Berita Surabaya
Isu Covid 19 Dimanfaatkan Pasutri di Surabaya Untuk Lakukan Dugaan Penipuan Alat Kesehatan
Aksi penipuan memanfaatkan situasi pandemi terjadi di Surabaya. Penipu menawarkan kerjasama investasi alat kesehatan di tengah kebutuhan yang
Penulis: Firman Rachmanudin | Editor: Januar
Laporan wartawan Tribun Jatim Network, Firman Rachmanudin
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Aksi penipuan memanfaatkan situasi pandemi terjadi di Surabaya.
Penipu menawarkan kerjasama investasi alat kesehatan di tengah kebutuhan yang meningkat saat pandemi.
Di antara alat kesehatan yang ditawarkan adalah, alat suntik, APD dan oksigen.
Setidaknya,lima orang korban melaporkan kejadian itu ke Mapolrestabes Surabaya, Jumat (25/2/2022).
Steve (55) warga Surabaya menjadi salah satu dari lima pelapor yang merasa dirugikan oleh pasangan suami istri berinisial HGN dan GVH warga Surabaya.
Baca juga: Bekuk Lima Kurir Jaringan Lapas, Satresnarkoba Polrestabes Surabaya Amankan 46 Kilogram Sabu
Steve menceritakan mulanya tertarik pada investasi alat kesehatan yang ditawarkan oleh terlapor usai diyakinkan.
Bukan cuma itu, terlapor juga kerap melakukan flexing aset mewah yang diunggah melalui sosial media hingga membuat para korban yakin.
"Awalnya kami belum yakin sepenuhnya. Namun kemudian melihat perkembangan terlapor dari sisi finansial cukup signifikan,akhirnya kami mencoba menanggapi tawarannya," kata Steve, Rabu (2/3/2022).
Singkat cerita, Steve menginvestasikan uangnya total sebesar 200 juta rupiah secara berkala kepada terlapor.
Terlapor menjanjikan keuntungan 10 persen per dua minggu kepada para korban.
"Awal memang diberikan (keuntungan), hanya beberapa kali saja. salah satu yang membuat kami yakin juga ada SPK (Surat Perintah Kerja). Nah saya investasi Juli 2021,lalu pada Nopember ini tidak ada lagi yang diberikan. Termasuk uang saya juga tidak dikembalikan. Saat ditanya terlapor ini berkelit," imbuhnya.
Saat gagal bayar, beberapa korban mulai curiga. Mereka lalu mencoba menelusuri SPK yang ditunjukkan oleh terlapor.
Beberapa SPK itu menunjukkan kerjasama antara terlapor dengan beberapa rumah sakit yang tersebar.
"Saat dicek, ternyata rumah sakit yang dicatut namanya itu tidak pernah menerbitkan SPK ke terlapor. Jadi indikasinya SPK itu fiktif dan palsu," terangnya.