Berita Entertainment
Pembunuh di Kanada Tertangkap Gegara Remehkan Kucing: Rekomendasi Serial Netflix Dont Fxxk With Cats
Berikut ini adalah sinopsis Dont Fxxk With Cats. Serial Netflix ini mengisahkan pembunuhan di Kanada yang berawal dari kekerasan pada kucing.
TRIBUNJATIM.COM - Baru-baru ini beredar berita viral aksi kejam seorang lelaki Malaysia terhadap kucing.
Diketahui, lelaki itu mengadopsi seekor anak kucing.
Ternyata, adopsi ini hanyalah siasat licik lelaki itu.
Alih-alih merawat dengan penuh cinta, ia justru menyajikan si kucing sebagai santapan ular peliharaannya.
Unggahan di Twitter pun menuai kecaman dari para netizen.
Selain berita viral tersebut, kekerasan pada kucing dan hewan lainnya semakin marak.
Sebelumnya, terdapat kasus kekerasan kucing yang mengarah pada pembunuhan seorang mahasiswa.
Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com
Hal ini terjadi pada Mei 2012 di Kanada.
Aksi keji ini pun sempat ramai di kalangan pecinta kucing setempat.
Akhirnya, aksi keji ini pun didokumentasikan oleh Netflix, berjudul Dont Fxxk with Cats.
Serial Netflix ini kemudian menjadi alasan bahwa Anda tidak boleh 'bermain-main' dengan seekor kucing.
Yuk, simak sinopsis dari Dont Fxxk with Cats ini!
Baca juga: Siasat Licik Pria Pura-pura Adopsi Kucing, Ternyata Dijadikan Santapan Ular: Ayah Beri Makanan Enak
Baca juga: Sudah 2 Hari, Bocah Tenggelam di Jember saat Ambil Bola Belum Ditemukan, Polisi Ungkap Ciri-ciri
Sinopsis Serial Netflix Dont Fxxk with Cats
Serial dokumenter besutan sutradara Mark Lewis ini menjadi gambaran nyata dari sisi tergelap manusia.
Pada Mei 2012, warga Monteral, Kanada, diguncang dengan berita pembunuhan mahasiswa Universitas Concordia bernama Jun Lin.
Lima hari sebelum jasadnya ditemukan dalam keadaan termutilasi, Jun Lin dikabarkan menghilang dari apartemennya di wilayah Griffintown.
Setelah sempat melarikan diri ke Paris dan Berlin, pelaku aksi keji ini akhirnya berhasil ditangkap.
Luka Magnotta terindentifikasi sebagai pelaku tunggal pembunuhan ini.

Ternyata, aksi kekerasan hingga menghilangkan nyawa bukanlah hal baru baginya.
Pada 2010, Deanna Thompson, John Green, dan sejumlah warganet berusaha memburu Luka dalam kasus berbeda.
Saat itu, Luka mengunggah beberapa video berisi tindak kekerasan yang ia lakukan pada kucing peliharaannya, salah satunya dengan menjadikan santapan ular.
Menilai perbuatan ini sudah di luar batas kewajaran, Deanna dan John memimpin tim websleuth untuk mengungkap identitas Luka.
Dari sini, keduanya mulai menemukan berbagai fakta mengerikan soal sang pelaku.
Mulai dari penipuan, hingga obsesinya untuk menjadi orang terkenal.
Meski berhasil mengumpulkan sejumlah barang bukti, Deanna mengungkap bahwa kepolisian Montreal tidak bisa berbuat banyak.
Hingga akhirnya tragedi menimpa Jun Lin dua tahun kemudian, dan ketakutan terbesar para detektif amatir ini berubah menjadi kenyataan.
Siapa Luka Magnotta?
Dilansir dari Esquire, Luka Magnotta memiliki nama asli Eric Kirk Neman.
Ia adalah anak dari pasangan remaja di Toronto pada 1982.
Diketahui, Magnotta memiliki sejumlah trauma saat masih kecil.
Salah satunya adalah korban perceraian ayah dan ibunya, keluarga sang ibu yang abusif, hingga korban bullying di sekolah.
Ia kemudian dibawa ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan pengobatan atas halusinasi yang kemudian didiagnosa oleh dokter sebagai paranoid skizofrenia.
Baca juga: 6 Saksi Diperiksa Terkait Pembunuhan Ibu Rumah Tangga di Surabaya, Hasil Visum Terungkap
Baca juga: 6 Rekomendasi Drama Korea Berlatar Penjara yang Wajib Ditonton, Doctor Prisoner hingga Crime Puzzle

