Berita Jatim
Pandemi Covid-19, Gerindra Sebut Pembatasan di Tempat Ibadah Bukan Larangan Beribadah
Pembatasan yang dilakukan di tempat ibadah selama pandemi Covid-19 harus dipahami sebagai bagian dari upaya untuk menyelamatkan jiwa. Hal itu harus di
Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Januar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pembatasan yang dilakukan di tempat ibadah selama pandemi Covid-19 harus dipahami sebagai bagian dari upaya untuk menyelamatkan jiwa. Hal itu harus dipahami utuh sebagai ikhtiar untuk segera terbebas dari wabah virus.
Pembahasan itu mengemuka dalam diskusi kamisan yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Jawa Timur bertajuk aktivitas keagamaan di masa PPKM Darurat, Kamis (22/7/2021).
Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Timur, Anwar Sadad mengatakan, persoalan Covid-19 memang berdampak pada berbagai sektor termasuk pada sektor kegiatan di tempat ibadah umum.
Sehingga, penanganannya pun dilakukan di seluruh sektor agar pandemi segera berakhir. Namun disebutkan, tak jarang masih terjadi perdebatan terutama soal pembatasan di tempat ibadah.
"Pandemi Covid-19 ini mulanya adalah problem kesehatan tapi melebar ke sektor lain," kata Sadad saat mengawali diskusi daring yang ditayangkan di akun resmi Gerindra Jatim.
Dalam diskusi yang dipandu oleh anggota DPRD Kabupaten Blitar Ratna Dewi Nirwana Sari itu, sejumlah narasumber dihadirkan untuk membahas hal tersebut.
Baca juga: Pemilik Toko Pakaian Kapasan Surabaya Tewas, Seusai Diserang Dua Orang Tak Dikenal
Pertama, Prof Achmad Muzakky, Sekretaris MUI Jawa Timur. Kemudian Wakil Bupati Jember KH Mohammad Balya Firjaun Barlaman atau akrab disapa Gus Firjaun.
Dalam pemaparannya, Prof Achmad Muzakky mengatakan, urusan pembatasan jika ditinjau dari perspektif agama sebenarnya sudah diatur. Dimana, dalam sejarah Nabi, ketika ada wabah dalam suatu daerah maka memang pembatasan dilakukan.
"Jadi, Islam sudah mengajarkan dari sejarah rasulullah, ketika ada thaun (wabah), nabi sudah memberi lewat isyarat," kata Prof Zaky.
Sehingga, Prof Zaky menuturkan jika pembatasan yang dilakukan di tempat ibadah di masa pandemi bukanlah sebuah pertentangan. Apalagi, menjaga keselamatan jiwa dalam agama merupakan sebuah kewajiban. "Apalagi, ibadah bisa dilaksanakan di rumah," ungkapnya.
Adanya ketentuan semacam itu dimasa pandemi bukan berarti mengurangi kualitas ibadah kepada sang pencipta. "Maka, MUI Jawa Timur mengajak, mari jadikan pandemi ini untuk muhasabah dan mendekatkan diri kepada Allah swt melalui ruang pribadi," ujarnya.
Sementara itu, Gus Firjaun tak memungkiri, perdebatan terkait aturan pembatasan di tempat ibadah kerap ditafsir salah di masyarakat. Padahal menurutnya, pembatasan bukan berarti melarang seseorang beribadah.
"Kalau dari sisi aturan tidak ada yang bertentangan dengan agama," kata Gus Firjaun yang juga Wakil Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Gerindra Jawa Timur.
Pengasuh Ponpes Ash-Shiddiqi Putra Talangsari Jember itu juga mengatakan, ketentuan pembatasan semacam itu haruslah dipahami sebagai upaya penanganan pandemi. Bukan lantas dipahami sebagai sebuah larangan seseorang beribadah.
"Kami berharap upaya lahiriah yang sudah dilakukan juga melahirkan upaya batiniah agar pandemi segera berakhir," ungkap Gus Firjaun.
Kumpulan berita Jatim terkini