Cabai Kering Jadi Alternatif di Surabaya, Disdag Target Harga Rawit Normal Sebelum Ramadan
Cabai kering menjadi alternatif warga Kota Surabaya di tengah tingginya harga cabai rawit. Banyak pedagang yang memilih memasarkan harga cabai karena
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Januar
Reporter: Bobby Constantine Koloway | Editor: Januar AS
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Cabai kering menjadi alternatif warga Kota Surabaya di tengah tingginya harga cabai rawit. Banyak pedagang yang memilih memasarkan harga cabai karena selisih harga yang mencapai 50 persen.
Pedagang pasar di Wonokromo Nasibah, misalnya, menjelaskan bahwa harga cabai kering hanya Rp65 ribu perkilo. Jauh di bawah harga cabai rawit yang mencapai Rp120 ribu perkilo.
"Ini kering Rp65 ribu perkilo. Harganya lebih murah, tapi dapatnya banyak soalnya ini kan kering," katanya.
Baca juga: Hujan Deras Selama 2 Jam Jalanan di Doko Ngasem Kediri Banjir, Banyak Sepeda Motor yang Mogok
Mengolahnya pun tak terlalu berbeda jauh. "Baunya memang sedikit apek. Tapi bisa hilang dengan direbus," katanya.
Sekalipun memiliki alternatif, pihaknya tetap berharap harga cabai bisa kembali normal. "Semoga bisa segera turun. Apalagi kan ini masih masa pandemi," katanya.
Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Surabaya menargetkan harga cabai dapat kembali normal sebelum Ramadhan mendatang. Mencapai target tersebut, Disdag Surabaya terus melakukan sidak ke sejumlah pasar.
Di antaranya, dengan menyasar Pasar Wonokromo, Selasa (16/3/2021). "Kami melihat, di pasar Wonokromo ada empat jenis yang dijual di sini: cabai merah, cabai rawit, cabai keriting, cabai hijau/acar," kata Kepala Bidang Distribusi Dinas Perdagangan Kota Surabaya Trio Wahyu Bowo ditemui seusai sidak.
Dari empat jenis cabai tersebut, hanya cabai rawit yang mengalami lonjakan cukup ekstrim. "Untuk cabai rawit, kulakannya 110 ribu, dijual Rp120 ribu. Dari kulakannya saja sudah cukup tinggi," katanya.
Menurut Trio, tingginya harga cabai disebabkan dua hal. Pertama, karena tingginya curah hujan di awal tahun ini dan adanya penyakit.
"Tingginya harga cabai ini karelna gagal panen akibat cuaca. Juga, penyakit cacar air," katanya.
Di luar itu, Trio mengungkapkan, pihaknya belum menemukan permainan harga di tingkat tengkulak. "Dari harga petani sepertinya sudah tinggi akibat memang langka," katanya.
Selama ini, Surabaya mendapatkan suplai dari sejumlah daerah di Jawa Timur. Di antaranya, Probolinggo, Madura, Jember, Bondowoso, dan Lumajang.
Pihaknya menarget, harga kembali normal sebelum Ramadhan mendatang. Untuk itu, pihaknya terus mengintensifkan sidak pasar.
"Kami berharap menjelang Romadhon (akhir April) bisa kembali normal. Tentu, ini seiring dengan semakin baiknya cuaca," katanya.
Pihaknya juga menghimbau para pedagang untuk tidak mengambil laba terlalu besar. "Kalau misalnya, harga kulakan Rp110 ribu, jualnya mungkin Rp116 ribu. Jangan sampai Rp120 ribu," katanya.
"Menekan harga ini tak bisa sendiri. Semua harus kerjasama, terutama dengan pedagang," katanya. (bob)