Harga Cabai Rawit di Mojokerto Tembus Rp 120 Ribu per Kilo, Bulog Turun Tangan Carikan Supplier
Harga cabai rawit di Kabupaten Mojokerto tembus Rp 120 ribu per kilogram. Perum Bulog Surabaya Selatan turun tangan carikan suplier.
Penulis: Mohammad Romadoni | Editor: Hefty Suud
Reporter: Mohammad Romadoni | Editor: Heftys Suud
TRIBUNJATIM.COM, MOJOKERTO - Perum Bulog Surabaya Selatan area Mojokerto-Jombang turun tangan mengatasi permasalahan harga cabai rawit yang semakain meroket di pasaran wilayah Kabupaten Mojokerto.
Terkini, harga cabai di pasaran Kabupaten Mojokerto 'semakin pedas', dari Rp 85 ribu kini menjadi Rp 100 ribu per kilogram.
Bahkan di Pasar Tanjung Kota Mojokerto harga cabai tembus Rp120 ribu per kilogram.
Baca juga: 7.110 RT di Kabupaten Nganjuk Sudah Masuk Zona Hijau Covid-19, Tinggal 88 RT di Zona Kuning
Baca juga: Menderita di Awal Laga, Bayern Muenchen Sukses Comeback atas Dortmund Berkat Hattrick Lewandowski
Kepala Bulog Cabang Surabaya Selatan, Renato Horison mengatakan sebenarnya terkait penstabilan harga cabai ini bukan wewenangnya, karena tupoksi Bulog sesuau Perpres 48 Tahun 2018 ada tiga yaitu beras, jagung dan kedelai.
Namun pihaknya diminta Disperindag untuk mencarikan supplier yang dapat memasok cabai, sebagai upaya menstabilkan harga cabai di wilayah Mojokerto.
"Terkait penanganan harga cabai di pasaran ini, Bulog hanya membantu dan mensupport karena ada permintaan dari Pemerintah Daerah," ungkapnya, Jumat (5/3/2021).
Menurut dia, pihaknya telah berkomunikasi dengan petani cabai terdekat, yakni di daerah Kecamatan Dawarblandong.
Fakta di lapangan memang harga cabai di tingkat petani sudah tinggi, sekitar Rp 80 ribu per kilogram.
Otomatis harga semakin mahal di pasaran mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 120 ribu cabai per kilogram.
Selain itu, para pedagang juga mematok margin sekitar 30 persen sampai 40 persen karena tanaman perdu cabai ini mudah susut.
Progress penanganan penstabilan harga cabai ini masih terkendala karena Bulog masih kesulitan mencari supplier cabai apalagi harga ditingkat petani masih terlampau tinggi.
"Permasalahan adalah pada suply karena itu kami berupa mencari supplier dari daerah lain yang mempunyai pasokan cabai melimpah di luar Mojokerto contohnya di wilayah Nganjuk," jelasnya.
Renato menjelaskan pihaknya mencari supplier cabai dengan harga yang lebih murah ketimbang di pasaran.
Namun hingga saat ini pihaknya belum mendapat supplier cabai di daerah lain yang bersedia menjual cabai dibawah harga pasar.
"Sudah saya komunikasikan dengan kantor Bulog Cabang di sana namun belum mendapat informasi terkait supplier cabai di wilayah barat," terangnya.
Dia menuturkan perlu kerjasama dengan dinas terkait seperti dari Disperta dan Disperindag, Dinas Pangan dan Perikanan Kabupaten Mojokerto dalam penanganan penstabilan harga cabai di pasaran.
Sehingga dapat diketahui penyebab kendala suply yang mengakibatkan berkurangnya ketersediaan komoditas cabai di pasaran.
Apalagi, faktor harga cabai mahal karena dipengaruhi penurunan hasil panen petani yang disebabkan cuaca hujan sehingga memperlambat proses pembuahan dan ditambah serangan hama serta penyusunan tanaman cabai.
"Ketika suply cabai terganggu faktor apa yang menyebabkan sehingga sinergi dengan instansi sehingga kami Bulog sifatnya membantu Pemerintah Daerah mendapatkan suply cabai dari luar daerah," ujarnya.
Ia menyakini rencana mendatangkan suply cabai dari luar daerah yang jauh lebih murah itu tidak akan berdampak signifikan terhadap keberlangsungan petani cabai lokal di Mojokerto.
Pihaknya masih melakukan koordinasi bersama Disperindag dan pedagang cabai di tingkat pasar untuk mengantisipasi gejolak yang berpotensi timbul jika digerojok suply cabai dari luar daerah.
"Spekulasi permintaan tinggi sedangkan suply rendah otomatis harga naik tapi jika ada dorongan suply (Cabai, Red) dari luar daerah bisa mempengaruhi dan menstabilkan harga cabai di pasaran," bebernya.
Sebagian kecil pasokan cabai rawit dipasok dari petani lokal di pasaran Mojokerto. Selebihnya, cabai rawit dipasok dari luar daerah yaitu meliputi Blitar dan paling banyak dari Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri.
Namun yang menjadi pertanyaan, hasil panen cabai dari petani lokal di Kecamatan Dawarblandong justru dijual ke wilayah Bali dan Solo.
"Kenapa orang solo dan Bali ke sini, karena suply di sana terganggu akhirnya mereka mengambil disini akhirnya turut mempengaruhi harga cabai disini," ucap Ranato.
Ditambahkannya, salah satu faktor penyebab kenaikan harga cabai rawit di Mojokerto juga dipengaruhi adanya permintaan yang signifikan dari luar daerah.
"Dipastikan Suply ada di pasaran namun harganya tinggi kenapa yang dimungkinkan ada permintaan dari luar daerah yang tinggi, akhirnya tengkulak memboyong cabai dari Mojokerto ke daerah lain," pungkasnya.
Tingginya harga cabai rawit di pasaran saat ini cukup kecil dapat memicu inflasi yang mempengaruhi terhadap daya beli masyarakat.
"Kontribusi cabai kecil mempengaruhi inflasi namun efeknya dapat mempengaruhi daya beli," tandasnya.