Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Bukannya Mudik, Pria Sumenep Justru Merantau ke Jakarta Jelang Lebaran, Pulang-pulang Bawa Rp20 Juta

Pria Sumenep jelang Lebaran bukannya mudik, justru merantau ke Jakarta, pulang-pulang bawa Rp20 juta.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
SURYA/MOHAMMAD RIFAI - KOMPAS.com/ACH. FAWAIDI
Ilustrasi pria Sumenep tak mudik jelang Lebaran, justru merantau ke Jakarta, pulang-pulang sudah bawa Rp20 juta 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang pria asal Sumenep, Madura, bukannya mudik jelang Lebaran 2023.

Ia justru merantau ke Jakarta saat orang berbondong-bondong mudik saat Lebaran.

Pulang-pulang, ia pun berhasil mengantongi uang Rp20 juta.

Lanrtas apa yang dilakukannya di Jakarta?  

Baca juga: Ini Tarif Tol Paspro Ruas Tol Probolinggo Timur-Gending untuk Mudik Lebaran, Dibuka pada 16-30 April

Melansir Kompas.com, sejumlah warga di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, justru memilih untuk berangkat merantau ke Jakarta menjelang Idul Fitri 1444 Hijriah.

Saat orang lain berbondong-bodong pulang ke kampung halaman pada momen mudik Lebaran, beberapa warga Sumenep malah mengadu nasib ke Jakarta.

Rupanya mereka ke Jakarta untuk menjaga toko kelontong saat Hari Raya.

Seorang warga bernama Ridwan Amin (36) mengaku, momen lebaran Idul Fitri menjadi salah satu momen berkah bagi penjaga toko kelontong di kota-kota besar, khususnya Jakarta.

Pasalnya hampir semua toko kelontong di sana tutup lantaran para penjaganya pulang ke kampung halaman.

"Otomatis kan (toko kelontong) banyak yang tutup, jadi yang masih tetap buka itu yang jadi pilihan pembeli," kata Ridwan saat ditemui area Terminal Arya Wiraraja Sumenep pada Senin (10/4/2023).

Ridwan mengatakan, pada momen Lebaran, pendapatan toko kelontong Madura bisa mencatatkan omzet bersih sekitar Rp20 juta selama sebulan saja.

Omzet tersebut diperoleh dari rentang waktu dua minggu sebelum Lebaran hingga dua minggu setelah Lebaran.

Sementara untuk hari normal, omzet bersih toko kelontong Madura berada di kisaran Rp5 hingga Rp10 juta per bulan.

Pendapatan tersebut nantinya akan dibagi dua dengan pemilik toko.

Bagi Ridwan, merayakan Idul Fitri di Jakarta adalah sesuatu yang biasa.

Apalagi ia pergi ke Jakarta bersama sang istri.

Mereka secara bergantian akan menjaga toko kelontong yang pemiliknya mudik ke kampung halaman.

Karana hanya menggantikan, Ridwan mengaku durasi jaga toko kelontong tersebut hanya sekitar tiga bulan.

Setelahnya, pemilik toko tersebut akan kembali menjaga tokonya.

"Sekitar tiga bulan, yang jelas saya dan istri hanya menggantikan," jelas Ridwan.

Baca juga: Dapatkan Diskon Tiket Kereta Api untuk Mudik Lebaran 2023, Cek Jadwal dan Rutenya

Ia mengaku, aktivitas menjaga toko kelontong Madura di Jakarta saat momen lebaran sudah dijalaninya sejak tiga tahun terakhir.

Hal itu membuatnya terbiasa saat harus merayakan Lebaran di Jakarta.

"Tidak masalah (merayakan lebaran di Jakarta)," kata Ridwan."

"Silaturahmi ke keluarga besar juga bisa menyusul," pungkasnya.

Keberangkatan bus di Terminal Arya Wiraraja, Sumenep (KOMPAS.com/ACH FAWAIDI)
Keberangkatan bus di Terminal Arya Wiraraja, Sumenep (KOMPAS.com/ACH FAWAIDI)

Sementara itu beberapa waktu lalu sebuah kampung di Sumenep, Madura, menjadi sorotan di media sosial.

Lantaran di kampung tersebut, berjajar rumah menjulang bak istana dari hasil berdagang kelontong.

Melansir dari Kompas.com, kampung tersebut terletak di Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango.

Fenomena Kampung Tajir tersebut berada di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.

Kampung tersebut dijuluki sebagai Kampung Tajir lantaran warga beramai-ramai membangun rumah mewah baru.

Rumah tersebut terlihat sangat mewah dan bernuansa modern.

Ya, rumah-rumah di kampung tersebut tampak megah bak istana dengan desain kontemporer menjulang tinggi.

Sebanyak 15 rumah mewah berjajar, rata-rata dipagari tembok setinggi tiga meter dengan pintu gerbang baja di bagian depannya.

Mereka membangun rumah tersebut mengombinasikan gaya modern-klasik dengan menambahkan dua pilar besar di bagian depan rumahnya.

Bak ketiban durian runtuh, kampung warga desa di Sumenep, Madura, tersebut mendadak dikenal sebagai Kampung Tajir.

Ternyata bukan tanpa alasan mereka menjadi warga kampung yang dikenal tajir.

Hal itu karena ada kisah di balik pemilik rumah yang mengadu nasib ke Jakarta.

Baca juga: 5 Tips Mudik Bersama Bayi saat Lebaran, Perlu Siap agar Tak Rewel Selama Perjalanan: Pakai Car Seat!

Rumah yang dibangun Ati (46) di kampung Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep, merupakan buah dari jerih payahnya.

Ia mengaku bisa membangun rumah mewah tersebut berkat usahanya buka warung kelontong di Jakarta.

"Saya sudah 20 tahun (buka warung kelontong) di Jakarta, dan alhamdulillah bisa bangun (rumah) ini," kata Ati kepada Kompas.com, Senin (6/2/2023).

Ati dan sang suami mengadu nasib ke Jakarta sekitar tahun 2003 silam.

Ia mengaku bingung lantaran di kampung halamannya tidak ada lapangan pekerjaan yang menjanjikan.

Awalnya Ati bersama suaminya mengelola warung kelontong milik orang lain.

Sebagai karyawan, setiap hari mereka bergantian menjaga warung selama 24 jam penuh, tujuh hari dalam seminggu.

Ati bercerita, ia bersama suami sempat tinggal di bagian belakang warung yang luasnya 40 meter persegi.

Di sana hanya ada kasur, dapur, dan pakaian-pakaian yang digantung.

Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menghebohkan publik karena kini disebut Kampung Tajir (via Kompas.com)
Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menghebohkan publik karena kini disebut Kampung Tajir (via Kompas.com)

Dari tempat sempit itulah mereka menjalani kehidupan, mengasuh anak mereka sambil menjalankan usaha.

Diakuinya, ia dan sang suami nyaris tak pernah meninggalkan warung yang buka 24 jam penuh, selama satu minggu.

Sekalipun pergi, mereka harus bergantian.

Jika sang suami berbelanja ke pasar, Ati menunggu di warung, dan sebaliknya.

Dunia mereka seolah berkutat di warung kelontong tersebut.

Setelah keduanya lama berkutat sebagai karyawan toko kelontong, mereka kemudian mampu membeli toko-toko lain untuk membuka usaha sendiri.

Diketahui pasutri ini memiliki sebanyak tiga toko.

"Sekarang sudah ada tiga toko, masing-masing ada (karyawan) yang jaga," ujarnya.

"Ada yang satu toko tiga orang, ada yang dua orang," tuturnya.

Penampakan salah satu rumah di Kampung Tajir di Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep, yang menjulang bak istana (via Kompas.com)
Penampakan salah satu rumah di Kampung Tajir di Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep, yang menjulang bak istana (via Kompas.com)

Jejak ini kemudian banyak diikuti oleh warga Kampung Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, lainnya.

Mayoritas dari mereka terbilang sukses membuka usaha warung kelontong di Jakarta.

Dampaknya, rumah-rumah warga di kampung Mandun kini megah-megah bak istana.

Melansir dari Kompas.com, fenomena merantaunya warga Kampung Mandun diakui juga oleh aparat desa setempat, Rasyid (52).

Berharap nasib yang sama seperti Ati dan sang suami, hampir 50 persen warga kampung memilih pergi ke Jakarta untuk membuka warung kelontong Madura.

"Di sini tidak ada kerjaan, paling-paling jadi nelayan, dan itu musiman," kata Rasyid.

"Kalau mau melakukan aktivitas pertanian di sini jenis tanahnya kering," lanjut Rasyid.

Berangkat dari latar belakang persoalan tersebut, mayoritas warga akhirnya memilih merantau ke Jakarta.

Puncaknya, lanjut Rasyid, terjadi pada tahun 2017 atau lima tahun lalu.

Hingga kini keberadaan rumah-rumah mewah tersebut terus menggurita di Mandun.

Namun mayoritas pemiliknya justru ada di Jakarta untuk mengurus usahanya.

Kendati begitu, rumah yang dibangun dengan harga miliaran rupiah tersebut tetap dihuni oleh kerabat hingga orang tua dari pemilik rumah.

"Ada yang bertahun-tahun tidak pulang, rumah-rumah mewah di sini banyak yang ditempati orang tuanya," pungkasnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved