Cerita Perjalanan Travel Blogger Irene Komala di Hutan Perempuan Papua dan Tips Liburan saat Pandemi
Berikut ini beberapa tips atau rekomendasi Traveling Saat Pandemi Virus Corona atau Covid-19 yang dibagikan oleh Travel Blogger, Irene Komala.
Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Elma Gloria Stevani
Reporter: Elma Gloria Stevani
TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - Jumlah pasien positif Covid-19 yang terus meningkat membuat Pemerintah dan banyak pihak menganjurkan masyarakat untuk menerapkan physical distancing.
Physical distancing adalah istilah yang ditawarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mendorong siapa saja agar tetap tinggal di rumah, belajar dari rumah dan bekerja dari rumah.
Semua itu dilakukan demi mencegah penyebaran virus Corona, tanpa memutus kontak dengan orang lain secara sosial.
Tetapi, karena berbagai hal, seperti alasan pekerjaan atau urusan keluarga, ada sebagian orang akhirnya terpaksa harus keluar rumah.
Bagi Tribunners yang akan traveling di tengah pandemi virus corona seperti sekarang ini, ada baiknya menerapkan sejumlah tips dari seorang Travel Blogger, Irene Komala.
Berikut ini beberapa tips atau rekomendasi "Traveling Saat Pandemi" yang dibagikan oleh pemilik blog yang berjudul pinktravelogue.com:
- Lebih baik Tribunners memastikan diri sendiri sehat, jangan bepergian dulu jika demam dan batuk-batuk
- Tribunners harus membawa vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh
- Jangan lupa membawa botol minum dan peralatan makan dari rumah
- Rajin mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun atau cairan hand sanitizer
- Jika Tribunners menggunakan masker, pastikan untuk membawa masker cadangan.
- Saat masker sudah dikenakan selama 3-4 jam, jangan lupa untuk mengganti masker
- Siapkan travel insurance atau asuransi perjalanan
- Siapkan uang yang lebih untuk tes SWAB dan Rapid Test Antigen saat bepergian
- Hindari kontak jarak dekat dengan teman-teman dan tidur sendiri di kamar hotel
- Siapkan mental
- Tidak disarankan traveling ke zona merah demi menekan penyebaran virus Corona
- Survey tempat yang akan dikunjungi
- Pilihlah destinasi wisata yang banyak terdapat ruang terbuka hijau agar sirkulasi udaranya baik
- Cari tahu informasi lengkap terkait jadwal operasional tempat wisata dan protokol kesehatan yang dijalankan

Cerita Perjalanan Irene Komala di Hutan Perempuan Kampung Enggros Papua
Travel Blogger, Irene Komala mendapat kesempatan mengunjungi Hutan Perempuan di Kampung Enggros
Hutan Perempuan adalah hutan mangrove yang berada di Teluk Youtefa, sebelah timur Abepura Kota Jayapura, Papua.
Irene Komala traveling ke Hutan Perempuan, Kampung Enggros, Papua sembari bekerja dengan NGO (Non-Governmental Organization), Econusa.
Dari namanya sudah dapat diketahui, bahwa laki-laki tidak boleh masuk ke dalam Hutan Perempuan Kampung Enggros, Papua.
“Jadi sedikit cerita ya. Mungkin teman-teman belum tahu. Bisa dikatakan aku traveling sambil bekerja juga karena aku liputan bersama NGO namanya Econusa,” kata wanita lulusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Tarumanegara.
Irene Komala rupanya tidak sendirian melakukan perjalanan ke Hutan Perempuan.
Ia berangkat ke Hutan Perempuan, Kampung Enggros dengan timnya yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mereka memulai perjalanan dari Dermaga Tanjung Ciberi menggunakan kapal cepat atau kole-kole.
“Namanya Hutan Perempuan. Jadi cowok-cowok nggak boleh masuk ke sana. Hutan Perempuan sudah ada sejak lama dan aturan adat di sana, laki-laki tidak boleh masuk. Kami pergi dari dermaga dan naik kapal yang namanya Kole-kole,” ucap Irene Komala.
Sesampainya di Hutan Perempuan, Irene Komala dan anggota tim yang perempuan berpindah ke kapal yang lebih kecil dengan lebar 60 cm.
Sementara, anggota tim yang laki-laki hanya bisa menunggu di luar dan menangkap momen indah Hutan Perempuan, Kampung Enggros, Papua melalui drone.
“Pas mau masuk Hutan Mangrovenya itu, cowok-cowok yang termasuk dalam tim menunggu kita di luar. Kami yang cewek-cewek diajak mama Yos (salah satu perempuan asli Kampung Enggros). Kami diajak menyusuri Hutan Mangrove,” ujar penyuka sunset ini.
Irene Komala menuturkan, bahwa kampung yang terletak di Distrik Abepura ini ditempati oleh warga Enggros lengkap dengan bangunan ibadah, tempat pertemuan, perkantoran, posyandu dan rumah Kepala Desa.
“Saat menunggu di luar, mereka ngobrol-ngobrol sama masyarakat yang laki-laki di situ. Mereka yang laki-laki cuma bisa menggunakan drone.
Mereka nggak boleh masuk karena kalau masuk akan dikenakan sanksi adat. Kita nggak usah lah melanggar adat di sana,” sambungnya.
Irene Komala membagikan video dan menulis tentang cerita perjalanannya di Hutan Perempuan, Kampung Enggros.
Melalui video dan blognya, Irene Komala ingin menjelaskan, bahwa menjaga Hutan Perempuan adalah sebuah tradisi bagi warga Enggros.
“Kami buat video dan blog untuk dibagikan ke teman-teman. Mungkin teman-teman belum banyak yang tahu yah kalau di Papua, ada Hutan Perempuan yang mama-mamanya itu menjaga adat di sana.
Hutan Perempuan cuma boleh dimasuki perempuan,” terang Irene Komala.
Hutan perempuan pada dasarnya adalah tempat untuk mencari kerang, kepiting dan udang.
Cara mencari kerang, kepiting dan udang pun sungguh unik.
Para perempuan hanya meraba dengan kaki untuk mencari kerang, kepiting dan udang.
Kerang, kepiting dan udang yang ditemukan biasanya dijual di pasar tradisional atau menjadi bahan makanan untuk seisi rumah.
Namun, untuk memudahkan pencarian kerang kepiting dan udang, perempuan di Kampung Enggros harus melepaskan seluruh busananya.
Karena tak menggunakan busana itulah, hutan itu disebut Hutan Perempuan dan hanya dikhususkan bagi perempuan.
Tidak hanya menjadi tempat mencari makan bagi kehidupan sekitarnya.
Hutan Perempuan di Kampung Enggros juga dijadikan tempat bercerita dari hati ke hati antar perempuan oleh mama-mama di kampung itu.
Hal yang diceritakan mama-mama adalah masalah perempuan, anak, hingga masalah suami-istri.
Menurut mama-mama di Kampung Enggros, alam lah yang mendengar cerita kehidupan mereka.
“Mereka (Perempuan Enggros) tidak bisa curhat di Para-para atau balai-balai. Jadi mereka ngobrolnya di hutan.
Mereka menilai, hutan itu tempat yang bukan cuma ngambil bahan makanan, tetapi di hutan itu kita bebas bercerita,” papar Irene Komala.
Berwisata ke Papua adalah sebuah pengalaman yang mengesankan bagi Irene Komala.
Meski sudah pernah ke sana, wanita pecinta Ikan Gabus Kuah Hitam, Tahu Telor dan Pecel Tulungagung ini masih ingin traveling ke Papua jika mendapatkan kesempatan kedua.
“Aku pengen banget ke Papua. Aku pernah menulis di blogku. Dalam tulisanku, “semoga suatu hari aku bisa mengunjungi Indonesia Timur, mengunjungi Papua”. Akhirnya, keinginanku terwujud. Masyarakat Papua baik-baik banget, ramah banget.
Pokoknya asik lah di sana. Kita bisa ngobrol dengan mama-mama di Papua. Mempelajari budaya Papua. Kayak aku suka dan berkesan banget. Jadi kalau diajak lagi ya aku mau banget sih,” pungkas Irene Komala sambil tertawa.
Pengalaman Menyantap Ulat Sagu
Dunia kuliner memang tidak pernah ada matinya. Semakin hari, makanan semakin bervariasi baik dari segi rasa maupun dari bentuknya.
Beragam jenis kuliner yang ditawarkan berbagai daerah dan berbagai negara pun begitu beragam.
Bukan hanya kuliner yang nikmat atau unik saja, kini ada juga berbagai jenis kuliner yang menurut banyak orang ekstrem.
Makanan ekstrem tersebut adalah ulat sagu.
Seperti yang ada pada unggahan video laman Instagram Travel Blogger @pinktravelogue, Irene Komala menyantap ulat sagu langsung dari pohonnya.
Bagaimana tidak, ulat sagu original menjadi makanan yang siap untuk disantap.
Mungkin bagi sebagian orang akan merasa geli saat melihat ulat sagu tersebut.
Namun, tidak bagi Irene Komala. Irene Komala mengambil kesempatan luar biasa yang tidak bisa dilakukan setiap orang.
Ia menyantap ulat sagu dari Hutan Sagu Kampung Yoboi, Papua.
“Kita naik kapal lagi, nggak jauh dari Kampung Yoboi. Kalau ini semua boleh masuk ya. Cowok dan cewek boleh masuk. Nah, jadi kita jalan dulu ke Hutan Sagu. Jadi kita jalan dulu masuk ke Hutan Sagu dan ada orang dari mereka yang mengarahkan kita,” jelas Irene Komala.
Setibanya di Hutan Sagu Kampung Yoboi, Irene Komala bersama tim mencari pohon sagu yang sudah jatuh.
Di pohon sagu yang jatuh itu lah, ulat sagu berukuran besar dan kecil dapat ditemukan.
Irene Komala sempat syok melihat ulat sagu berkumpul dan bergerak sekaligus di dalam pohon sagu yang sudah dipecah.
“Kita mencari pohon sagu yang sudah jatuh. Pohon sagu yang jatuh itu dibuka, dicangkul. Keluar lah uget-uget itu. Pertama kali lihat itu langsung terbengong-bengong gitu kan. Apakah ini real (sungguhan-red)? Apakah aku harus makan ini?,” ucap penyuka make-up natural look ini.
Meski tidak ada unsur paksaan, Irene Komala tetap memberanikan diri untuk menyantap ulat sagu yang kepalanya sudah ditekan terlebih dahulu.
“Aku nggak dipaksa cuman ya lebih penasaran aja lah. Ya kita kan udah jauh-jauh ya ke sana. Masak nggak nyobain? Ya once in life lah yah. Pertama kali ulat sagunya dipites (dipencet) kepalanya.
Sebelum dimakan, dipotek dulu kan kepalanya. Baru dimakan semuanya,” ucapnya dengan menggebu-gebu.
Pertama kali yang dirasakan oleh Irene Komala adalah kepala ulat sagu tersebut. Menurut Irene Komala, kepala ulat sagu terasa krispi di mulut.
Sedangkan, kulitnya kenyal. Tubuh ulat sagu pun mengeluarkan cairan yang banyak saat dikunyah.
“Rasanya pertama adalah crispy. Crispy dari kepalanya.
Kepalanya kan warna cokelat ya. Badannya agak kuning salem. Terus kulitnya agak kenyal. Pas digigit cairannya keluar begitu saja.
Cairannya terasa tawar dan manis. Misalnya kita makan kerang, agak kenyal yah.
Nggak berlendir. Cairannya ya tertelan begitu saja. Mungkin kita merasa geli yah makan ulat sagu,” ungkap Irene Komala sembari tersenyum.
Setiap Tahun, warga Papua menggelar Festival Ulat Sagu.
Namun, sayangnya Irene Komala beserta tim tidak mendapatkan kesempatan karena waktu mereka tidak bertepatan dengan Festival Ulat Sagu.
“Jadi, waktu saya dan tim ke sana, Festival Ulat Sagu udah kelar. Hutan Sagu di Papua banyak banget. Kegiatan itu untuk melestarikan Hutan Sagu milik mereka,” ucap Irene Komala.
Kekaguman Irene Komala pada Pohon Sagu yang Memiliki Banyak Manfaat
Pohon sagu biasanya diolah secara tradisional oleh warga Papua menjadi bahan makanan.
Daun pohon sagu juga dimanfaatkan oleh warga Papua sebagai atap dan dinding rumah.
Pun dengan batang pohon sagu yang ternyata bisa digunakan untuk lantai rumah warga di Papua. “Jadi sebenarnya Pohon Sagu itu bermanfaat mereka.
Semua anggota dari tim kita pesta ulat sagu semua. Ada yang original ada yang yang dibakar. Ulat sagu memang digunakan sebagai lauk untuk makan. Bisa digoreng, bisa dibikin kuah pedes, kuah kuning. Karena kemarin langsung di Hutan Sagu,
Ya, kita coba dulu yang original,” pungkas Irene Komala.
Harapan Irene Komala untuk Pariwisata Indonesia
Indonesia mengonfirmasi kasus pertama infeksi virus Corona penyebab Covid-19 pada awal Maret 2020.
Sejak itu, berbagai upaya penanggulangan dilakukan pemerintah untuk meredam dampak dari pandemi Covid-19 di berbagai sektor.
Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan. Sektor ekonomi, pendidikan, politik dan Pariwisata juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus Corona.
Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berimbas pada perekonomian dan Pariwisata.
Sejak pandemi Covid-19, tidak sedikit pengusaha travel, kuliner dan perhotelan ada saja yang gulung tikar. Melihat fenomena itu, travel blogger Irene Komala berharap Pemerintah berupaya kembali membangkitkan sektor Pariwisata di daerah-daerah terpencil.
“Untuk pemerintah, bisa membuat kebijakan memperketat protokol kesehatan, juga bisa membantu promosi Pariwisata di daerah.
Menurut aku, wisata di setiap daerah perlu dibantu. Kita hanya tahu Bali dan Labuan Bajo.

Tapi menurut aku masih banyak wisata lain di Indonesia yang perlu juga dibantu bukan hanya yang udah kita kenal di media sosial,” harapnya.
Tak hanya pemerintah, pelaku usaha juga memiliki peran penting dalam mengembalikan geliat Pariwisata Indonesia.
Menurut Irene Komala, pelaku usaha bisa menyediakan penawaran yang mampu menarik wisatawan.
“Covid-19 memang berpengaruh ke semua yah. Tapi mungkin menurut aku kita harus kerjasama. Nggak cuma buat pemerintah.
Misalnya pelaku usaha juga bisa membuat paket tour yang menarik supaya kita datang dan menjalankan protokol kesehatan mulai dari staf hingga wisatawan. Pakai masker dan pakai face shield,” kata Irene Komala.
Travel Blogger yang tinggal di Jakarta ini berpesan kepada para traveler untuk membeli produk lokal, demi meningkatkan mata pencaharian warga yang menggantungkan hidup pada sektor Pariwisata.
Dengan demikian, sesama warga Indonesia dipastikan dapat saling tolong-menolong.
“Peran kita sebagai traveler, pastinya kita harus mempersiapkan perjalanan lebih matang, kita harus menjadi traveler yang bertanggung jawab, membantu masyarakat lokal, mungkin kita membeli oleh-oleh dari masyarakat lokal langsung, kita makan di tempat warga lokal dan terakhir mungkin menjaga lingkungan di wisata tersebut,” ucapnya.
Pandemi Covid-19 tampaknya memberikan makna tersendiri bagi Irene Komala.
Banyak hikmah yang dapat dipetik Irene Komala dari pandemi Covid-19 ini.
Kini ia lebih menghargai perjalanan wisata dan pertemuan dengan keluarga serta teman-teman dekat.
“Mungkin maknanya itu, lebih ke memaknai pertemuan, kita jadi jarang ketemu sama orang-orang terus memaknai perjalanan, aku jadi flashback sih ya ampun ternyata tahun lalu gue ke sini.
Tahun ini di rumah aja.
Yah, kita nggak tahu ya kapan kita bisa mengunjungi tempat-tempat lain.
Kita harus menikmati perjalanan itu selagi bisa," ungkap wanita yang memulai traveling saat berusia 25 tahun ini.
Virus Corona yang menyerang warga dunia tidak lantas membuat Irene Komala berhenti beraktivitas.
Blogger cantik ini melakukan berbagai macam kegiatan dan membuat dirinya lebih produktif.
“Makna lainnya, mungkin karena kita di rumah aja jadi lebih kreatif, melakukan hal yang nggak pernah kita lakukan. Eh, ternyata bisa nih. Jadi kita lakukan saja apa yang bisa kita kerjakan di rumah.
Yah waktu itu awal-awal karena belum bisa jalan-jalan aku misalnya bikin bucket list mau ke mana, membuat itinerary perjalanan (daftar kegiatan), mengedit foto dan video.
Jadi, ada hobi baru, lebih sering memasak, menanam sayuran, sampai berjualan,” kata Irene Komala.
Wanita yang memiliki hobi menyaksikan keindahan langit dan naik gunung ini berharap industri Pariwisata Indonesia semakin berkembang dan bangkit kembali setelah pandemi Covid-19.
“Semoga dengan diterapkannya protokol kesehatan di tempat wisata, di hotel, di restoran bisa menekan penyebaran Covid-19. Jadi bisnis local bisa kembali pulih dan menaikkan sektor Pariwisata Indonesia,” pungkasnya.
(TribunJatim.com/Elma Gloria Stevani)