Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Sosok Anak Tukang Ojek di Garut yang Kini Raih Doktor Kimia Termuda, Dulu Pernah Diremehkan Tetangga

Inilah sosok anak tukang ojek yang kini raih doktor kimia termuda. Dulu dia pernah diremehkan oleh tetangganya.

Editor: Januar
Tribunnews.com/ist
Sosok Wiwit Nur Hidayah anak tukang ojek di Garut yang berhasil meraih gelar doktor kimia termuda 

TRIBUNJATIM.COM- Inilah sosok anak tukang ojek yang kini raih doktor kimia termuda.

Dulu dia pernah diremehkan oleh tetangganya.

Faktanya, kini dia sudah membuktikan segalanya.

Bisa membanggakan orangtua, anak tukang ojek di Garut ini berhasil meraih gelar doktor kimia termuda.

Dilansir dari TribunTrends, sang ayah bernama Wagiman (51) yang berprofesi sebagai tukang ojek tentu merasa begitu bangga karena prestasi sang anak.

Namun prestasi yang didapatkannya kini tentu tak luput dari beberapa rintangan.

Salah satunya cibiran buruk dari para tetangga.

Mencari nama “Mas Ojek” di Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong, tidak terlalu sulit.

Baca juga: 15 Kali Gagal Tes FK, Sakhila Buktikan Tak Nyerah, Kini Viral Masuk Unair: Sampai Titik Penghabisan

Orang yang biasa dipanggil Mas Ojek tersebut adalah Wagiman (51), warga Kampung Neglasari, Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong.

Dari mulai pangkalan ojek di dekat rumahnya, hingga para penarik ojek di Pasar Andir Bayongbong dan sekitarnya, sudah cukup akrab dengan nama Mas Ojek.

Karenanya, begitu menanyakan rumah Wagiman, warga sekitar langsung menunjukkan sebuah rumah kecil dalam gang yang asri.

“Saya ngojek sejak tahun 1999, dulu kerja di pabrik di Bandung. Tapi tahun 1999 kena PHK karena moneter, jadi pulang kampung,” katanya kepada Kompas.com saat ditemui di kediamannya, Kamis (10/8/2023).

Kampung Neglasari, Desa Mekarsari, merupakan kampung istrinya, Tatat Kurniati (49).

Wagiman mengaku berasal dari Gombong, Kebumen.

Namun, karena sudah lebih dari 20 tahun di kampung istrinya dan bekerja menjadi tukang ojek, nama Wagiman sudah cukup dikenal masyarakat setempat.

Menjadi tukang ojek, Wagiman dan istri mampu mengantarkan anak sulungnya Wiwit Nur Hidayah meraih gelar doktor kimia termuda di Jawa Barat dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.

“Wiwit lagi di belakang, Pak, siang ini mau ke Bandung lagi, dipanggil dosen pembimbingnya,” kata Wiwit.

Sambil menunggu Wiwit, Giman dengan semangat menceritakan bagaimana anaknya bisa menyelesaikan jenjang sekolah hingga meraih gelar doktor di usia yang masih muda.

“Saya hanya mengantarkan saja kemauan anak, walau dengan hasil ngojek, saya juga tidak bisa sekolah sampai kuliah,” katanya.

Sejak kecil, menurut Giman, Wiwit memang disekolahkan di sekolah-sekolah favorit di tingkat kecamatan hingga kabupaten.

Padahal, Giman mengakui biaya masuk sekolah favorit tidak sedikit.

“Dulu waktu masuk TK (taman kanak-kanak) di sini, orang-orang bilang anak tukang ojek saja pakai sekolah TK segala,” katanya.

Tidak lama di sekolah TK, Giman pun menyekolahkan anaknya ke sekolah dasar (SD) yang kebetulan ada di belakang rumahnya.

Meski masuk SD di usia 5 tahun, Wiwit selal meraih gelar juara di kelasnya hingga lulus.

Karenanya, saat akan masuk SMP, sesuai saran guru, Wiwit pun disekolahkan di SMPN 1 Bayongbong, meski tidak jauh dari rumahnya ada sekolah negeri juga.

Tantangan besar mulai dirasakan Giman dan istri saat Wiwit lulus SMP.


Karena menjadi salah satu lulusan terbaik di SMPN 1 Bayongbong, anaknya pun disarankan melanjutkan ke SMAN 1 Garut yang menjadi salah satu SMA favorit di Garut.

“Banyak guru SMP-nya yang bantu.

Tapi kalau bantuan sifatnya pribadi saya tolak, kalau bantuan dari pemerintah saya terima,” katanya.

Giman dan istri sudah sepakat akan mengantarkan kemauan anaknya bersekolah hingga ke jenjang sesuai yang diinginkan anaknya.

Namun, keduanya sepakat untuk tidak menerima bantuan yang bersifat pribadi.

“Kita enggak mau ada utang budi ke orang lain,” kata Tatat sang Ibu.


Pasangan suami istri ini menyadari betul bahwa menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit dengan standar Internasional butuh biaya besar.

Namun, karena tak ingin mematahkan semangat anaknya menimba ilmu, keduanya pun tetap mengizinkan anaknya sekolah di SMAN 1 Garut dan berhasil lulus memuaskan.

“Masuk ke Unpad juga lewat jalur prestasi.

Hasil tes juga diterima di kampus-kampus lain, tapi akhirnya pilih di Unpad,” katanya.

Selama menjalani kuliah S-1 di Universitas Padjadjaran, Wiwit mengambil Jurusan Farmasi. Giman mengaku, saat itu anaknya memang menerima beasiswa dan biaya hidup.

