Berita Lifestyle
Melenggang di SFP 2023, Farah Button Bawa Konsep Futurismo Lewat Busana Linen Era Tren Fesyen 60an
Brand fesyen lokal Farah Button menunjukkan eksistensinya di Surabaya. Melalui Surabaya Fashion Parade 2023, pemilik Farah Buton Sutardi menampilkan k
Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Ndaru Wijayanto
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Brand fesyen lokal Farah Button menunjukkan eksistensinya di Surabaya. Melalui Surabaya Fashion Parade 2023, pemilik Farah Buton Sutardi menampilkan konsep busana bertema futurismo.
Tema tersebut menampilkan motif garis dan bintik sebagai ciri utama dan disebut identik dengan tren fesyen era 1960an.
Implementasi Futurismo juga terlihat dalam desain yang berkonsep classy easy fashion. Sutardi terinspirasi dari hiruk-pikuk orang-orang selepas pandemic Covid-19, yang kerap kali masih bingung untuk menentukan outfit untuk kasual atau formal.
“Lebih ke classy, easy fashion jadi untuk desain sekarang ready to wear yang masih bisa kasual maupun formal. Jadi orang bisa pakai kemana saja,” ucap Sutardi ditemui di Surabaya Fashion Parade Tunjungan Plaza Surabaya, Kamis (7/9/2023).
Dipilihnya corak garis sebagi karakter utama pada desain ini, dikatakan Sutardi untuk mempermudah para penggunanya dalam memadukan outfit busana untuk dikenakan pada acara kasual maupun formal.
Warna-warna yang dipilih untuk ditampilkan pada fashion show kali ini didominasi pada warna tegas seperti cokelat, navy, hijau dan warna soft pink.
“Motif garis itu lebih enak saat dipakai untuk kasual dan formal dibanding motif bulat dan gampang dipadukan, warnanya juga kami bikin yang menarik,” ungkapnya.
Baca juga: Surabaya Fashion Parade 2023, Wali Kota Eri: Wadah Kreatif Anak Muda, Bisa Masuk Kalender Wisata

Baca juga: International Kids Fashion Festive 2023, Tampilkan Puluhan Desainer dan 600 Karya Busana Anak
Brand asal Yogyakarta ini menampilkan 10 busana yang dirancang dengan potongan one set, dress, atasan dan celana.
Kesan minimalis dan modern yang muncul pada busananya dinilai cocok dengan karakter unik kota besar Surabaya.
Ia menilai karakter tersebut terlihat dari masyarakat Surabaya yang hidup di kota besar tetapi tidak individualistis. Keakraban dan kehangatannya tetap terjaga.
“Jadi selepas kerja, orang masih punya waktu untuk sekadar hang out atau nongkrong dan koleksi-koleksi kami yang fleksibel dikenakan di kesempatan apa pun,” ucap Sutardi.
Potensi Surabaya yang luar biasa ini membuat Sutardi berencana membuka gerai Farah Button di Surabaya sehingga bisa memanjakan pelanggan di kota ini.
Karya-karyanya masih terfokus pada busana perempuan. Hal ini dilatarbelakangi oleh cerita awal mula Farah Buton terbentuk.
Sutardi mengisahkan, dirinya hanya belajar secara otodidak untuk menjahit, membuat pola maupun desain baju. Karya pertamanya adalah membuat baju dres untuk sang istri bernama Farah, delapan tahun lalu.
“Kami konsen di produk perempuan, karena memang awal mula buat baju buat istri. Jadi aku tidak bisa menjahit, tidak bisa mendesain semuanya otodidak. Belajar jahit awalnya dari baju yang tidak dipakai ku jahit ulang, jadi memang tidak sekolah desain dan sekolah jahit,” ujarnya.
Farah Button
Surabaya Fashion Parade 2023
Tribun Jatim
TribunJatim.com
tren fesyen era 1960an
SFP 2023
ISIK Ajak Ibu-Ibu Olah Kain Limbah Hotel Lewat Shibori dan Ecoprint, Membuatnya Ramah Lingkungan |
![]() |
---|
Buka Gerai di Ciputra World Surabaya, Staccato Kenalkan Koleksi Sepatu Tahun Baru Imlek |
![]() |
---|
Arumi Bachsin Tekankan Pentingnya Peran Ayah Dalam Pola Asuh Gen Z |
![]() |
---|
Nastar dan Spikoe Imlek Jadi Hantaran untuk Rayakan Tahun Baru Ular Kayu |
![]() |
---|
Menilik The Unstage Vol 2, Pameran Foto Hitam Putih Dibalik Panggung Fashion Show |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.