Berita Surabaya
Polda Jatim Siapkan Tim Khusus Antisipasi Penyusup Dalam Demonstrasi Buruh, Begini Cara Kerjanya
Polda Jatim telah menyiapkan tim khusus untuk mengantisipasi potensi gangguan yang bersumber dari elemen massa di luar kelompok buruh, dalam demonstra
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Polda Jatim telah menyiapkan tim khusus untuk mengantisipasi potensi gangguan yang bersumber dari elemen massa di luar kelompok buruh, dalam demonstrasi pada Kamis (24/11/2021).
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan, tim khusus itu bertugas memisahkan sekaligus berkoordinasi dengan koordinator aksi.
Termasuk, bertugas untuk pengawalan dan pengamanan tempat obyek vital. Salah satunya, juga melaksanakan patroli ke lokasi perusahaan.
"Kami menyiapkan tim khusus yang memantau kelompok-kelompok di luar buruh yang akan berdemo, nantinya kita akan pisahkan, dengan melakukan koordinasi dengan korlapnya dan pengamanan obyek vital serta patroli ke perusahaan," ujar Gatot pada awak media Rabu (24/11/2021) malam.
Baca juga: 3.200 Pasukan Gabungan Bakal Kawal Jalannya Demonstrasi Buruh, Ada Rekayasa Lalu Lintas
Gatot juga mengimbau kepada peserta demo untuk melaksanakan kegiatannya dengan tertib dan tidak melakukan kegiatan yang dapat merugikan masyarakat umum, khususnya warga Surabaya.
"Kami berharap demo yang dilakukan oleh para buruh ini bisa berjalan dengan aman dan tertib. Selain itu diharapkan peserta demo juga tidak melakukan kegiatan yang dapat merugikan masyarakat Surabaya dalam beraktivitas," jelasnya.
Sementara itu, sejumlah 3.200 orang personil gabungan dari TNI-Polri dan Satpol PP disiapkan untuk mengawal jalannya rentetan aksi demonstrasi buruh yang dimulai Kamis (25/11/2021).
Baca juga: Meme Poster Lucu Saat Aksi Buruh di Tuban, Sindir Bupati yang Masih Jomblo hingga Harga Chip
Gatot menerangkan ribuan orang personel gabungan tersebut disiagakan untuk mengawal jalannya aksi demonstrasi buruh.
Demonstrasi yang berlangsung itu menyikapi kebijakan UMK tersebut, kabarnya akan diikuti oleh ribuan orang buruh dari berbagai daerah di Jatim.
Di antaranya, Sidoarjo, Gresik, Malang, Pasuruan, Jember dan Surabaya.
"Para buruh yang bergabung dari berbagai organisasi tersebut dijadwalkan berkumpul di frontage road Jalan Ahmad Yani," pungkasnya.
Sebelumnya, sejumlah federasi buruh yang tergabung dalam Gabungan Aliansi Serikat Pekerja (Gasper) Jawa Timur, melakukan persiapan aksi unjuk rasa besar selama empat hari.
Demonstrasi tersebut direncanakan bakal dimulai Kamis (25/11/2021), kemudian berlanjut pada Jumat (26/11/2021).
Lalu, dilanjutkan kembali pada Senin (29/11/2021) hingga Selasa (30/11/2021).
Demonstrasi tersebut merupakan bentuk representasi sikap kekecewaan pekerja Jatim, terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) di Jatim, tahun 2022.
Juru Bicara Gasper Jatim Jazuli, mengatakan, unjuk rasa itu akan menyasar dua titik di Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Gedung Negara Grahadi.
"Kami akan menuntut kebijakan pemerintah menetapkan upah seadil adilnya, tidak menetapkan upah secara sepihak, tanpa memperhitungkan atau mempertimbangkan apa yang menjadi usulan kami," ujarnya dalam konferensi pers di Sidoarjo, Rabu (24/11/2021).
Ia menambahkan, pihaknya sebelumnya sudah melakukan diskusi dengan gubernur yang difasilitasi oleh Kapolda dan Pangdam.
Hal tersebut membuktikan buruh bukan hanya gemar aksi atau senang demonstrasi.
Tapi, jikalau memang setiap agenda pertemuan atau audiensi tidak ada titik temu, ungkap Jazuli, maka aksi jadi pilihan terakhir.
"Kenaikan 13 persen didasarkan pada aturan. Pertama memang undang undang menjelaskan kenaikan upah buruh didasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi," jelasnya.
"Dari tahun 2021 kenaikan 7,01 persen dan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sekitar 5 persen, artinya mencapai 13 persen. Sementara pemerintah menaikan 1 persen, ini tidak adil karena yang digunakan pemerintah adalah pertumbuhan ekonomi tahun-tahun sebelumnya. Jadi tidak bisa digunakan untuk kebutuhan hidup pada tahun depan," lanjutnya.
Menurutnya, gubernur jelas tunduk pada peraturan pemerintah pusat. Padahal secara realitas, kalau dirupiahkan menjadi Rp 700 perak. Baginya, tidak setara dengan jam kerja buruh selama 45 jam selama satu minggu.
"Sebagai pemimpin yang baik wajib memperhatikan aspirasi masyarakat bukan hanya kepada perintah atasan," pungkas Jazuli.