Arti Kata
Arti Kata Nikah, Simak Perbedaannnya dengan Kawin dalam Perspektif Agama Islam, Jangan Sampai Keliru
Inilah arti kata nikah, simak perbedaannya dengan kawin dalam perspektif agama Islam. Secara bahasa, nikah ialah akad perkawinan, jangan sampai keliru
TRIBUNJATIM.COM - Sering kali, orang menganggap bahwa nikah dan kawin adalah dua istilah yang memiliki makna yang sama.
Padahal, kedua istilah tersebut sangat berbeda jika ditelaah lebih dalam. Lalu, apa perbedaan nikah dan kawin?
Seperti yang kita tahu, banyak orang Indonesia yang memandang bahwa pernikahan dan perkawinan adalah dua hal yang sama.
Perbedaan yang mencolok antara nikah dan kawin terletak pada konotasinya.
Pengertian dan Makna Nikah
Nikah merupakan suatu ungkapan yang dimaksudkan untuk menggambarkan upacara pernikahan resmi saat pasangan pengantin mengucapkan ikrar janji suci.
Secara bahasa, nikah adalah akad perkawinan yang dilakukan sesuai dengan aturan hukum dan ajaran agama. Nikah juga berhubungan dengan hal-hal resmi seperti surat yang diterbitkan oleh pihak berwenang.
Nikah berasal dari bahasa Arab “an nukh” yang mempunyai kata kerja “nakaha”.
Adapun arti dari Bahasa Arab tersebut adalah “berhimpun, berkumpul, atau menyetubuhi.
Pengertian dan Makna Kawin
Kata kawin berasal dari bahasa Jawa, yakni “awin” yang artinya memboyong atau membawa”.
Seiring berjalannya waktu, kata awin memperoleh imbuhan ka, sehingga sering diucapkan menjadi “kawin”.
Menurut KBBI, kawin merupakan kata kerja dari memboyong atau hubungan antara dua orang untuk membentuk keluarga. Sedangkan pernikahan merupakan hubungan yang sah di mata agama dan Negara.
Dalam buku Hukum Perkawinan dan Itsbat Nikah oleh Ahyuni Yunus (2020) juga dijelaskan bahwa perkawinan merupakan suatu hal yang sifatnya kodrati. Artinya, semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hasrat untuk melakukannya dan hal tersebut dianggap normal.
Kawin adalah suatu proses membentuk keluarga dengan lawan jenis. Kawin juga termasuk kata kerja dari melakukan hubungan persetubuhan.
Kawin juga termasuk sunnah Rasulullah SAW. Bagi manusia, kawin sudah termasuk kebutuhan batiniyah dan untuk melanjutkan keturunan. Oleh karena itu, bagi pengikut Rasulullah, dianjurkan untuk melaksanakan perkawinan sesuai dengan sunnah.
Kawin dianggap sebagai kata yang memiliki konotasi negatif dibanding dengan nikah. Hal ini karena kawin diucapkan untuk menggambarkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan.
Dari sini, sangat jelas bahwa kawin dan nikah memiliki makna yang sangat berbeda menurut agama Islam.
Setelah membaca artikel ini, diharapkan kita dapat menyebut kawin dan nikah sesuai dengan konotasi dan makna yang dikandungnya.
Lalu, apa saja hukum dan rukun dalam melaksanakan pernikahan?

Dalam Buku Pintar Panduan Lengkap Ibadah Muslimah karya Ust. M Syukron Maksum, dijelaskan mengenai hukum serta rukun dalam pernikahan, yakni:
1. Hukum nikah
Pada dasarnya, hukum nikah adalah mubah.
Apabila dilihat dari situasi dan kondisi serta niat seseorang yang akan menikah, maka hukum nikah dapat dibedakan sebagai berikut, yakni:
A. Wajib: Bagi seseorang yang sudah mampu dan memenuhi syarat, dan memiliki keinginan untuk menikah
B. Sunah: Bagi seseorang yang sudah mampu untuk berumah tangga.
C. Mubah: Bagi seseorang yang memiliki keinginan berumah tangga, akan tetapi belum mampu mendirikan rumah tangga
D. Makruh: Bagi seseorang yang belumam mampu atau belum memiliki bekal mendirikan rumah tangga
E. Haram: Bagi seseorang yang berniat tidak akan menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami atau istri yang baik
2. Rukun Nikah
Dalam pernikahan terdapat beberapa rukun yang harus terpenuhi, di antaranya:
A. Adanya calon suami
Syarat-syarat calon suami di antaranya:
- Beragama Islam;
- Laki-laki;
- Tidak karena terpaksa;
- Bukan muhrim dengan calon istri;
- Tidak sedang ihrom haji atau umroh.
B. Adanya calon istri
Syarat-syarat calon istri di antaranya:
- Beragama Islam;
- Perempuan sejati;
- Bukan muhrim dengan calon suami;
- Tidak sedang bersuami atau sedang menjalani masa iddah;
- Tidak sedang ihrom haji atau umroh.
C. Adanya Wali
Syarat-syarat untuk menjadi wali, di antaranya:
- Beragama Islam;
- Laki-laki;
- Sudah baligh atau dewasa;
- Berakal sehat;
- Tidak sedang haji atau umrah;
- Tidak sedang dicabut hak perwaliannya;
- Tidak dipaksa dan tidak fasiq.
D. Adanya dua orang saksi
Syarat-syarat menjadi saksi, yakni:
- Beragama Islam;
- Laki-laki;
- Minimal dua orang;
- Berakal sehat;
- Merdeka;
- Dapat mendengar, melihat, dan berbicara;
- Orang yang adil.
E. Adanya Ijab dan Kabul
Syarat-syarat ijab dan kabul yakni:
- Dengan kata-kata tertentu dan tegas, yaitu kata nikah, tajiwij, atau terjemahannya;
- Diucapkan oleh wali atau yang mewakili dan dijawab oleh mempelai laki-laki;
- Antara kata ijab dan kabul harus langsung (Muwalah) tidak ada batas waktu;
- Tidak dengan kata sindiran atau tulisan yang tidak dapat terbaca;
- Lafal ijab dan kabul harus dapat didengar, baik yang bersangkutan maupun wali atau saksi;
- Lafal ijab dan kabul harus sesuai.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Berita Jatim dan arti kata lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com