Namun, biaya hidup sebesar Rp 600.000 per bulan tidak mencukupi kebutuhan anaknya yang harus tinggal di kos-kosan di daerah Jatinangor.

“Kalau berangkat, dibekelin berapa, terima aja, tidak pernah minta lebih,” kata Tatat, sang ibu, menambahkan.

Dengan segala perjuangan, Giman dan istri pun berhasil mengantarkan anaknya meraih jenjang S-1.

Namun, perjuangan Giman dan istri mengantar anaknya menimba ilmu belum selesai.

Sebab, selesai mengambil jenjang S-1 Farmasi, Wiwit melanjutkan kuliah profesi hingga menjadi apoteker.

Selesai meraih gelar apoteker, Wiwit rupanya belum puas dan melanjutkan ke jenjang S-2 dengan berbekal beasiswa karena prestasi yang dimilikinya selama menempuh jenjang S-1 dan profesi.

Bedanya, menurut Giman, beasiswa yang didapat anaknya nilainya lebih besar sehingga bebannya sedikit berkurang.

Tak puas dengan meraih gelar S-2, Wiwit anaknya ternyata juga sudah mempersiapkan diri untuk melanjutkan sekolah ke jenjang S-3 yang juga lewat jalur beasiswa yang nilainya juga lebih besar hingga anaknya bisa sampai melakukan penelitian ke Jepang.

“Beasiswanya besar, bisa sampai dua kali ke Jepang, tinggal di sana beberapa bulan, semuanya dibiayai beasiswa,” katanya.

Selama anaknya terus menempuh pendidikan, Giman dan Tatat hanya bisa mendampinginya dan berdoa yang terbaik untuk anaknya.

Sebab, mendukung dengan biaya, tentu berat bagi keduanya.

Apalagi, anak bungsunya, adik dari Wiwit yaitu Dwi Sekar Pertiwi, juga sudah mulai kuliah di Universitas Padjadjaran.

Rasa bangga jelas terpancar dari wajah Giman dan Tatat saat Wiwit ternyata berhasil menyelesaikan jenjang S-3 yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan oleh mereka sama sekali bisa menyekolahkan anak hingga jenjang tertinggi tersebut.

“Saya mah enggak mau apa-apa dari anak-anak, melihat dia (Wiwit) bisa seperti sekarang saja sudah senang banget,” kata Tatat sang ibu berseri-seri.

Kisah serupa juga terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu.

Inilah sosok artis jualan telur asin.

Selain jualan telur asin, sang artis kini juga telah hijrah.

Padahal dulu dia merasa hidupnya mewah.

Nasib aktor Egi John, dulu hidupnya glamor, kini justru jatuh miskin seusai berhijrah.

Dia rela berjualan telur asin hingga membuka warung soto demi menyambung hidup.

Bahkan Egi John sempat viral gegara dikabarkan menjual akun media sosialnya.

Lantas, bagaimana kehidupan Egi John sekarang ini?

Ya, dia adalah Egi John.

Dilansir dari TribunStyle, Egi John memutuskan berhenti bermain sinetron setelah hijrah pada 2016.

Egi John merasa semakin hidup sederhana setelah hijrah pada lima tahun lalu.

"Jadi lebih terlihat miskin," kata Egi John tertawa setelah syuting di TransTV, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2023).

Sewaktu masih bekerja di lokasi syuting sinetron, Egi John merasa 'hidup mewah' dan berkecukupan.

"Dunia entertainment itu harus glamor dan menjaga penampilan," ujar Egi John yang kini berusia 35 tahun itu.

Saat ini Egi John menjalankan bisnis konveksi dan kuliner dengan berjualan telur asin.

Egi John pernah berjualan soto di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Namun biaya sewa tempat yang cukup mahal membuat Egi John menghentikan dagangan soto.

"Sotonya enak, tapi biaya sewa tempatnya mahal," kata Egi John yang sempat mengelola bisnis kuliner telur asin di Bandung, Jawa Barat.

Sebelumnya, Egi John dikabarkan menjual akun media sosialnya setelah lama tidak pernah muncul di televisi.

Di akun media sosialnya itu Egi John disebutkan menjual akunnya untuk memenuhi kebutuhan hidup ayahnya.

Saat ini ayah Egi John dikabarkan sedang sakit.

Mendengar kabar tersebut, Egi John langsung membantahnya.


Menurut Egi John, akun media sosialnya itu sudah lama di hack orang lain.

"Aku nggak ngerti awalnya dan akun itu sebenernya udah lama nggak aku pegang," kata Egi John.

"Aku nggak tahu cara balikinnya karena gaptek (gagap teknologi)," lanjutnya.

Akun media sosial Egi John itu sudah terverifikasi dan centang biru.

Meski sudah centang biru, proses pengembalian akun media sosial itu tetap tidak mudah.

"Ribet urus sana-sini supaya akunku balik lagi, udah kayak semacam ujian nasional," kata pria yang kini berumur 35 tahun itu.

Egi John menyadari bahwa ada yang sengaja memanfaatkan akun media sosialnya untuk kepentingan pribadi.

"Soal donasi di akunku itu penipuan karena dia impersonating dan pura-pura jadi aku," ucap Egi John.

Pelaku, lanjut dia, "Bilang papaku harus diamputasi kakinya karena diabetes, padahal papaku udah meninggal dari tahun 2004."

Pemain sinetron bernama lengkap Egi John Foreisythe ini mulai dikenal lewat peran di sinetron Anak Cucu Adam dan Kodrat.

Egi John sempat tersorot karena pacaran dengan Marshanda yang baru cerai dari Ben Kasyafani.

 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved