Berita Viral
Heboh Wisuda TK hingga SMA ala Mahasiswa, Pengamat Pendidikan Sarankan 1 Hal
Acara wisuda TK hingga SMA menjadi perdebatan panas di media sosial. Padahal wisuda sejatinya identik dengan kelulusan mahasiswa di perguruan tinggi.
TRIBUNJATIM.COM - Acara wisuda TK hingga SMA menjadi perdebatan panas di media sosial.
Padahal wisuda sejatinya identik dengan kelulusan mahasiswa di perguruan tinggi.
Namu tren wisuda kini sering kali juga terjadi di TK hingga SMA.
Keramaian soal wisuda yang minta dikembalikan hanya untuk yang lulus kuliah ramai di Twitter, Senin (12/6/2023).
Disebutkan dalam unggahan itu, jenjang TK, SD, SMP, dan SMA dinilai tidak perlu mengadakan wisuda.
Berikut narasinya:
"Kembalikan wisuda hanya untuk lulus kuliah. TK, SD, SMP, dan SMA tidak perlu wisuda."
Baca juga: Gantikan Wisuda Ponakan, Paman di Lamongan Naik Panggung Sembunyikan Kesedihan: Panggil Saya Ayah
Sebelum cuitan tersebut viral, keramaian soal wisuda jenjang TK juga pernah dibahas pada 2022.
Dilansir dari Kompas.com, seorang warganet bahkan meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatur wisuda anak sekolahan.
"Pak Menteri bisa nggak bikin aturan melarang "wisuda-wisudaan lengkap pakai toga ini itu? TK wisuda. SD wisuda. SMP wisuda. SMA wisuda. Nggak ada makna, kek becandaan semua jadinya," tulisnya.
Hal yang menjadi pertimbangan menurut pengunggah adalah biaya wisuda selama jenjang sekolah yang dianggap memberatkan orangtua.
Di sisi lain, wisuda dianggap sebagai selebrasi yang dulu hanya terlaksana di tingkat perguruan tinggi, bukan sejak TK seperti saat ini.
Menurut pengamat pendidikan sekaligus pendiri Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma, pelaksanaan wisuda memang sebaiknya tidak membebani wali murid.
"Sekolah tidak boleh memaksakan program wisuda tersebut karena memang memberatkan orang tua," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (13/6/2023).
Ia menyebut, komite sekolah dan kepala sekolah hanya boleh melaksanakan wisuda jika orangtua murid menyatakan mampu dan bersedia.

Sementara itu, Satria mengungkapkan kalau budaya wisuda memang sejak dulu lebih umum diadakan untuk lulusan perguruan tinggi.
Pengamat pendidikan Ina Liem membenarkan jika wisuda memang dari dulu lebih umum diadakan untuk lulusan perguruan tinggi.
"Iya betul, tanda tuntas pendidikan formalnya, mau memasuki dunia karier," ujarnya.
Menurut Ina, wisuda merupakan bentuk penghargaan atas kerja keras para pelajar yang menyelesaikan pendidikan dari sekolah dasar hingga pendidikan tinggi.
Meski begitu, ia menyebut, wisuda tingkat sekolah baru menjadi kebiasaan di Indonesia mulai tahun 2000-an.
"Awalnya sepertinya untuk lucu-lucuan saja. Anak-anak TK pake topi wisuda difoto lucu. Tapi makin lama makin heboh," lanjutnya.
Menurut Ina, pelaksanaan wisuda seharusnya cukup diadakan secara meriah setelah anak lulus kuliah.
Baca juga: Mahasiswi Syok Disinggung Wakil Rektor soal Wali Wisuda, Hanya Bisa Terdiam, Curhatannya Viral
"Wisuda berlebihan di tahapan TK, SD, SMP, dan SMA berpotensi menurunkan makna kerja keras jangka panjang (saat sekolah)," tegas dia.
Ina menuturkan, wisuda tingkat sekolah diadakan untuk menghargai usaha anak selama sekolah maupun keinginan orang tua.
Ia tidak melarang pelaksanaan selebrasi tersebut.
Namun, seharusnya tidak perlu berlebihan dan jangan hanya seremonial.
"Harusnya lebih menampilkan aksi nyata para siswa selama di bangku pendidikan, dampaknya apa bagi sekitarnya," lanjutnya.
Menurut Ina, ini bisa lebih memberikan kepuasan atas pencapaian dan memotivasi siswa berkarya di jenjang selanjutnya.
Selain itu, acara wisuda sebaiknya dilakukan sederhana.
Tidak perlu sewa kostum wisuda, bahkan sewa ruangan hotel.
"Mari berlomba karya dan dampak sosial, bukan berlomba kemewahan dan kemeriahan acara kelulusan," tegasnya.

Tanggapan Kemendikbudristek
Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto buka suara terkait polemik wisuda jenjang sekolah.
"Kegiatan wisuda dari jenjang PAUD/TK, SD, SMP, hingga SMA merupakan kegiatan yang opsional," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (13/6/2023).
Ia menjelaskan, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menyebut kegiatan bersama antara satuan pendidikan yang melibatkan orangtua harus didiskusikan dengan komite sekolah.
"Kemendikbudristek mengimbau agar pihak sekolah dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan komite sekolah dan persatuan orangtua murid dan guru (POMG)," lanjut dia.
Hal ini dilakukan untuk menentukan pilihan yang terbaik untuk setiap sekolah yang tentu tidak membebani pihak orang tua.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com
wisuda
Kemendikbudristek
viral di media sosial
Tribun Jatim
TribunJatim.com
jatim.tribunnews.com
berita Jatim terkini
Rincian Tunjangan Rumah DPR RI Rp50 Juta Per Bulan sampai Oktober 2025, Dasco: Biaya Kontrak 5 Tahun |
![]() |
---|
Suami KDRT ke Istri di Depan Anaknya yang Masih Bayi, Kini Disebut Warga Sudah Akur Lagi |
![]() |
---|
Siapa yang Tentukan Gaji DPR? Bayaran Bisa Tembus hingga Rp230 Juta Sebulan |
![]() |
---|
Viral Siswa SMP Berangkat Sekolah Lewat Jembatan Bambu Rusak, Bupati Cek Lokasi: Kasihan Anak-anak |
![]() |
---|
Firdaus Oiwobo Siap Jadi Kuasa Hukum Wamenaker Immanuel Ebenezer, Heran Noel Bisa Terjerat OTT KPK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.