Berita Mojokerto
Menilik Taman Ghanjaran, Wujudkan Petani Berdikari dengan Gotong Royong Investasi
Gelak tawa riang anak-anak bersahutan, semilir angin sejuk berhembus di bawah cerahnya langit Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Januar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra
TRIBUNJATIM.COM, MOJOKERTO - Gelak tawa riang anak-anak bersahutan, semilir angin sejuk berhembus di bawah cerahnya langit Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.
Masing-masing anak terlihat sibuk memilih wahana permainan favoritnya, ada juga yang ketagihan merengek ke orang tuanya ingin merasakan lagi wahana yang baru saja dinaiki.
Usai bermain, mereka bisa menikmati susu segar, kentang goreng, atau belanja suvenir yang semuanya merupakan produksi asli masyarakat Desa Ketapanrame.
Begitulah potret Taman Ghanjaran, taman dengan 13 wahana yang berdiri di atas Tanah Kas Desa Ketapanrame seluas dua hektare.
Hebatnya, apa yang ada di Taman Ghanjaran 100 persen melibatkan masyarakat Desa Ketapanrame.

Baca juga: Intip Kerennya Monumen Pesawat MiG 17 Fresco Berdiri di Komplek Monumen Bhakti Dirgantara Malang
Mulai dari penjual yang mengisi lapak dan kios oleh-oleh, pegawai wahana, hingga pengelola Taman Ghanjaran pun adalah masyarakat desa setempat.
Bahkan, wahana permainan senilai Rp 3,8 miliar tersebut adalah milik warga Desa Ketapanrame hasil gotong royong dalam bentuk investasi.
Berdirinya Taman Ghanjaran ini seolah menjadi oase harapan baru bagi masyarakat Desa Ketapanrame untuk menambah pendapatan selain bertani di ladang.
Kepala Desa Ketapanrame Zainul Arifin menuturkan, berdirinya Taman Ghanjaran bermula dari rembuk perangkat desa yang melihat keberadaan tanah kas desa yang kurang produktif.
Desa Ketapanrame mempunyai tanah kas desa seluas 10 hektar yang tersebar di tiga dusun yaitu Dusun Slepi, Dusun Sukorame, dan Dusun Ketapanrame.
"Tanah kas desa ini kurang produktif karena masih dimanfaatkan di bidang pertanian. Biasanya ditanami jagung, rumput gajah, dan padi," ucap Zainul, Sabtu (25/12/2021).
Jika dihitung, pengelolaan tanah kas desa tersebut hanya menghasilkan Rp 30 juta pertahunnya.
*Konsep Desa Wisata*
Pada tahun 2010, Pemerintah Desa Ketapanrame pun mulai berpikir untuk menarik sebagian tanah tersebut dari perangkat desa untuk dikelola oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa).