Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Terus Gaungkan Kinerja Legislasi DPR Harus Berkualitas, Puan Dapat Respons dari Pengamat

Puan meminta agar tolok ukur program legislasi yang dirumuskan Anggota DPR tidak berdasarkan kuantitas UU yang dihasilkan, tapi kualitas.

Penulis: And | Editor: MGWR
DOK. Humas DPR RI
Ketua DPR RI Puan Maharani 

TRIBUNJATIM.COM - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Puan Maharani meminta kepada para anggota DPR untuk membuat tolak ukur program legislasi yang dirumuskan harus berdasarkan dari kualitas, bukan kuantitasnya.

Hal tersebut terus Puan gaungkan sejak dirinya dilantik menjadi Ketua DPR RI pada Oktober 2019.

“Membuat UU itu tidak bisa sembarang. Tidak bisa sekadar memasang target jumlah 100 atau 200 UU,” kata Puan dalam siaran pers resminya, Jumat (28/4/2022)

Jauh lebih penting daripada itu, lanjut dia, pembuatan UU dibahas dengan mekanisme yang benar serta memberikan manfaat besar untuk masyarakat.

Menanggapi pernyataan Puan Maharani, Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti memberikan apresiasi terhadap prinsip tersebut karena sesuai dengan yang diharapkan.

Menurutnya, pernyataan Puan itu sebagai autokritik atas institusi DPR.

Apabila sebagai autokritik, Ray mengungkapkan, Ketua DPR RI wanita pertama itu harus bisa memastikan pembuatan UU yang bermutu secara kualitas, prosedural, dan kuantitas.

Pembuatan UU yang bermutu itu, sebut dia, adalah yang harus menjadi fokus utama Puan ke depan.

“Apakah pernyataan itu semacam autokritik sebagai strategi Puan mengembangkan peran dewan di masa akan datang, dengan membenahi tiga persoalan dalam legislasi ini atau apa. Kita tunggu realisasinya," jelas Ray.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani telah mengesahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada Kamis (14/4/2022).

Pengesahan UU TPKS itu mendapat apresiasi positif dari banyak kalangan dan dinilai sebagai salah satu keberhasilan DPR dalam menggodok undang-undang.

Dari langkah berani tersebut, Ray menilai, pernyataan Puan juga tidak bisa dialamatkan secara sempit pada UU TPKS.

"Kalau untuk itu saja, ya menurut saya sangat sempit. Seharusnya untuk keseluruhan produk undang-undang di DPR," ujarnya.

Puan harus punya sikap dan respons sama pada sejumlah RUU

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengungkapkan bahwa Puan seharusnya punya sikap dan respons yang sama pada sejumlah rancangan undang-undang (RUU).

Apalagi, kata dia, pada RUU yang sejak lama sudah ditunggu-tunggu publik, bukan hanya UU TPKS.

"UU TPKS tentu sangat penting. Akan tetapi RUU yang dibutuhkan publik itu tidak hanya RUU TPKS. Masih ada RUU Perlindungan Data Pribadi dan RUU Penanggulangan Bencana,” jelas Lucius.

Oleh karena itu, ia meminta agar penghormatan terhadap rakyat tidak dengan pilih-pilih. Semua yang jelas dibutuhkan harus bisa dikerjakan tepat waktu oleh DPR.

Lebih lanjut, Lucius mengatakan, pengesahan RUU TPKS akan sangat diapresiasi jika maksudnya bisa menjawab aspirasi dan kebutuhan hukum publik terkait penegakan kasus kekerasan seksual.

Meski demikian, sebut dia, hal itu tidak berarti dalam proses RUU TPKS hingga pengesahan menjadi UU TPKS tanpa kekurangan. Sebab itu, peran publik sangat penting dalam pengesahan RUU TPKS.

Apabila publik tidak terus-menerus menekan DPR untuk segera mengesahkan RUU TPKS, mungkin sampai sekarang undang-undang ini tidak juga tuntas dibahas.

Lucius menambahkan bahwa Puan tak cukup berperan dalam UU TPKS. Sebaliknya, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini terlihat baru mulai sangat peduli pada fase akhir.

"Tentu saja ia sebagai Ketua DPR punya kuasa yang besar untuk mendorong proses pengesahan secara cepat kalau kemauan politik itu memang tulus,” ujarnya.

Akan tetapi, Lucius melihat respons Puan lebih nampak sebagai langkah politik dengan memanfaatkan RUU TPKS yang memang ditunggu-tunggu publik.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved