Kisah Para Wali
Pantas Bergelar Raja Para Wali, Syekh Abdul Qadir Jailani Punya Banyak Kelebihan: Ribuan Orang Tobat
Sosok Syekh Abdul Qodir Jailani merupakan ulama besar yang menyandang gelar sulthanul auliya (raja para wali).
TRIBUNJATIM.COM - Sosok Syekh Abdul Qodir Jailani merupakan ulama besar pada zamannya.
Beliau merupakan ulama besar yang menyandang gelar sulthanul auliya (raja para wali).
Syekh Abdul Qadir Jailani merupakan sosok tasawuf sang pembaru dengan karomahnya sejak kecil.
Banyak ulama besar di dunia yang mengakui maqom kewaliannya.
Ulama Persia yang sangat dihormati oleh mayoritas umat muslim di India dan Pakistan ini disebut sebagai wali yang mempunyai banyak kelebihan.
Ia pun mendapat banyak julukan, seperti penghidup agama dan Ghaus-e-Azam atau orang suci terbesar dalam Islam.

Selain itu, Syekh Abdul Qadir Jailani dikenal sebagai ulama bermadzab Hambali dan pedakwah ulung yang mendirikan Tarekat Qadiriyah.
Kehidupan awal
Para sejarawan berbeda pendapat terkait hari kelahiran Syekh Abdul Qadir Jailani lahir.
Ada yang berpendapat pada 1 Ramadan, ada pula yang meyakini pada 2 Ramadan.
Umumnya, para sejarawan sepakat bahwa Syekh Abdul Qadir Jailani lahir pada 2 Ramadhan 470 H atau 18 Maret 1077 di Kota Na'if, yang berada di selatan Laut Kaspia, Iran.
Apabila ditelusuri silsilahnya, Syekh Abdul Qadir Jailani adalah keturunan Hasan bin Ali bin Abu Tholib, menantu Nabi Muhammad SAW, dari garis ayahnya.
Sedangkan dari garis ibu, silsilahnya sampai kepada Nabi Ibrahim melalui kakek Nabi Muhammad, Abdul Muthalib.
Pada saat remaja, Syekh Abdul Qadir Jailani pernah ditolak untuk belajar di Madrasah Nizhamiyah pimpinan Ahmad al-Ghazali.
Ia kemudian belajar kepada beberapa ulama, seperti Abu Sa'ad al Muharrimiseim, Ibnu Aqil, Abul Khatthat, dan Abul Husein al Farra di Bagdad.
Di bawah bimbingan ulama-ulama tersebut, dalam waktu singkat, Abdul Qadir Jailani mampu mengusai ilmu-ilmu keislaman dan ilmu fikih.
Berkat kemampuannya, Ulama Abu Sa'ad al Mukharrimi menyerahkan pengelolaan madrasah di daerah Babul Azaj kepadanya.
Ketika mengelola madrasah, Syekh Abdul Qadir Jailani mampu meyakinkan orang-orang sekitar untuk belajar keislaman hingga madrasahnya penuh.
Jalan dakwah
Selama mengelola madrasah, Syekh Abdul Qadir Jailani adalah seorang ulama yang zuhud (melawan hawa nafsu dengan sungguh-sungguh).
Ia memiliki sebuah majelis kajian yang selalu sesak dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai kalangan.
Bahkan, majelisnya tersebut didatangi oleh kalangan Kristen, Yahudi, mantan pembunuh dan perampok, serta penjahat lainnnya.
Berkat keteguhannya menjalankan syariat dan luasnya keilmuan Syekh Abdul Qadir Jailani, ia diriwayatkan mampu menyadarkan ribuan orang yang menyimpang alias bertaubat.
Ia juga mampu mengubah pola pikir masyarakat hingga mengislamkan sejumlah umat Nasrani dan Yahudi.
Selain itu, kedekatan Syekh Abdul Qadir Jailani kepada tetangga, fakir miskin, dan sangat memperhatikan anak-anak dan orang tua menjadikan ia memiliki banyak pengikut.
Kesederhanaan dan sikap rendah hati dalam menjalankan syariat Islam serta mengamalkan ilmunya menjadikan Syekh Abdul Qadir Jailani sebagai ulama yang sangat dihormati.
Tidak hanya itu, ia merupakan ulama fikih yang kedudukannya dianggap wali dalam dunia tarekat dan sufisme.
Tarekat Qadiriyah
Syekh Abdul Qadir Jailani kemudian mendirikan Tarekat Qadiriyah, yang berkembang di Persia, seperti Irak, Iran, dan Suriah.
Perkembangannya sangat pesat dan cepat, karena ia memiliki banyak jemaah dan pengikut.
Bahkan Tarekat Qadiriyah mampu berkembang di Yaman, Turki, Mesir, India, dan Afrika.
Meski berkembang sejak abad ke-13, Tarekat Qadiriyah baru benar-benar dikenal di dunia pada abad ke-15.
Setelah mengabdikan seluruh hidupnya untuk Islam, Syekh Abdul Qadir Jailani meninggal dunia pada 561 H atau 1166 di Bagdad, Irak.
Referensi: Al-Kailani, Abdul Razzaq. (2009). Syaikh Abdul Qadir Jailani: Guru Para Pencari Tuhan. Bandung: Penerbit Mizania.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Ikuti berita seputar kisah para wali