Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

RS di Jatim Dukung Biaya Tes PCR Jadi Rp 495 Ribu, Minta Distributor Ikut Turunkan Harga Reagen

Rumah sakit di Jawa Timur mendukung kebijakan pemerintah tentang batasan tarif tertinggi pemeriksaan Covid-19 melalui metode Real Time Polymerase Chai

ISTIMEWA/TRIBUNJATIM.COM
ILUSTRASI - Pelaksanaan tes swab PCR kepada awak Suroboyo Bus di Surabaya, 2021. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Koloway

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Rumah sakit di Jawa Timur mendukung kebijakan pemerintah tentang batasan tarif tertinggi pemeriksaan Covid-19 melalui metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Yang mana, harga batas tertinggi untuk Jawa sebesar Rp495 ribu. 

"Prinsipnya, kami siap menjalankan keputusan pemerintah," kata Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jawa Timur dr Dodo Anando, Selasa (17/8/2021). 

Dengan harga yang lebih terjangkau, masyarakat memang akan terbantu.

"Memang, ini akan sekaligus memberikan kemudahan akses bagi masyarakat," katanya. 

Namun, pihaknya menilai kebijakan ini terkesan mendadak. Sebab, banyak RS yang masih memiliki stok PCR dengan harga kit PCR tinggi. 

Berdasarkan harga dari kit dari distributor saat ini, biaya PCR idealnya diangka Rp750 ribu.

"Nah, ketika harga tertinggi ditetapkan lebih rendah, maka RS yang harus menanggung bebannya," katanya. 

Selain harga kit dari distributor yang masih tinggi, RS juga masih menanggung beban biaya lainnya.

Di antaranya, biaya perawatan alat, pengadaan alat pelindung diri (APD) bagi petugas, hingga gaji tenaga kesehatan, termasuk swaber. 

"Sedangkan untuk biaya Rp495 ribu ini sudah untuk semua. Jadi, yang ketiban sampur adalah RS," ini. 

Apabila harga dari distributor masih tinggi, dokter Dodo khawatir RS akan memilih meniadakan pelayanan swab PCR. Sehingga, pelayanan PCR bisa menjadi langka. 

Ia mencontohkan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) obat terapi Covid-19 pada Juli lalu yang lebih rendah dibanding harga dari distributor. Kebijakan tersebut sempat membuat obat langka, bahkan di tingkat distributor. 

Untuk mengantisipasi hal ini, pihaknya berharap Kementerian Kesehatan melakukan intervensi. Di antaranya, ikut menekan harga dari distributor. 

"Harga di tingkat distributor harus dijaga oleh Kemenkes. Kalau dari distributornya, bisa di angka Rp250-300 ribu, maka sisa biaya yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat bisa kami gunakan juga untuk biaya penunjang lainnya," katanya. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved