Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kilas Balik

Nasib Teman Kos Soekarno, Ditembak Mati di Toilet, Terlibat Pemberontakan PKI Madiun, Mayat Dibakar

Tak hanya G30S PKI di Jakarta pada tahun 1965, konflik PKI juga pernah pecah di Madiun pada tahun 1948 yang dipimpin oleh tokoh PKI Muso

Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Januar
TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra
Monumen Kresek di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Kamis (29/9/2022). Di monumen tersebut, terdapat patung tokoh PKI yaitu Muso yang tampak akan mengeksekusi Kiai Husen, tokoh agama sekaligus anggota DPRD Kabupaten Madiun. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra

TRIBUNJATIM.COM, MADIUN - Tak hanya G30S/ PKI di Jakarta pada tahun 1965, konflik PKI juga pernah pecah di Madiun pada tahun 1948 yang dipimpin oleh tokoh PKI (Partai Komunis Indonesia) Muso.

Satu di antara bukti sejarah adanya konflik tersebut adalah Monumen Kresek yang berdiri di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun.

Semua bermula dari kepulangan Muso dari Uni Soviet pada bulan Agustus 1948.

"Di Uni Soviet Muso belajar revolusi, ia pulang ke Indonesia menggunakan pesawat dan mendarat di Tulungagung," kata pengamat sejarah, Ketua Historia van Madioen, Septian Dwita Kharisma, Jumat (30/9/2022).

Muso langsung bertolak menuju ibukota negara, Yogyakarta. Ia bertemu dengan petinggi negara termasuk Presiden Soekarno yang tak lain teman se-kosan, saat sama-sama menjadi murid HOS Cokroaminoto di Peneleh, Surabaya.

"Sesampainya di Indonesia, Muso mengkonsolidasi kekuatan kiri dan perlahan ingin membangkitkan kembali PKI," lanjutnya.

Saat itu, Muso melihat ada partai politik 'sayap kiri' yang lebih besar dibandingkan PKI yaitu Partai Sosialis di bawah naungan Amir Syarifuddin yang saat itu menjabat sebagai Menteri Penerangan, lalu mendapatkan kepercayaan menjadi Menteri Pertahanan sekaligus Perdana Menteri.

Soekarno melengserkan Amir Syarifuddin dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri pada Januari 1948 dan digantikan Mohammad Hatta.

Baca juga: Tokoh Sentral dan Gerakannya Sebelum Muso Datang Memimpin Pemberontakan PKI Madiun 1948

"Pada bulan Februari 1948, Amir Syarifuddin membuat Front Demokrasi Rakyat (FDR) di Surakarta yang merupakan koalisi Partai Buruh Indonesia, Partai Sosialis, dan PKI," lanjutnya.

Saat itu FDR tidak mendapatkan jabatan apapun di kabinet. FDR menolak tawaran jabatan menteri tenaga kerja namun ditolak karena dirasa tidak strategis.

"Kaum kiri mulai melakukan oposisi di luar parlemen, ini yang menjadi awal mula konflik," kata Septian.

Muso yang melihat kelompok kiri tidak mendapatkan kedudukan di kabinet perlahan-lahan mulai mengambil alih komando kelompok kiri.

"Muso juga bilang di kongres bahwa apa yang dilakukan Amir Syarifuddin adalah kesalahan yang fatal," jelasnya.

Setelah itu Muso memaksa Amir Syarifuddin membubarkan FDR dan menawarkan untuk melebur ke PKI.

"Beberapa petinggi partai lain setuju, sehingga PKI mulai menjadi bintang utama revolusi," kata Septian.

Muso lalu gencar mengkampanyekan program partai untuk melakukan konsolidasi di beberapa daerah.

Di tengah safari di berbagai daerah itu, pada 18 September 1948, Muso mendengar ada suara kekecewaan kepada pemerintah di Madiun.

Banyak laskar rakyat yang kecewa dengan program pemerintah yang melakukan Reorganisasi Kemiliteran.

"Saat itu Bung Hatta melihat jumlah prajurit tentara yang terlalu banyak sehingga membebani anggaran negara," ucapnya.

Untuk itu negara melakukan penyortiran. Beberapa laskar yang sesuai kompetensi tetap menjadi tentara, sedangkan yang lain dikeluarkan.

"Muso yang sampai di Madiun kaget karena ada kekuatan besar yang melakukan pemberontakan dan berhasil menduduki markas-markas militer," lanjutnya.

Muso lalu mengambil alih pimpinan dan membangun Front Nasional Daerah Madiun atau banyak orang menyebutnya Negara 'Soviet' Madiun.

"Pada tanggal 18 hingga 26 September 1948 pasukan Muso menguasai Madiun Raya menggunakan kekuatan militer dengan bantuan sejumlah tokoh mulai dari Amir Syarifuddin, dan perwira militer seperti Sumarsono, Joko Suyono dan lainnya," ucapnya.

Melihat hal tersebut, pada tanggal 30 September pasukan tentara nasional mulai turun untuk menyelesaikan kekacauan di Madiun.

Madiun dikepung oleh Divisi Siliwangi dari barat dan Divis Sungkono dari timur.

"PKI mulai kabur, Muso, Amir Syarifuddin, dan lainnya lari ke Kresek membawa harta sekaligus membawa tawanan termasuk Kolonel Marhadi dan Kiai Husen yang akhirnya dibantai di Kresek," jelas Septian.

Karena semakin terjepit, para pentolan PKI terus naik ke Pegunungan Wilis menuju selatan ke arah Ponorogo.

"Muso akhirnya ditemukan di Ponorogo pada tanggal 31 Oktober 1948. Ia ditembak di toilet rumah warga lalu diautopsi di rumah sakit. Setelah itu mayatnya dibakar di Alun-alun Ponorogo," ucap jelas Septian.

Sedangkan Amir Syarifuddin baru bisa ditangkap pada bulan Desember. Ia dieksekusi dan dimakamkan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved