diambil, uang hasil penjualan perangko, materai dan pembayaran listrik warga juga ikut digelapkan.
Akibat perilaku Yudi, Kantor Pos Tulungagung harus membayar kerugian kepada para nasabah.
Baca juga: Satgas Hentikan Pembelajaran Tatap Muka di Ganesha Operation Tulungagung Selama Pandemi Covid-19
Baca juga: Pemilik Warkop di Tulungagung Minta Keringanan, Pemberlakukan Jam Malam Dianggap Memberatkan
“Sudah diberi waktu untuk mengembalikan, ternyata tersangka tidak sanggup. Akhirnya pihak Kantor Pos Tulungagung melapor ke kejaksaan,” tambah Agung.
Berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), total kerugian mencapai Rp 566 juta.
Sedangkan pengakuan tersangka, uang yang dikorupsi dipakai untuk kepentingan pribadi, seperti angsuran pembelian motor.
Selain menerima pelimpahan tersangka, JPU juga menerima pelimpahan barang bukti berupa buku tabungan, slip penarikan dan sejumlah bukti lain.
“Pihak rumah sakit menyatakan tersangka sehat, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penahanan,” tegas Agung.
Baca juga: Satpol PP Hentikan Praktik Tatap Muka di Dua Sekolah di Tulungagung, Bermula dari Aduan Masyarakat
Baca juga: Tanah Longsor di Wajak Malang Gerus Tiga Rumah, Para Pemilik Rumah Sempat Punya Firasat
JPU segera mendaftarkan berkas perkara Yudi ke Pengadilan Tipikor Surabaya.
Untuk memudahkan proses persidangan, Yudi dititipkan ke Rutan Cabang Surabaya di Kejati Jatim.
JPU menjeratnya dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 64 KUHP karena perbuatannya dilakukan berkelanjutan.
“Ancaman maksimalnya 20 tahun pidana penjara,” pungkas Agung.