Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Arti Kata

Arti Kata Pengemis yang Ternyata Berasal dari Tradisi Raja Keraton Surakarta, Ketahui Sejarahnya

Simak arti kata pengemis yang ternyata berasal dari salah satu tradisi Raja di Keraton Surakarta dan sudah masuk KBBI. Ketahui pula sejarahnya di sini

Editor: Elma Gloria Stevani
Kompas.com/ERICSSEN
Ilustrasi pengemis. Pengemis merupakan suatu kata yang sudah terdaftar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 

TRIBUNJATIM.COM - Saat mendengarkan kata pengemis, hal yang terlintas dalam benak diri kita adalah seseorang yang hidup susah, mengandalkan hidup dengan meminta-minta belas kasih orang lain.

Bahkan, kondisi tersebut tidak diinginkan hampir semua orang,

Mungkin yang dibayangkan oleh sebagian besar orang, pengemis mendapat uang dari pemberian orang lain.

Uang hasil meminta itu digunakan memenuhi kebutuhan dasar ntuk makan dan minum sehari-hari mereka agar bisa bertahan hidup.

Biasanya masyarakat umum memandang pengemis adalah individu yang tidak mampu memenuhi kehidupan dasarnya karena tidak bisa beradaptasi terhadap persaingan lapangan pekerjaan, budaya, kemampuan yang diakibatkan oleh faktor-faktor seperti pendidikan, lingkungan, kondisi keluarga dan lain sebagainya.

Namun, tahukah kalian arti kata pengemis sebenarnya?

Pengemis merupakan suatu kata yang sudah terdaftar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Kata pengemis digunakan untuk melabeli orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum.

Baru-baru ini, media sosial TikTok ramai memperbincangkan soal asal dan arti kata pengemis.

Konon, kata itu berasal dari salah satu tradisi Raja di Keraton Surakarta.

"Sejarah pengemis bermula dari bagian upacara adat di Kraton Surakarta," tulis pengguna TikTok ini.

Lantas, seperti apa arti kata pengemis di Indonesia?

Arti kata pengemis

Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Ganjar Harimansyah mengatakan bahwa kata pengemis berasal dari kata kemis.

"Kata pengemis merupakan kata turunan dari kata kemis," ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (27/8/2023).

Kata kemis kemudian direkam dalam KBBI degan makna minta (asalnya dilakukan pada hari Kamis) atau berupa kata benda ragam cakapan untuk menyebutkan hari Kamis.

Menurut Ganjar, kata kemis berasal dari bahasa Arab khamis, yang berarti hari ke-5 dalam jangka waktu satu minggu.

Kata itu kemudian diserap ke dalam bahasa Jawa menjadi "Kemis".

"Jika ada yang mengatakan bahwa kata pengemis berasal dari kata wong kemis atau wong ngemis, dapat ditelusuri dari tradisi kemisan di masa Sri Susuhunan Paku Buwono X (yang memerintah di Kesunanan Surakarta pada tahun 1893–1939," jelasnya.

Sejarah kata pengemis

ROMBONGAN—Inilah salah satu tangkapan layar video rombongan <a href='https://jatim.tribunnews.com/tag/pengemis' title='pengemis'>pengemis</a> diturunkan di salah satu ruas jalan di Kota Madiun, Jawa Timur yang viral di media sosial.

ROMBONGAN—Inilah salah satu tangkapan layar video rombongan pengemis diturunkan di salah satu ruas jalan di Kota Madiun, Jawa Timur yang viral di media sosial. (KOMPAS.com/Tangkapan Layar)

Ganjar menjelaskan, pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono X, setiap hari Kamis, Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat itu sering menemui rakyatnya di luar istana.

"Beliau biasa membagikan udhik-udhik atau sedekah berupa uang koin kepada masyarakat," kata Ganjar.

Dilansir dari penelitian Berpangku pada Raja: Pengemis dalam Narasi Sedekah Paku Buwono X Tahun 1893-1939 oleh Resianita Carlina, tradisi kamisan merupakan sebuah upacara adat yang diselenggarakan rutin setiap hari Kamis.

Upacara itu dimaksudkan untuk menyambut hari Jumat, hari yang dimuliakan dan dalam pengertian masa kerajaan Mataram Islam disebut sebagai harinya raja.

Pada hari itu, Paku Buwono X akan keluar dari Keraton untuk melihat kondisi rakyatnya.

Momen itu digunakan juga untuk mendekatkan diri kepada rakyatnya, salah satunya dengan membagikan udhik-udhik atau sedekah.

Awalnya, mereka yang menerima udhik-udhik menganggap bahwa pemberian sang Raja sebagai berkah yang tak ternilai.

Namun, dalam perkembangannya orang-orang yang menerima udhik-udhik itu disebut wong kemisan.

"Lambat laun, istilah tersebut berubah menjadi wong ngemis atau ‘orang yang meminta (minta),," jelas Ganjar.

Muncul pada 1890-an

Ganjar menambahkan, kata pengemis itu diperkirakan muncul pada 1890-an.

"Beberapa referensi menyebut kata itu muncul pertama kali di Koran Bromartani pada 1895 dalam berita kegiatan Kamis sore Pakubuwono X," kata dia.

Pemberian sedekah Pakubuwono X kepada wong kemisan ini juga tertulis dalam Serat Sri Karongron pada 1914.

Pada 1939, kata ngemis memiliki arti njaluk dana atau meminta bantuan dana.

Kemudian, pada 1939, kamus bahasa Melayu mencatat kata kemis (yang berarti hari), lalu menjadi kata ngemis, berkemis, pengemis.

Istilah Gaul dalam Bahasa Jawa

Dirangkum TribunJatim.com dari berbagai sumber, berikut kumpulan istilah gaul bahasa Jawa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari:
 
1. Sambat

Dikutip dari Kamus Indonesia-Jawa karya Sutrisno Sastro Utomo, sambat artinya mengeluh. Kata ini biasa digunakan ketika seseorang merasa lelah dengan kehidupan yang ia alami.
 
Terkadang, sambat juga menjadi curahan hati seseorang ketika sedang merasa tidak nyaman. Contoh penggunaannya yaitu: “Sekali-kali deh sambat, capek banget sama semuanya. Kapan ya masalah gue selesai?”
 
2. Nesu

Nesu artinya marah. Istilah ini biasa digunakan ketika seseorang sedang marah dan dongkol dengan keadaan.

Selain digunakan sebagai ungkapan, kata “nesu” juga bisa digunakan untuk menasihati orang lain. Misalnya: “Ojo nesu-nesu toh, semua bisa diselesaikan dengan baik.” 

3. Gondes

Gondes merupakan singkatan dari gondrong ndesa.

Dalam Kamus Indonesia-Jawa, kata gondes biasa ditujukan pada pemuda yang memiliki perilaku ataupun penampilan yang buruk dan mengganggu.

Biasanya, istilah ini digunakan untuk meledek seseorang.

Contohnya: “Owalah, gondes gondes.”
  
4. Ambyar

Kata ambyar identik dengan perasaan sedih dan galau.

Biasanya, kata ini digunakan untuk mengungkapkan perasaan yang dimiliki oleh seseorang. A

lasan kesedihan tersebut beragam, bisa karena putus cinta, terdapat masalah keluarga, dan lain-lain.
 
Di sisi lain, ambyar juga bisa mendefinisikan genre lagu yang sedih. Lagu-lagu tersebut biasanya dinyanyikan dalam bahasa Jawa. Misalnya lagu milik Didi Kempot, Denny Caknan, dan lain-lain.
 
5. Cenglu

Cenglu adalah singkatan dari bonceng telu atau bonceng tiga.

Istilah ini merujuk pada kondisi ketika seseorang naik motor bertiga dengan teman-temannya. Contoh percakapannya yaitu:
 
A: “Nanti pulang nebeng sama siapa?”
 
B: “Cenglu sama Dini dan Novi, nih.”

Baca artikel terkait arti kata lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved