Berita Trenggalek
Hilangkan Trauma Korban Pencabulan Guru di Ponpes Trenggalek, Dinsos Terjunkan Konselor dan Psikolog
Dinsos Trenggalek menerjunkan tim konselor dan psikolog untuk pemulihan trauma korban pencabulan guru di ponpes.
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Aflahul Abidin
TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Puluhan korban pencabulan guru di pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, mendapatkan pendampingan untuk memulihkan rasa trauma.
Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Trenggalek menurunkan tim khusus.
Sang guru berinisial SMT (34) kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Trenggalek.
Sementara sebagian korban para santri putri yang berjumlah 34, masih menempuh pendidikan dan bermukim di lingkungan ponpes.
Kepala Bidang PPPA Dinsos Kabupaten Trenggalek, Christina Ambarwati mengatakan, pihaknya telah menerjunkan tim ke ponpes untuk memulai upaya pemulihan trauma, serta pendampingan bagi para korban yang ada di sana.
“Sementara yang kami turunkan adalah para konselor yang kami miliki. Dan pada minggu berikutnya kami juga akan mendatangkan psikolog klinis untuk membantu mengatasi trauma yang diakibatkan oleh kekerasan seksual yang dilakukan pelaku,” kata Christina, Sabtu (25/9/2021).
Berdasarkan informasi sementara yang ia terima, para korban kini mengalami trauma dengan tingkatan yang berbeda-beda. Keberadaan mereka yang saat ini masih bermukim di ponpes memungkinkan mereka merasa tidak nyaman.
“Tapi kami dari Dinsos akan memastikan agar para santri dan anak-anak itu tetap mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak pendidikan mereka,” sambung dia.
Pendampingan dari Dinsos terutama dilakukan agar para korban tidak merasa terintimidasi di tempat mereka bermukim sekarang. Apalagi, istri dari tersangka juga diketahui mengajar di lingkungan ponpes yang sama.
Baca juga: Pengajar Ponpes di Trenggalek Cabuli 34 Santriwati, Pria Beristri Ini Lakukan Aksi Bejat Sejak 2019
Christina mengatakan, pendampingan dari Dinsos akan diberikan sampai trauma yang dialami para korban benar-benar hilang.
“Sehingga mereka tidak merasa terintimidasi dengan situasi di ponpes dan yang membuat mereka mengalami trauma lebih dalam. Kami akan mendampingi sampai mereka mampu melaksanakan fungsi sosial secara normal,” sambungya.
Diberitakan sebelumnya, aksi bejat dilakukan oleh seorang pengajar di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Trenggalek.
Pria berinsial SMT (34), warga Desa/Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek itu mencabuli puluhan santri di ponpes tempat ia mengajar.
Pria beristri itu mengakui telah mencabuli sebanyak 34 santri yang belajar di sekolahan jenjang setingkat SMA di yayasan ponpes itu.
Ironisnya, pencabulan itu sudah berlangsung selama 3 tahun terakhir atau mulai tahun 2019. Kini, SMT sudah ditangkap dan ditahan di Mapolres Trenggalek.
Kasat Reskrim Polres Trenggalek, AKP Arief Rizki Wicaksana menjelaskan, tersangka mengajar di ponpes itu mulai tahun 2017.
Kasus ini terungkap setelah salah seorang korban bercerita kepada orang tuanya tentang pencabulan yang dilakukan oleh sang guru kepadanya.
“Jadi cerita awalnya, tersangka ini diberhentikan (sebagai pengajar) dari pondok. Kemudian orang tua salah satu korban menanyakan kepada anaknya soal sang pengajar. Kemudian korban ini bercerita. Dari sini awal mula kasus terungkap,” kata Arief.
SMT mengaku, motif pencabulan itu berlatar belakang hubungan yang tidak harmonis antara ia dan istrinya.
Tersangka dijerat dengan pasal 76e jo pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (4) UU RI 17/2016 tentang penetapan Perppu 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU RI 23/2002 tentang perlindungan anak.
SMT diancam dengan hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp 5 miliar.
Karena tersangka adalah guru dan korbannya lebih dari satu orang, hukuman pidana ditambah 1/3 dari ancaman.