Orang Tua Wajib Waspada Terhadap Perilaku Anak Menyiksa Hewan
Sejak tahun 1970-an para pakar secara konsisten melihat kekejaman anak pada hewan adalah tanda pertama dari perilaku kekerasan dan kriminal.
Faktanya, hampir semua pelaku kejahatan dan psikopat memiliki riwayat pernah melakukan penyiksaan binatang.
Di Amerika, Albert deSavlo yang terbukti membunuh 13 perempuan, mengaku pernah memanah anjing dan kucing yang berkeliaran di sekitar rumahnya ketika ia kecil.
Pembunuh berantai Carrol Edmund Cole juga mengaku tindakan kekerasan pertamanya adalah mencekik anak anjing sampai mati.
Memang tidak semua penyiksaan yang dilakukan anak bersifat sadis. Terkadang, ada anak yang “hanya” menarik ekor kucing atau menduduki punggung anjing.
Tetapi, kapan orangtua harus khawatir pada perilaku anaknya? Bagaimana membedakan perilakunya itu bersifat eksperimen atau tanda-tanda gangguan mental?
Menurut psikolog Jon E Johnston, anak yang menyiksa hewan pernah melihat atau mengalami kekerasan pada dirinya.
Sebagai contoh, statistik menunjukkan 30 persen anak yang menyaksikan kekerasan di dalam rumahnya akan menirunya pada hewan.
“Kaitan antara menyiksa hewan dan perilaku kekerasan sudah lama diketahui, itu sebabnya sekarang di Amerika pekerja sosial dan badan perlindungan hewan melakukan pelayanan lintas bidang untuk mengenali indikator pelaku kekerasan,” kata Johnston seperti dikutip dari Psychologytoday.
Alasan Perilaku
Bagi dokter, psikolog, atau psikiater, anak-anak yang senang menyiksa binatang harus diwaspadai sebagai tanda mereka mengalami kekerasan fisik atau psikologi.
Motivasi dari perilaku menyiksa binatang memang berbeda-beda, tetapi secara umum dalam beberapa wawancara ada beberapa alasan anak melakukannya:
- Penasaran atau ingin melakukan eksplorasi (misalnya, jika binatang terluka atau mati).
- Tekanan teman sebaya (disuruh oleh teman).
- Pelepasan emosi dari rasa bosan atau depresi.
- Kepuasan seksual.
- Dipaksa menyiksa binatang oleh orang yang lebih berkuasa dari anak.
- Rasa kelekatan pada hewan (misalnya anak membunuh hewan supaya tidak disiksa oleh orang lain).
- Fobia binatang.
- Identifikasi dengan penyiksa anak (misalnya anak yang jadi korban kekerasan mencoba memiliki rasa berkuasa dengan menyiksa hewan yang lemah).
- Meniru tindakan orang dewasa atau orangtua.
- Mempraktikkan kekerasan pada binatang sebelum melakukannya pada orang lain.

Yang harus dilakukan:
Memang tidak semua tindakan penyiksaan pada binatang merupakan tanda anak tersebut akan tumbuh menjadi psikopat.
Pada anak usia prasekolah, rasa ingin tahunya terkadang membuat mereka melakukan tindakan berlebihan pada hewan peliharaan.
Orangtua bisa mengajari anak bahwa binatang-binatang itu juga sahabat manusia, sambil memberi contoh cara memperlakukan yang tepat.
Waspadai jika anak sering melakukan penyiksaan, seperti mengurung hewan di tempat tertutup, menyiksa hewan setelah anak bermasalah dengan orangtuanya, atau merasa senang melihat hewan tersiksa.
Jika anak menunjukkan tanda berbahaya, ajak anak berkonsultasi dengan profesional.
Apalagi jika ia sebenarnya sudah cukup memahami bahwa apa yang dilakukannya salah dan tetap mengulanginya.
----
Artikel ini telah ditayangkan di Kompas.com: artikel 1, 2.
Berita Jatim dan berita viral lainnya.
TribunJatim.com
Tribun Jatim
berita Jatim terkini
Berita Entertainment
Serial Netflix
Dont Fxxk With Cats
kucing
menyiksa hewan
berita viral
kekerasan
1 Masalah Bikin Dahlia Poland Gugat Cerai Fandy Christian setelah 10 Tahun Menikah, Bukan Selingkuh |
![]() |
---|
5 Momen Sidang Kasus Nikita Mirzani Viral, Teriaki 'JPU Harus Netral' hingga Nangis ke Hakim |
![]() |
---|
Sosok Ustaz Dennis Lim yang Bagi-bagi Bingkisan ke Penumpang Pesawat, Dulu Bandar Judi Thailand |
![]() |
---|
Artis Syok 8 Tahun Nyicil KPR Hanya Bayar Bunga, Kuras Tabungan Masa Tua untuk Lunasi |
![]() |
---|
Alasan Vincent Verhaag Putuskan Jadi WNI Tak Lagi Warga Belanda, Jessica Iskandar Bangga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.