Tragedi Arema vs Persebaya
INILAH Dua Sosok yang Perintahkan Luncurkan Gas Air Mata di Kanjuruhan, Profil Aparat Serta Jabatan
Inilah dua sosok yang perintahkan peluncuran gas air mata di tribune Stadion Kanjuruhan, simak profil lengkapnya
Penulis: Ignatia | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM - Inilah dua sosok perintahkan luncurkan gas air mata ke arah tribune di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Jawa Timur.
Tragedi kematian 125 orang penonton di laga Arema FC vs Persebaya menyisakan duka mendalam.
Kapolri Listyo Sigit menyampaikan laporan siapa yang akhirnya menjadi tersangka atas tragedi nahas yang terjadi.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi mengumumkan enam tersangka kasus Tragedi Kanjuruhan Malang, dalam konferensi pers yang digelar Kamis (6/10/2022) malam WIB, di Mapolres Malang .
Dari enam tersangka itu, ada dua orang polisi yang diduga memerintahkan peluncuran gas air mata ke arah tribune.
Baca juga: Nasib Korban Tragedi Kanjuruhan, Mata Bengkak Parah: Kehitaman, Gas Air Mata sempat Dikira Mercon
Dari enam tersangka tragedi Kanjuruhan, tiga orang di antaranya merupakan pihak penyelenggaraan pertandingan dan liga sepak bola Indonesia.
Sedangkan, tiga orang lainnya, merupakan anggota kepolisian yang berdinas di Mapolda Jatim dan Mapolres Malang Polda Jatim.
Mereka, lanjut Sigit, diduga melanggar Pasal 359 dan 360 KUHP tentang menyebabkan orang mati ataupun luka-luka berat karena kealpaan, dan Pasal 103 ayat 1 Jo pasal 52 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2022 tentang keolahragaan.
Dua sosok yang memiliki otoritas memerintahkan anggota untuk menembak gas air mata itupun kini telah jadi tersangka.
Menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, keduanya diduga yang memberikan perintah untuk melakukan penembakan gas air mata ke arah tribun penonton hingga di lapangan .
"Yang bersangkutan memerintahkan anggotanya untuk menyerang penembakan gas air mata," jelas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, diberitakan Tribunnews sebelumnya.
Berikut dua sosok polisi jadi tersangka yang dimaksud:
Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kabag Ops Polres Malang
Kompol Wahyu Setyo Pranoto menjadi tersangka, karena diduga mengetahui adanya peraturan pelarangan penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Namun, dalam konteks pengamanan pada Sabtu (1/10/2022) kemarin. Tidak melakukan pengecekan terhadap personel, sehingga penggunaan gas air mata masih diberlakukan dalam mengendalikan massa di dalam stadion.
"Dia mengetahui adanya aturan FIFA tentang pelarangan penggunaan gas air mata, tapi dia tidak mencegah atau melarang pemakaian gas air mata pada saat pengamanan. Dan tidak melakukan pengecekan terhadap kelengkapan personel," kata mantan Kapoda Banten itu.
TSA atau AKP Bambang Sidik, Kasat Samapta Polres Malang
"Pasal sangkaan (pada H dan TSA) sama Pasal 359 dan 360. Dan juga pasal 103 Jo pasal 52 undang-undang RI Nomor 11 tahun 2002 tentang keolahragaan. Mereka memerintahkan anggotanya penembakan gas air mata," pungkasnya.
H sendiri adalah Komandan Kompi Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman.
Saat itu, keduanya memberikan instruksi mengenai penggunaan gas air mata kepada 11 anggotanya.
Setelah itu, kesebelas anggota polisi tersebut meluncurkan 11 tembakkan gas air mata sesuai dengan instruksi.
Terdapat 7 tembakan gas air mata yang diarahkan ke tribun selatan.
Kemudian 1 tembakan gas air mata mengarah ke tribun utara dan sebanyak 3 tembakan mengarah ke lapangan.
Sementara itu, tidak hanya dua anggota polisi di atas yang menjadi tersangka.

Baca juga: Inilah DAFTAR LENGKAP dan SOSOK 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan Usai Laga Arema FC vs Persebaya
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Pranowo menambahkan satu tersangka lainnya adalah Kepala Bagian Operasional Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Menurut Jenderal Listyo Sigit Pranowo, Kompol Wahyu Setyo Pranoto saat itu mengetahui adanya larangan penggunaan gas air mata dalam pengendalian massa di stadion.
Walaupun mengetahui larangan tersebut, Kompol Wahyu Setyo Pranoto tidak melakukan pencegahan terhadap penembakan gas air mata yang dilakukan oleh anggotanya.
"Yang bersangkutan mengetahui tentang adanya aturan FIFA tentang penggunaan gas air mata."
"Namun yang bersangkutan tidak mencegah atau melarang pemakaian gas air mata pada saat pengamanan."
"Tidak melakukan pengecekan langsung terkait dengan perlengkapan yang dibawa personel," kata Listyo.
Baca juga: Pasca Tragedi Kanjuruhan, Polisi Akan Keluarkan Perkap, Antisipasi Keamanan dan Penyelenggaran Bola
Sementara itu ada pula empat tersangka lain yang telah ditentukan jadi tersangka.
1. AHL alias Akhmad Hadian Lukita Direktur Utama PT LIB
Akhmad Hadian Lukita ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap bertanggungjawab untuk memastikan setiap stadion memiliki sertifikat layak fungsi .
Saat memilih lokasi Stadion Kanjuruhan Malang sebagai lokasi Derbi Sepak Bola tersebut, AHL diduga tidak mengeluarkan sertifikasi layak fungsi stadion tahun 2022.
Namun, mengandalkan, hasil sertifikasi layak fungsi stadion yang dikeluarkan terakhir pada tahun 2020 silam.
Bahkan, lanjut Sigit, tanpa adanya perbaikan hasil rekomendasi evaluasi pada hasil surat sertifikasi layak fungsi, dua tahun lalu.
"Namun pada saat menunjuk stadion (Kanjuruhan), PT LIB, persyaratan layak fungsinya belum dicukupi dan menggunakan hasil verifikasi tahun 2020," ujarnya di Mapolres Malang, Kamis (6/10/2022).
2. AH atau Abdul Haris, Ketua Panpel
AH diduga tidak membuat peraturan mengenai regulasi keamanan dan keselamatan penonton seusai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai panpel.
"Ditemukan, tidak membuat dokumen keselamatan dan keamanan bagi penonton Stadion, sehingga melanggar pasal 6 no 1 regulasi keselamatan dan keamanan. panbel wajib membuat peraturan keselamatan dan keamanan atau panduan keselamatan dan keamanan," terangnya.
Bahkan, lanjut Sigit, Panpel diduga menjual dan menyediakan tiket sejumlah 42 ribu tiket, melebihi kapasitas dari data tampung stadion yang hanya 38 ribu daya tampung penonton.
"Kemudian mengabaikan permintaan dari keamanan dengan kondisi dan kapasitas stadion yang ada, terjadi penjualan tiket over capacity, seharusnya 38.000 penonton, namun dijual sebesar 42.000 (penonton)," lanjutnya.
3. Suko Sutrisno (SS), Security Officer
SS diduga tidak membuat dokumentasi penilaian resiko. Selain itu, SS juga diduga tidak maksimal menjalankan tugasnya dalam mendayagunakan steward atau petugas penjaga pintu stadion.
Sehingga, ditemukan fakta bahwa sejumlah steward pada pintu stadion 3, 11, 12, 13, dan 14, meninggalkan posisi tempat tugasnya, sebelum semua penonton keluar.
"Di mana steward harus standby di pintu pintu tersebut. Sehingga kemudian bisa dilakukan upaya untuk membuka semaksimal mungkin. karena ditinggal dalam kondisi pintu terbuka masih separuh dan ini yang menyebabkan penonton berdesak-desakan," jelasnya.
Berita lainnya seputar Tragedi Arema vs Persebaya