Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kilas Balik

Isi Surat Khusus Soekarno Saat Kekuasaannya Jatuh dan Ditujukan ke Soeharto, Tak Pernah Dibalas

Kondisi itu kemudian mengantarkan Soeharto menjadi seorang presiden, dan memulai era Orde Baru.

Editor: Januar
Istimewa via TribunJambi/ Sripoku
Saat kekuasaannya jatuh, Soekarno kirim surat khusus ke Soeharto 

Editor: Januar AS 

TRIBUNJATIM.COM - Kekuasaan Soekarno jatuh pada pertengahan dekade 60-an.

Tepatnya, pasca peristiwa G30S/ PKI yang meletus pada tahun 1965.

Saat itu konstelasi politik Indonesia memanas, hingga memakan sejumlah korban. 

Tidak terkecuali para jenderal TNI AD. 

Kondisi itu kemudian mengantarkan Soeharto menjadi seorang presiden, dan memulai era Orde Baru. 

Pada saat jatuh dari kursi kepresidenan, Soekarno sebenarnya juga sudah berusaha berkomunikasi dengan Soeharto. 

Baca juga: Penyebab Utama Soeharto Makamkan Soekarno di Blitar, Megawati Sebut Keluarga Tak Setujui

Satu di antaranya melalui sepucuk surat.  

Itu seperti yang ditulis oleh sebuah buku berjudul 'Bunga-Bunga di Taman Hati Soekarno, Kisah Cinta Bung Karno Dengan 9 Istrinya', karya Haris Priyatna tahun 2015 lali. 

Dalam  buku itu disebutkan, Soekarno menulis surat khusus kepada Soeharto

Surat itu ditulis Soekarno saat dirinya menjadi tahanan politik Kopkamtib. 

Isi surat itu adalah ucapan selamat Soekarno kepada Soeharto yang telah menjadi presiden, melalui Sidang Istimewa MPRS. 

Selain itu, Soekarno juga mengajukan sebuah permintaan kepada Soeharto

Soekarno mengemukakan keinginannya untuk tinggal di Jakarta dan Bogor. 

"Karena saya memiliki dua keluarga yang menjadi tanggungan saya penuh," tulis Soekarno

Namun, keinginan Soekarno yang ditulis dalam surat itu tak pernah ditanggapi Soeharto

Soekarno Gagal Kabur Saat Soeharto Berkuasa
Pasca pecahnya peristiwa G30S/PKI tahun 1965, kekuasaan Soekarno pun mulai meredup.

Secara perlahan, pengaruh Soekarno di pemerintahan kalah oleh Soeharto.

Hasilnya, pada tahun 1967 Soeharto pun diangkat menjadi pejabat presiden.

Sedangkan, Soekarno saat itu menjadi presiden nonaktif.

Selain kekuasaannya yang surut, segala gerak-gerik Soekarno pun juga dibatasi.

Termasuk para pengawal Soekarno juga diganti.

Itu seperti yang ditulis dalam buku "80 Tahun Sidarto Danusubroto, Jalan Terjal Perubahan, Dari Ajudan Soekarno Sampai Wantimpres Joko Widodo," terbitan Kompas tahun 2016 lalu.

Dalam buku itu disebutkan, Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang mengawal Soekarno digantikan oleh Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas Pomad), pada 16 Agustus 1967.

Pergantian itu membuat Soekarno sempat down.

Soekarno merasa kehilangan segalanya.

Sebab, DKP merupakan ring satu yang selalu menjaganya sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

"Karena Komandan DKP Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjojo sudah ditahan. Sudiyo dan beberapa perwira DKP bersama beberapa perwira Korps Komando Angkatan Laut/ sekarangn Marinir (KKO), sekitar 15 orang mengadakan rapat-rapat untuk merancang rencana melarikan Bung Karno dari tahanan," tulis Sidarto.

Rapat itu mereka adakan di rumah seorang loyalis Soekarno, AKBP Oetoro, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Mereka meminta saya hadir dalam pertemuan tersebut," ungkap Sidarto.

Menurut Sidarto, mereka mengundang dirinya karena menganggap dia adalah ajudan yang dekat dengan Soekarno.

Mereka pun menyampaikan pesan untuk Soekarno.

"Bilang pada Bapak, daripada Bapak meninggal dalam keadaan tersiksa seperti ini, lebih baik sama-sama kita," lanjut Sidarto.

Sidarto pun menyampaikan hal itu kepada Soekarno.

Sidarto pun merasa terkejut.

Sebab, dia sama sekali tidak menyangka Soekarno bersedia dilarikan diri dari tahanan.

Bahkan, Soekarno juga menyampaikan sebuah pesan.

"To, kalau terjadi apa-apa dengan saya, beritahu Mega," kenang Sidarto menirukan ucapan Soekarno.

Menurut Sidarto, Megawati Soekarnoputri pun pada akhirnya mengetahui rencana ini.

Sayang, rencana tersebut akhirnya terbongkar.

Penyebabnya satu hal.

"Rencana melarikan Bung Karno terbongkar karena saya rasa yang mendengar konspirasi ini cukup banyak sehingga mudah tercium aparat intelijen," kata Sidarto.

Akibatnya, Sidarto pun diinterogasi selama empat tahun oleh Tim Screening Kepolisian Pusat (Tenning Polsat), dan Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu).

Sidarto dianggap sebagai penghubung Soekarno.

"Setiap ditanya tentang rencana ini, saya selalu membantah pernah lapor kepada Bung Karno. Saya ikut rapat dua kali dengan mereka karena solidaritas saja," tandas Sidarto.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved