Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Gus Baha Tanggapi Wacana Gelar Pahlawan Nasional Untuk KH Maimoen Zubair

Kita ketahui, Pengajian KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha sudah banyak tersebar di sosial media Whatsapp, Facebook, Twitter, Youtube, Google,

Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
yoni Iskandar/Tribunjatim
Gus Baha' ketika ditemui disebuah acara di Haul KH Achmad Shiddiq Jember 

Penulis : Yoni Iskandar | Editor : Yoni Iskandar

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Gus Baha sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Alqran dari ayahnya, KH. Nursalim Al-Hafidz. Maka tidak heran apabila Gus Baha menjadi ahli tafsir Alquran. Sehingga sangat diidolakan anak-anak muda atau yang biasa disebut kaum milenial.

Metode ceramah Gus Baha yang menggunakan bahasa-bahasa sederhana dan menyejukkan hati dan murah senyum itu dikagumi semua kalangan.

Kita ketahui, Pengajian KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha sudah banyak tersebar di sosial media Whatsapp, Facebook, Twitter, Youtube, Google, dan radio.

Bahkan di YouTube saat ini banyak ditemukan video pengajian dari para ulama, termasuk materi pengajian dari KH Ahmad Baha’uddin Nursalim, atau yang lebih akrab disapa Gus Baha.

Kita ketahui bahwa pada penghujung tahun 2020 muncul wacana tentang pengajuan gelar pahlawan nasional untuk ulama kharismatik almarhum almaghfurlah KH Maimoen Zubair.

Usulan KH Maimun Zubair sebagai Pahlawan Nasional awalnya disampaikan Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan, Ade Irfan Pulungan.

Kemudian disambut baik oleh berbagai pihak termasuk didalamnya Gus Baha’, KH. Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus dan para alim ulama lain se Indonesia .

Webinar dibuka oleh Gus Yasin (Wakil Gubernur Jawa Tengah), “Pesan Mbah Moen untuk kita semua adalah kita harus mencintai NKRI, bahkan di rumah beliau selalu memajang foto Presiden dan Wapres serta Garuda Pancasila,” ujar Gus Yasin yang merupakan putranya. Berikut ini biografi singkat Mbah Moen yang dikutip dari tirto dan berbagai sumber lainnya.

Ada beberapa pendapat para tokoh tentang wacana pemberian pahlawan nasional kepada kiai Nahdlatul Ulama yang juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, Jawa Tengah tersebut.

Baca juga: Gus Baha : Hukum Megaji Secara Online

Baca juga: Saat Jadzab, Gus Baha Menghafalkan Al Quran 30 Juz Hanya 6 Bulan Saja, Ujian Kertasnya Kosong

Baca juga: Ngaji Gus Baha: Indahnya Ibadah Jika Dikerjakan Dengan Hati yang Riang

Salah satunya yakni Gus Baha atau KH Ahmad Bahauddin Nursalim. Menurut santri kesayangan KH Maimoen Zubair ini, ia sangat mendukung gerakan untuk meminta negara menganugerahkan gelar kepahlawanan untuk Mbah Moen.

Hal itu disampaikan Gus Baha di sela-sela mengisi ceramah dalam peringatan Dzikir dan Tabligh Akbar Nasional dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar virtual oleh DPP PPP.

“Kita mengidolakan Hadratussyaikh KH Maimoen Zubair dan hari ini ada gerakan mendukung beliau sebagai pahlawan Nasional,” kata Gus baha.

Gus Baha yang sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran LP3IA Narukan Rembang itu meminta DPP PPP turut serta mendorong pemberian gelar pahlawan kepada KH Maimoen Zubair. Terlebih sepanjang hidup hingga akhir hayatnya, KH Maimun Zubair tetap berkhidmat pada PPP.

“Saya termasuk orang yang mendukung gelar kepahlawanan itu. Di forum itu juga saya meminta sekaligus pada DPP PPP untuk ikut membantu. Meskipun saya tahu beliau tidak butuh itu. Tapi kita butuh bahwa negara ini akan berhubungan baik dan selalu baik dengan ulama, dengan tokoh-tokoh agama,” kata Gus Baha.

Almarhum KH Maimoen Zubair yang lahir pada 28 Oktober 1928 punya banyak kontribusi terhadap bangsa Indonesia. Semasa mudanya putra dari Kiai Zubair Dahlan itu juga turut serta bergerilya dalam mengusir penjajah.

Mbah Moen, begitu akrab disapa, tak hanya dikenal sebagai ulama yang mumpuni dalam berbagai disiplin ilmu. Ia juga seorang politisi yang sangat disegani, yakni sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Rembang selama tujuh tahun pada 1971-1978. Kemudian, diangkat menjadi anggota MPR RI sekitar 1987-1999.

KH Maimoen Zubair meninggal pada 6 Agustus 2019 di Makkah, Arab Saudi, pada usia 90 tahun saat sedang menunaikan ibadah haji. KH Maimoen Zubair di makamkan di pemakaman Ma’la, area peristirahatan terakhir beberapa sahabat dan keluarga Nabi.

Didebat Wahabi soal Tanggal Kelahiran Nabi

Dalam suatu majelis ngaji, Gus Baha menceritakan dirinya pernah didebat orang Wahabi soal tanggal kelahiran Nabi Muhammad. Berikut cerita yang disampaikan Gus Baha:

Ulama dahulu sering menyebut “qila” (قِيْلَ): versi/pendapat beberapa kemungkinan tentang tanggal kelahiran Nabi Muhammad, karena tidak akta kelahiran.

Sekarang ini banyak yang menentang bahwa Nabi Muhammad lahir tanggal 12 pada hari Senin. Karena jika sekarang dihitung mundur secara hisab, maka hari Senin itu jatuhnya pada tanggal 19 atau 9.

Dia (orang Wahabi) bilang, “Apa buktinya pada zaman itu tanggal 12 bertepatan dengan hari Senin?”

Menurut Gus baha, seorang mubalig (penceramah) tidak akan sampai memikirkan hal ini. Ia cukup dapat untung amplop Mauludan.

"Jadi nggak mikir. Kalau jawaban saya tidak ambil pusing. Karena saya ini ulama, sebelum Anda mempersoalkan itu, dalam kitab Al-Barjanzi yang saya pelajari, dari dulu tidak ada yang PeDe (soal hari & tanggal kelahiran Nabi yang sebenarnya)," jelasnya.

Qila tanggal ini, Qila tanggat ini, dan yang paling mashur tanggal 12. Waqila tanggal 9, waqila tanggal 12, waqila tanggal 8, dan macam-macam pendapat lainnya.

“Anda terlambat mempersoalkan ini,” kata saya kepada orang itu.

kata Gus Baha, Sahabat Ibnu Abbas mengira umur Nabi 60 tahun. Kita ikut-ikut menganggap umur Nabi yaitu 63 tahun.

Makanya kalau saya diajak debat model gini, mending saya tinggal tidur saja. Kalau kita antar sesama orang alim itu tidak ada masalah. Wong kepastian hisab ilmunya Tuhan juga ada Qur’annya (dasarnya), ru’yah ilmunya Kanjeng Nabi juga ada Qur’annya (dasarnya).

Dalam kitab Diba’ dan Al-Barzanji sering diterangkan qila dan waqila karena ada sekian kemungkinan.

Kalau ada orang menghitung tanggal 12 tidak jatuh pada hari senin, itu karena penetapan tanggal ke-1 kalender Qomariyah bisa berbeda-beda. Maka tergantung cara hitungmu menentukan tanggal 1. Kan tanggal 1 bisa selisih 2 hari atau 3 hari. Kayak begitu saja kok tidak tahu.

Akhirnya orang tadi (Wahabi) berpikir, “Benar juga, Pak Baha”.

“Lha iya, kamu ini kebetulan melihat versi tanggal 12 tidak jatuh pada hari Senin. Karena kamu ini bukan ulama, jadi qila-nya kurang banyak. Saya ini ulama, jadi mengetahui qila yang banyak,” jelas Gus Baha.

Salah satu ciri ulama itu mengetahui berbagai pendapat, ada sekian kemungkinan dalam hal yang tidak ada Nash Sharih (dalil yang jelas).

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved