Berita Madiun
Kejari Kabupaten Madiun Tetapkan Dua Tersangka Kasus Korupsi Pupuk Subsidi, Penerima Bisa Terseret
Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun telah menetapkan seorang ASN dan ketua koperasi petani sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Januar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra
TRIBUNJATIM.COM, MADIUN - Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun telah menetapkan seorang ASN dan ketua koperasi petani sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi penyaluran pupuk bersubsidi subsektor perkebunan tebu di Kabupaten Madiun tahun 2019.
Keduanya yaitu Suyatno sebagai Kasi Pupuk Dinas Pertanian Kabupaten Madiun pada tahun 2019 serta Ketua Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) Mitra Rosan, Dharto selaku distributor penyaluran pupuk bersubsidi.
Mereka bersalah karena berperan aktif dalam kasus tindak pidana korupsi penyaluran pupuk bersubsidi tersebut terutama dalam pembuatan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani) abal-abal.
Dalam RDKK tersebut tercantum nama-nama petani yang mendapatkan pupuk subsidi padahal sebenarnya 36 petani tersebut tidak berhak menerimanya.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Madiun, Nanik Kushartanti mengatakan tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka dalam kasus korupsi penyaluran pupuk bersubsidi tersebut akan bertambah.
Terutama para petani yang telah menerima pupuk bersubsidi tersebut, padahal tidak berhak.
"Ada 36 petani, 4 orang diantaranya sudah meninggal dunia. Mereka ada yang petani fiktif, hanya dipinjam KKnya padahal pekerjaannya bukan petani. Ada juga yang petani tapi bukan petani tebu, padahal pupuk ini khusus komoditas tebu," jelas Nanik, Selasa (15/11/2022).
Selain itu, petani dengan luas lahan lebih dari dua hektar juga masuk dalam RDKK tersebut, padahal pupuk subsidi diperuntukkan bagi petani yang punya lahan kurang dari dua hektar.
"Kemungkinan keterlibatan (petani) bisa dilihat di sidang, kalau keterlibatannya aktif, misalnya mens reanya (niatnya) kuat, maka tidak menutup kemungkinan (tersangka) bertambah. Maka kita tunggu di persidangan," tambahnya.
Dalam sidang nanti akan terlihat apakah petani yang telah menerima pupuk bersubsidi tersebut punya peran untuk menyusun RDKK paslu atau usaha lain dalam melancarkan kasus korupsi tersebut.
Lebih lanjut, Nanik mengatakan dalam penetapan tersangka Kejari Kabupaten Madiun mendasarkan pada perbuatan yang nyata dan aktif.
"Kalau hanya bertanggung jawab atas pekerjaannya tapi tidak ada mens rea dan unsur gratifikasi (maka tidak ditetapkan sebagai tersangka). Sudah kita telusuri juga apakah ada gratifikasi ke atas (pimpinan Dinas Pertanian) ternyata tidak ada, sehingga berhenti di tersangka SY," tegasnya.
Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun menetapkan dua tersangka kasus tindak pidana korupsi penyaluran pupuk bersubsidi subsektor perkebunan tebu di Kabupaten Madiun tahun 2019.
Dua tersangka tersebut adalah Ketua Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) Mitra Rosan, Dharto selaku distributor penyaluran pupuk bersubsidi dan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Suyatno sebagai Kasi Pupuk Dinas Pertanian Kabupaten Madiun pada tahun 2019.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Madiun, Nanik Kushartanti mengatakan kedua tersangka tersebut bersekongkol untuk membuat RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani) palsu sehingga bisa memanipulasi penyaluran pupuk bersubsidi.
Modusnya pertama-tama Dharto mengajukan sejumlah nama untuk dijadikan pihak yang bertanggung jawab terhadap kios atau pengecer kepada DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu).
"Ini dilakukan agar mendapatkan surat izin usaha perdagangan (SIUP) sebagai kios atau pengecer seolah-olah distributor mempunyai jaringan distribusi untuk memenuhi persyaratan pengajuan sebagai distributor," kata Nanik, Selasa (15/11/2022).
Baca juga: ASN & Ketua Koperasi Petani di Madiun Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pupuk Subsidi, Rugikan Negara 1 M
Setelah semua perizinan beres, pupuk subsidi tersebut disalurkan ke petani yang seharusnya tidak berhak mendapatkan pupuk subsidi.
Seperti petani yang memiliki tanah lebih dari dua hektar lalu menggunakan nama kelompok tani lain yang digunakan dalam RDKK distributor tersebut, menggunakan nama-nama yang bukan anggota kelompok tani dengan tujuan untuk menambah luas tanam, dan menggunakan nama - nama kerabat yang bukan petani atau petani yang tidak mempunyai lahan tebu.
Pada penyaluran tersebut sebenarnya ada verifikasi dan validasi di tingkat kecamatan oleh penyuluh pendamping lapangan (PPL).
"Hal ini tidak dilakukan karena penyaluran pupuk bersubsidi disalurkan langsung dari Distributor KPTR Mitra Rosan ke Kelompok Tani Tebu tanpa melalui kios atau pengecer (fiktif)," lanjutnya.
Sedangkan di tingkat kabupaten, Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) tidak berjalan sehingga tidak ada verifikasi dan validasi penyaluran pupuk bersubsidi untuk kelompok tani dari KPTR Mitra Rosan melalui kios/pengecer.
Lebih lanjut, peran Suyatno sebagai Kasi Pupuk dalam kasus korupsi tersebut adalah dengan membuat usulan pupuk tidak berdasarkan RDKK.
Selain itu, pria yang sudah pensiun dari ASN pada tahun 2021 lalu juga tidak melakukan verifikasi dan validasi RDKK dan penyaluran pupuk yang menjadi tanggung jawabnya.
Atas adanya indikasi penyimpangan tersebut telah membuat kerugian keuangan negara berdasarkan auditor independen sebesar Rp 1 miliar 64 juta.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya Dharto dan Suyatno dijerat dengan UURI tentang pemberantasan Tipikor dengan ancaman pidana minimal penjara 4 tahun, atau maksimal seumur hidup atau mati
"Keduanya belum kita tahan karena baru hari ini ditetapkan (sebagai tersangka)," pungkasnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com