Berita Jawa Timur
Oknum ASN Grobogan Habiskan Rp3 Miliar Danai Pabrik Uang Palsu: Bisa Cetak Miliaran Rupiah
Oknum ASN berinisial SD (48) asal Grobogan, Jateng, mendanai pabrik pembuatan upal di Jabar, merogoh kocek hingga tiga miliar.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Taufiqur Rohman
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Seorang ASN berinisial SD (48) asal Grobogan, Jateng, yang mendanai pabrik pembuatan upal di Jabar, telah merogoh kocek hingga tiga miliar untuk membeli peralatan pabrik upalnya.
Pembelian mesin cetak lengkap dengan perkakas tambahan dan bahan bakunya produksi upal tersebut ternyata telah dilakukan sejak Januari 2021.
Setelah melakukan persiapan sepanjang tahun tersebut. SD yang mempekerjakan R (37), W (37), S (58), SA (52), S (47), dan FF (37) di dalam rumah produksi upal tersebut mulai mencetak upal selama bulan Maret hingga April 2022.
Kurun waktu dua bulan, sindikat tersebut mampu memproduksi sekitar dua miliar rupiah upal pecahan Rp100 ribu.

Sejumlah Rp1,2 miliar, telah berhasil diedarkan oleh sindikat tersebut di hampir seluruh provinsi Pulau Jawa, mulai Jabar, Jakarta, Jateng, hingga Jatim.
Sedangkan, sekitar Rp800 juta lainnya, belum sempat diedarkan, karena lebih dulu disergap oleh petugas.
Kasat Reskrim Polres Kediri, AKP Rizkika Atmadha Putra mengatakan jumlah uang yang digelontorkan SD sebagai penyandang dana pabrik upal tersebut, merupakan akumulasi dana selama melakukan aktivitas produksi, sejak Januari 2021 hingga Oktober 2022 atau sebelum ditangkap.
"Si PNS, akumulatif Rp3,3 miliar. Secara akumulasi (sejak Januari 2021) sampai tahun 2022 ini, sekitar segitu," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, Minggu (6/11/2022).
Berdasarkan hasil penyidikan terhadap SD. Sejak awal, ASN di Pemkab Grobogan tersebut, sudah merencanakan niatan jahatnya itu untuk memproduksi upal.
"Iya sejak awal memang mereka beli alat cetak itu untuk mencetak uang palsu. Sudah ada niatan seperti itu," katanya.
Modus penjualan upal produk sindikat tersebut dilakukan dengan metode beli putus.
Rizkika menerangkan, anggota sindikat tersebut memanfaatkan sarana layanan pengganda uang yang cenderung bermuatan perklenikan.
Guna menggaet warga untuk menjadi korbannya.
Anggota sindikat tersebut menyebarkan informasi layanan pengganda uang dengan modus tersebut, memanfaatkan media sosial (Medsos).
Tak pelak, ternyata dengan cara itulah, upal buatan pabrik tersebut, sebanyaknya Rp1,2 miliar, bisa terjual dan tersebar di tengah masyarakat.
"Beli putus. Biasanya orang yang menggandakan uang. Iya jadi dia membuka layanan pengganda uang. Iya pakai media sosial untuk gaet orang yang mau gandakan uang. Iya lewat medsos, yang tertarik bisa ketemuan lewat WhatsApp (WA)," ungkapnya.
Namun, sepak terjang sindikat tersebut dalam produksi dan mengedarkan upal tersebut, akhirnya berhenti setelah pihak kepolisian melakukan penyelidikan.
Kejahatan tersebut akhirnya terbongkar, pada Selasa (11/10/2022). Seorang korban upal mengetahui jikalau uang sebanyak empat juta miliknya ternyata palsu, saat disetorkan ke salah satu kantor bank di Kabupaten Kediri.
Saat diusut, korban semula memperoleh uang tersebut dari hasil layanan transaksi penarikan uang tunai yang berlokasi di warung yang memiliki jalinan kerja sama dengan perbankan.
Dan diketahui, ternyata tersangka berinisial M, pemilik warung yang bekerja sama dengan perbankan tersebut, secara sengaja mengganti uang asli layanan tarik tunai tersebut menggunakan upal yang diperolehnya dari sindikat pembuatan upal di Jabar.
"Mau dilaporkan ke bank oleh Brilink. Dia minta transfer uang lewat Brilink yang di desa, mitra usaha, orang yang menjadi mitra usaha BRI menggunakan mesin ADC. Jadi korban mau setor ke Bank BRI, ternyata uang yang diperoleh dari Brilink di desa-desa itu, palsu. Iya uangnya ditukar sama si M," terangnya.
Rizkika mengatakan, produk upal buatan sindikat tersebut, bisa disebut tidak terlalu bagus, bahkan cenderung serampangan dalam proses pembuatannya.
Cukup dengan metode pendeteksi upal sederhana seperti yang telah diedukasikan oleh Pemerintah ataupun Bank Indonesia, melalui iklan layanan masyarakat, sejak bertahun-tahun lalu, menggunakan teknis 3-D; Dilihat, diraba dan diterawang. Upal buatan sindikat tersebut, mudah dikenali.
Apalagi, sindikat tersebut, ternyata diketahui hanya mencetak upal secara khusus bernominal lembaran uang Rp100 ribu.
Sehingga, masyarakat bisa mulai waspada tatkala bertransaksi menggunakan lembaran kertas berwarna merah khas uang Rp100 ribu.
Pastikan, lembaran uang tersebut asli, dengan menggunakan teknik 3-D. Agar jangan sampai kecipratan getah miliaran upal yang terlanjur diedarkan oleh sindikat tersebut sejak awal tahun 2022.
Dari segi tekstur dan ketebalan lembaran saja. Lembaran upal buatan sindikat tersebut, disebut oleh Rizkika terbilang aneh.
Saat dipegang, upal tersebut akan terasa begitu kaku dan permukaannya halus.
Tentu karakteristik tersebut, berbeda dengan ketebalan uang asli, yang kasar pada beberapa bagian, dan tidak terlalu kaku saat lembaran kertasnya digenggam.
Ternyata, bahan baku pembuatan upal yang dilakukan sindikat tersebut menggunakan beberapa jenis kertas, laiknya bahan baku percetakan buku atau majalah. Yakni menggunakan kertas roti dan kertas asturo.
"Tekstur dan ketebalan uangnya itu tegang. Iya lebih keras. Pakai kertas biasa dia, kalau gak salah pakai kertas roti dia. Kayak asturo kayaknya," jelasnya.
Kemudian dari segi pewarnanya. Upal buatan sindikat tersebut, terbilang terlalu terang. Namun lembaran uang tersebut dapat dengan mudah dikenali sebagai upal saat diterawang pada bagian gambar air (watermark) bercorak wajah pahlawan nasional.
Rizkika menyebut, gambarnya tampak pudar. Tak sejelas uang asli. Dan itu menandakan bertapa terbatasnya teknologi dan perkakas alat yang digunakan oleh sindikat tersebut.
"Yang membedakan itu pada watermark uang, gambar WR Soepratman kalau diterawang itu kurang jelas, ngeblur, tapi kalau uang asli tajam gambarnya," ungkapnya.
Apalagi, pada ciri bagian lain, seperti hologram, tali pengaman, dan kode braile yang selalu timbul pada uang kertas asli untuk memudahkan orang tuna netra.
Upal buatan sindikat tersebut, ternyata tidak dapat mencetak sejumlah ciri pada bagian-bagian tersebut secara detail.
Karena, mereka hanya mengandalkan pola pelat besi yang terdapat pada mesin pencetak uang yang mereka miliki.
Dongkolnya lagi, pada bagian benang pengamanan yang pada uang asli pembuatannya akan ditanam dalam lembar kertas uang tersebut.
Upal buatan sindikat ini, malah hanya menempelkan benang yang menyerupai pita tersebut pada permukaan lembaran kertasnya, menggunakan cairan perekat.
"Dia enggak menempelkan benang. Betul, dia mengandalkan pelat yang ada di mesin cetaknya itu. Tapi menggunakan magnet juga untuk menempel pita. Hologramnya itu mengandalkan pelat itu (cetak pelat)," katanya.
Kesebelas tersangka dalam sindikat tersebut, diantaranya sebagai berikut.
1) M (52), ibu rumah tangga, warga Kediri, berperan menyimpan dan pengedar uang rupiah palsu.
2) HFR (38) warga Makassar, Sulsel, berperan menyimpan dan pengedar uang rupiah palsu di wilayah Surakarta.
3) DAN (44) warga Tasikmalaya, Jabar, berperan mengedarkan uang rupiah palsu di wilayah Jakarta Barat.
4) ABS (38) warga Karanganyar, Jateng, berperan mengedarkan uang rupiah palsu di wilayah Kabupaten Karanganyar.
5) R (37) warga Tasikmalaya, Jabar, berperan sebagai pembuat design uang palsu, pembuat rupiah palsu, menyimpan serta pengedar
uang rupiah palsu di Wiliayah Kabupaten Cimahi
6) W (41), petani, warga Pekalongan, Jateng, berperan produksi, menyimpan serta pengedar uang rupiah palsu di wilayah Kabupaten
Bandung Barat.
7) S (58) warga Kota Bogor, berperan memproduksi serta menyimpan uang rupiah palsu di Wilayah Kabupaten Cimahi
8) SA (52) warga Bogor, Jabar, berperan memproduksi serta menyimpan uang rupiah palsu di wilayah Kabupaten Cimahi
9) S (47) warga Batang, Jateng, berperan sebagai produksi serta menyimpan uang rupiah palsu.
10) FF (37) warga Tangerang Selatan, Banten, berperan memproduksi, menyimpan serta pengedar uang rupiah palsu di wilayah Kabupaten Bandung
11) SD (48), seorang ASN, warga Grobogan, Jateng, berperan mendanai untuk pembelian alat-alat mesin cetak serta bahan baku pembuatan
atau produksi uang rupiah palsu.
Akibat perbuatannya, pelaku bakal dikenai Pasal 36 Ayat (1) dan (2) dengan pidana penjara paling lama 10, dan pidana denda paling banyak Rp10 miliar.
Dan Ayat (3) dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp50 miliar, UU RI No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ikuti berita seputar Jawa Timur