Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Angka Kematian Ibu dan Bayi di Bondowoso Naik Pada 2020, Sarana Prasana dan Nakes Perlu Ditambah

Angka Kematian ibu dan bayi di Kabupaten Bondowoso masih terbilang cukup tinggi. Bahkan, pada 2020, jumlah kasus kematian ibu dan bayi di Kabupaten

Penulis: Danendra Kusuma | Editor: Januar
Tribun Pekanbaru
Ilustrasi bayi meninggal 

Reporter: Danendra Kusuma | Editor: Januar AS

TRIBUNJATIM.COM, BONDOWOSO - Angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Bondowoso masih terbilang cukup tinggi. Bahkan, pada 2020, jumlah kasus kematian ibu dan bayi di Kabupaten Bondowoso mengalami peningkatan dibanding setahun lalu.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bondowoso, Mohammad Imron mengatakan jumlah kematian ibu pada 2020 sebanyak 19 kasus atau 177,4/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk kematian anak sebanyak 168 kasus atau 15,6/1000 kelahiran hidup.

"Pada 2019, kematian ibu berjumlah 14 kasus (129,2/100.000 kelahiran hidup) dan kematian bayi sebanyak 155 kasus (14,3/1000 kelahiran hidup)," katanya kepada Surya, Jumat (5/2).

Ia menyebutkan, penyebab kematian ibu terbanyak akibat pendarahan dan keracunan kehamilan. Masing-masing jumlahnya ada 5 kasus.

Jatim Tidak Sendiri, Perekonomian di Provinsi Lainnya yang Ada di Pulau Jawa Juga Minus

Di masa pandemi, berdasar data, seorang ibu hamil di Bondowoso terpapar COVID-19. Ibu tersebut meninggal dunia karena penyakit penyerta. Beruntung, anaknya berhasil diselamatkan.

Masa kematian ibu pada 2020, yakni pada saat hamil 7 kasus, bersalin 6 kasus, nifas 6 kasus.

"Penyebab lain, infeksi ada 4 kasus, jantung 2 kasus, emboli 1 kasus, dan Acute Fatty Liver of Pregnancy (AFLP) 1 kasus," sebutnya.

Kematian pada bayi dipicu oleh sejumlah masalah kesehatan. Paling banyak penyebabnya karena berat badan lahir rendah di bawah 2,5 kilogram dengan 83 kasus. Kemudian, disusul Asfiksia sebanyak 29 kasus.

Rentang usia kematian bayi antara 0-11 bulan 29 hari. Paling banyak pada masa Neonatal atau 0-6 hari, yakni 110 kasus.

"Penyebab lain di antaranya, kelainan bawaan, infeksi, pnemonia dan diare," terangnya. Data bayi lahir hidup pada 2019 sebesar 10.838 jiwa dan sebanyak 10.710 jiwa di 2020.

Berdasar informasi yang dihimpun, jumlah tenaga kesehatan yang bertugas menolong persalinan masih kurang. Tak hanya itu, sarana prasana persalinan di puskesmas dan rumah sakit pelat merah di Bondowoso juga terbilang masih perlu dilengkapi. Imron pun membenarkan hal itu.

"Tenaga kesehatan di bidang persalinan masih minim. Sarana prasana di puskesmas dan rumah sakit juga kurang. Kalau di rumah sakit sarana prasarana yang kurang utamanya untuk penanganan berat badan lahir (BBL)," paparnya.

Di sisi lain, masyarakat Bondowoso masih mempercayakan dukun untuk menangani persalinan. Hal itu terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat.

Merujuk data Dinas Kesehatan Bondowoso, jumlah persalinan oleh dukun berjumlah 61 orang. Jumlah dukun bayi di Bondowoso diperkirakan ratusan.

"Kendati begitu, proses persalinan oleh dukun dari tahun ke tahun mulai menurun. Hampir semua dukun bayi sudah bermitra dengan bidan. Program kami, namanya kemitraan bidan dan dukun," urainya.

"Bila ada masyarakat yang mau melahirkan di dukun, dukun itu akan membawanya ke bidan atau puskesmas terdekat. Sebagai pengganti rujukan dukun diberi insentif Rp 200 ribu," tambahnya.

Imron mengungkapkan, pihaknya terus berusaha untuk menekan angka kematian ibu dan bayi. Berbagai langkah strategis pun telah diterapkan.

Langkah-langkah itu antara lain, rujukan dini terencana pada kasus-kasus ibu hamil risiko tinggi, pemanfaatan rumah tunggu kelahiran (RTK) untuk daerah sulit, mengaktifkan kelompok kerja Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta Stop Berduka di semua desa.

"Kami juga berupaya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan keterampilan tindakan pra rujukan. Selain itu, penguatan sarana prasarana dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi terutama alat pemantauan kehamilan (USG) dan alat GADAR Maternal Neonatal di semua puskesmas," tandasnya.

Plt Direktur RSUD dr Koesnadi Bondowoso, Yus Priyatna mengatakan penanganan bayi lahir prematur dan berat badannya kurang dari 2,5 kg terbilang sulit.

"Kalau berat badannya di bawah 1500 hram dan lahirnya pada saat usia kehamilan 7 bulam semakin susah penanganannya karena paru-paru bayi belum sepenuhnya terkembang," ujarnya.

Ia mengimbau bagi para ibu hamil untuk sering memeriksakan kesehatan ke dokter.

Dengan begitu permasalahan kesehatan seperti darah tinggi dan pendarahan bisa diketahui lebih dini.

Idealnya ibu hamil perlu berkunjung ke dokter untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 8 kali.

"Pernikahan usia dini juga bisa memicu kasus kematian ibu dan bayi. Jadi, semakin muda usianya, misal di bawah 20 tahun, semakin berbahaya. Sebab, belum matang secara fisik dan emosi," sebutnya.

Penanganan persalinan di RSUD Koesnadi di masa pandemi dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Para ibu akan menjalani skrining kesehatan. Di ruang persalinan rumah sakit itu juga tersedia fasilitas ventilator, Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

Sementara, saat ini Kabupaten Bondowoso bertengger di peringkat 4 se-Jatim dengan jumlah kasus kematian ibu tertinggi.

Sedangkan untuk kasus kematian bayi berada di peringkat 3 se-Jatim.  (nen)

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved