Sambut Imlek, Ingat Jasa Gus Dur, Gus Dur Ngaji Ditinggal Naik Selinder ke Mojoagung
KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat da
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
”Sampai di Mojoagung, Yi...!!!” Spontan Khudhori menjawab.
Kiai Fattah : ”?????......”
Gus Dur : "Hahahahaha..... -" Gusdur hanya tertawa ngakak.
Belakangan Gus Dur dan Khudhori menjadi Ulama besar di zamannya.
Ingat Imlek, Ingat Gus Dur
Selama Orde Baru berkuasa etnis Cina tak diakui sebagai suku bangsa dan dikategorikan sebagai nonpribumi. Seturut politik kebangsaan Orde Baru, etnis Cina diharuskan mengasimilasikan diri dengan suku-suku mayoritas di tempat mukim mereka. Misalnya, jika seorang Cina tinggal di Bandung, mereka harus jadi orang Sunda.
Menurut begawan antropologi James Dananjaya, kebijakan itu berdampak lebih jauh daripada sekadar pergantian nama atau agama. Perlahan orang Tionghoa benar-benar melupakan jatidirinya.
Masa-masa suram itu akhirnya berakhir kala Reformasi bergulir pada 1998. Dalam masa baktinya yang singkat, Presiden Habibie menerbitkan Inpres No. 26/1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa. Inpres ini juga berisi penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
KH Abdurrahman Wahid lah yang kemudian bertindak lebih jauh lagi. Ia muncul membela hak komunitas Cina dengan konsep kebangsaan baru yang diperkenalkannya.
Dalam konsep kebangsaan Gus Dur, tak ada yang namanya pribumi dan nonpribumi. Dikotomi semacam itu adalah kesalahan dan gara-gara itu komunitas Cina dinafikan dari nasionalisme Indonesia.
Bagi Gus Dur, tak ada yang namanya “keturunan masyarakat asli” di Indonesia, karena bangsa Indonesia dibentuk oleh perpaduan tiga ras, yakni Melayu, Astro-melanesia, dan Cina. Ia sendiri mengatakan dirinya adalah keturunan blasteran Cina dan Arab.
Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Imlek menjadi hari libur nasional.
Tindakan Gus Dur ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.
Gus Dur lalu mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji. KH Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia.