KPK OTT Pimpinan DPRD Jatim
Polemik Dana Hibah, Anggota DPRD Jatim: Legislatif Hanya Aspirator
Dana hibah Provinsi Jawa Timur saat ini tengah menjadi sorotan setelah Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak tersandung perkara dugaan suap pen
Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Dana hibah Provinsi Jawa Timur saat ini tengah menjadi sorotan setelah Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak tersandung perkara dugaan suap pengurusan dana hibah dengan modus ijon.
Dalam ketentuan, pengajuan dana hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diantaranya bisa diusulkan melalui DPRD saat jaring aspirasi masyarakat.
Besaran dana hibah untuk mengakomodasi usulan yang disampaikan masyarakat melalui anggota dewan diambil 10 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada tahun 2022, PAD Jawa Timur berkisar di angka Rp 18 Triliun. Sehingga, dana hibah berada di angka sekitar Rp 1,8 Triliun.
Usulan masyarakat ini dikenal dengan nama Pokok Pikiran (Pokir). Selain pengajuan yang disampaikan melalui dewan, hibah juga ada yang dikenal dengan hibah Gubernur dan menurut sejumlah penuturan anggota dewan nilainya bisa lebih besar.
"Proses penganggaran dana hibah itu sudah dianggarkan sedemikian rupa dan sudah legal sesuai proses. Yakni, melalui serap aspirasi masyarakat yang kemudian Pokmas membuat proposal, baru nanti diusulkan ke eksekutif," kata salah seorang anggota DPRD Jatim yang menolak namanya dicantumkan, Jumat (23/12/2022).
Dalam penjelasannya, dia mengatakan legislatif ataupun DPRD tidak memiliki wewenang untuk memutuskan penerima hibah.
Baca juga: Penyidik KPK Bawa Pulang 3 Koper usai Geledah Kantor Gubernur Jatim, Ada yang Berukuran Jumbo
Baca juga: Pengamat Yakini Data Temuan KPK Bakal Ungkap Lebih Dalam Modus Penyelewangan Dana Hibah
Namun, hal itu merupakan kewenangan dari Pemprov Jatim sebagai lembaga eksekutif. Begitu pula dari proses pencairan, sumber ini juga mengatakan dewan tidak bisa ikut campur.
"Dewan hanya bertugas mengumpulkan sebagai aspirator atau hanya sebagai yang mewakili masyarakat di dapilnya. Sekalipun, anggota DPRD Jatim bisa mewakili seluruh masyarakat di Jawa Timur," tambahnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Jatim Mathur Husyairi mengatakan saat Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) merancang APBD setiap tahun, didalamnya sudah dicantumkan berapa besaran dana hibah yang akan dikeluarkan Pemprov untuk masyarakat.
Sebab, dana hibah adalah penunjang pembangunan di Jawa Timur selain program yang memang sudah dirancang oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah atau OPD Pemprov.
"Sejak 2021 sudah ada ketentuan dari Kemendagri bahwa besaran hibah atau pokir dewan yang dijaring selama reses sebesar 10 persen dari PAD," ujarnya dihubungi terpisah.
Menurut Mathur, dirinya berharap kejadian ini dapat menjadi evaluasi menyeluruh. Tata kelola dapat terus dibenahi, monitoring dan evaluasi dari inspektorat juga diperlukan.
Termasuk dia berharap transparansi penerima hibah ke depan dapat dibuka luas kepada masyarakat oleh Pemprov.
Sehingga, masyarakat bisa juga berperan melakukan pengawasan serta menekan potensi penyalahgunaan.
"Biar masyarakat bisa tahu, mengawasi dan mengontrol. Misal desanya dapat apa dengan anggaran berapa, alokasinya berapa biar masyarakat tahu dan bisa merasa memiliki," tambahnya