Ramadan 2023
Hikmah Ramadan: Penentuan 1 Syawal 1444 H/2023 M di Indonesia
Secara umum, penyebab terjadinya perbedaan dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha di Indonesia, menurut al-Haqir, karena dua hal.
Hal ini sebagaimana yang terjadi di zaman Rasulullah SAW dengan tidak adanya umat Islam yang ada di seluruh pelosok jazirah Arab yang berbeda dengan ketetapan Rasul SAW. Dan jika Rasulullah SAW memulai berpuasa, maka seluruh umat Islam yang ada pada zaman itu secara serentak melaksanakan ibadah puasa juga sebagaimana yang diajarkan oleh Rasul SAW. Begitu juga dengan ketentuan yang berkaitan dengan Idul Fitri, jika Rasulullah SAW berlebaran, maka seluruh kaum muslimin juga ikut berlebaran.
Sedangkan sebagian umat Islam yang lain menggunakan ikhtilaful matholi’ (rukyat lokal) sebagai dasar dalam menentukan awal bulan Qamariyah. Artinya, setiap wilayah hukum punya otoritas untuk menentukan masuknya awal bulan Qamariyah.
Sebagai contoh, walaupun di Makkah hilal sudah terlihat, akan tetapi kalau di Indonesia hilal tersebut belum terlihat, maka Indonesia punya hak untuk menentukan sendiri dan tidak harus mengikuti Makkah. Hal ini berdasarkan hadits sahabat Kuraib yang ketika awal Ramadan berada di Syam dan berpuasa hari Jumat karena mengikuti keputusan Khalifah Muawiyah yang berhasil melihat hilal malam Jumat. Di pertengahan Ramadan, Kuraib pergi ke Madinah dan bertemu dengan Ibnu Abbas, dan kemudian beliau berkata kepada sahabat Kuraib seraya menjelaskan bahwa di Madinah baru memulai puasa pada hari Sabtu karena hilal baru terlihat pada malam Sabtu. Dengan berlandaskan kepada atsar sahabat ini, maka keberadaan ikhtilaf al-mathali’ sebagai acuan dalam kaitannya penentuan awal bulan Qamariyah mendapatkan legitimasi dalam pandangan hukum Islam. (Lihat: al-Fiqh Alislamy wa Adillatuh DR Wahbah al-Zuhaili)
Baca juga: Hikmah Ramadan: Mencari Dimensi Prima Puasa Ramadan
Itulah faktor atau penyebab terjadinya perbedaan penentuan hari raya Idul Adlha atau Idul Fitri. Tentu sebagai umat Islam yang berukhuwah, kita tidak boleh mengklaim bahwa kebenaran hanya ada pada dirinya lalu menyalahkan orang lain yang berbeda pandangan. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat Islam memandang bahwa perbedaan ini merupakan khilafiyah furu’iyah yang tidak harus terlalu dipertentangkan.
Dengan demikian, hendaknya seluruh umat Islam mengikuti pendapat yang diyakininya, tetapi hendaknya juga toleran pada orang lain yang menggunakan acuan yang berbeda. Di samping itu, karena permasalahan ini merupakan hasil ijtihad, sedangkan mujtahid (orang yang berijtihad) sekalipun salah dalam memberikan sebuah penjelasan hukum, maka kesalahan tersebut tidak menimbulkan dosa melainkan diberikan satu pahala. Sudah barang tentu, kesalahan hasil ijtihad tersebut bukan didasarkan kepada hawa nafsu atau kepentingan pribadi lainnya, melainkan didasarkan kepada kajian ilmiah disamping sudah terpenuhinya syarat-syarat mujtahid.
Namun alangkah baiknya kalau bisa disatukan seperti negara-negara lain.
Apa mungkin disatukan?
Menurut al-Haqir, masih bisa disatukan dengan beberapa cara, di antaranya, pertama, semua kaum muslimin dan organisasi Islam di Indonesia sepakat untuk mengikuti secara konsisten ketetapan (itsbat) hakim (pemerintah, Menteri Agama). Hal ini sebagaimana kaidah Ushul Fiqh:
اقْتِضَاءُ الْحَاكِمِ إِلْزَامٌ يَرْفَعُ الْخِلَافَ
Artinya: Keputusan hakim bersifat mengikat dan dapat menghilangkan perselisihan.
Akan Tetapi, sebelum (pemerintah, Menteri Agama) menetapkan (itsbat), hendaknya pemerintah terlebih dahulu mengakomodasi dan mempertimbangkan pendapat atau penjelasan dari masing-masing perwakilan organisasi Islam, kaitannya dengan masuknya awal bulan Qamariyah berdasarkan metode yang digunakannya. Hal ini selaras dengan rekomendasi MUI (Baca: kumpulan fatwa MUI hal 1047)
Dalam konteks penentuan 1 Syawal (Idul Fitri 1444 H), diprediksi akan terjadi perbedaan.
Hal ini dikarenakan irtifa’ hilal pasca ghurub matahari pada tanggal 20 April 2023, berada pada posisi yang sangat kritis (sulit untuk bisa diamati) karena hanya berada pada kisaran 1,4 derajat (berdasarkan perhitungan ilmu falak/astronomi).
Apalagi, saat ini kriteria imkan rukyat yang dipedomani oleh Kementerian Agama sebagaimana Kementerian Agama di negara-negara Asia Tenggara (MABIMS) yaitu 3 derajat, dan jarak elongasi 6,4 derajat. Maka dari itu, jika kita merujuk kepada kriteria imkan sebagaimana di atas, maka 1 Syawwal 1444 H (Idul Fitri) diprediksi akan bertepatan dengan tanggal 22 April 2023.
Nur Kholis Majid
Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur
MUI Jatim
Hari Raya Idul Fitri
ilmu hisab
Hikmah Ramadan
TribunJatim.com
berita Jatim terkini
Tribun Jatim
ilmu falak
kapan Hari Raya Idul Fitri
Hukum Puasa Ramadan Tapi Tidak Sahur dan Lupa Baca Niat, Auto Batal? Berikut Penjelasan Buya Yahya |
![]() |
---|
Cerita Pramugari Kereta Api asal Jember Tetap Bertugas saat Lebaran, Sempat Dikeluhkan Keluarga |
![]() |
---|
JADWAL Buka Puasa Jawa Timur Hari Ini Jumat 21 April 2023, Hari Ke 30 Ramadan 1444 Hijriah |
![]() |
---|
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Surabaya, Sidoarjo, Gresik 21 April 2023, Hari Ke-30 Ramadan 1444 H |
![]() |
---|
Ramadan Tinggal Sehari, Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa di Jawa Timur Hari Ini, Jumat 21 April 2023 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.