Gratiskan Pempek Buat Anak Yatim Piatu, Bang Jabo Ungkap Kisah Pilu di Baliknya, Kini Dagangan Ramai
Gratiskan pempek untuk anak yatim piatu, Bang Jabo ungkap kisah pilu di baliknya.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Kisah penjual pempek yang menggratiskan dagangannya untuk anak yatim piatu dan dhuafa setiap hari, jadi sorotan.
Penjual pempek yang biasa dikenal dengan sebutan Bang Jabo (42) tersebut mengungkap kisah pilu di balik aksinya tersebut.
Pria bernama asli Asmo Priambodo Hermawan Trimurti Yoso alias Wawan ini melalui kehidupan kelam selama di jalanan.
Kini ia akhirnya jualan pempek dan bahkan menggratiskan untuk anak yatim piatu sertu dhuafa, setiap hari.
Hal itu tampak di kertas yang ditempel di gerobaknya bertuliskan, "GRATIS SETIAP HARI UNTUK ANAK YATIM PIATU DAN DHUAFA".
Pria bertubuh besar ini menceritakan, alasannya menggratiskan pempek bagi mereka karena pernah merasakan betapa susahnya untuk makan di jalanan.
Ia tidak memikirkan hidupnya yang serba berkecukupan untuk membatasi dirinya berbagi kepada orang lain.
"Dari dulu kan saya juga susah makan, susah minum. Sampai ngorek-ngorek comberan. Sampai nyolong-nyolong," kata dia saat ditemui Wartakotalive.com di rumahnya kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (27/11/2023).
"Ya akhirnya saya sudah seperti sekarang. Saya mau berbagi kepada orang-orang yang hidupnya seperti saya dulu," ungkap Bang Jabo.
Berjuang turun ke jalan untuk hidup selama lima tahun lebih merupakan keputusannya sendiri.
Umurnya yang sudah dewasa, Bang Jabo ingin mencari uang sendiri karena tak mau merepotkan orang tua.
Ia sekaligus ingin memberi contoh kepada adik-adiknya jika sudah dewasa harus cari uang sendiri.
Pria kelahiran 31 Maret 1981 ini sempat melamar pekerjaan berbekal ijazah SMA, tetapi tak kunjung dapat.
Tak patah arang, anak sulung dari empat bersaudara tersebut terus berusaha mendapatkan kerja.
Baca juga: Tak Lagi Jadi Istri Artis, Eks Vokalis Band Kini Jualan Pempek Dos Rp15 Ribu, Pilu Anak Dihina
Namun ijazah SD sampai SMA hilang akibat banjir, hingga Bang Jabo akhirnya turun ke jalan.
"Dengan seperti itu, kan saya berpikir bagaimana saya mau lamar kerja, otomatis saya cari kerja sendiri dengan kemampuan dan kebisaan yang saya punya," tuturnya.
"Akhirnya saya turun ke jalanan untuk mengekspresikan apa yang saya bisa, saya mampu."
"Daripada saya bengong, nganggur, nebeng sama orang tua malu, saya cari uang sendiri," sambung dia.
Bang Jabo dulu berpindah-pindah sekolah sejak SD sampai SMA karena pekerjaan orang tua.
Mulai dari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, hingga kembali ke Ibu Kota.
Almarhum ayahnya adalah wiraswasta, sedangkan sang ibu pernah bekerja di apotek.
"Waktu sekolah di Jogja dulu, saya sempat kecelakaan, mati suri. Sudah dikubur 40 hari, alhamdulillah Allah masih sayang, masih cinta sama saya."
"Saya dikasih kehidupan kembali biar bisa hidup dan berbakti kepada orang tua sampai sekarang," ucapnya.
Selama di jalanan, apapun Bang Jabo lakukan untuk bisa bertahan hidup.
"Sampai akhirnya saya terjerumus ke dunia hitam, kelam, hidup enggak jelas. Sampai saya jadi biang kerok, seram, momok masyarakat," tutur dia.
"Waktu masih ada keributan dulu di Kebayoran Lama, waktu Madura sama Betawi pada bunuh-bunuhan, itu saya sampai masuk TV, saya sampai malu. Kalau nengok ke belakang sedih saya," lanjutnya.

Sampai akhirnya, pada tahun 2018, Bang Jabo bertemu dengan seseorang yang disebutnya Pak Panji.
Pak Panji awalnya menanyakan ke dirinya apakah tidak bosan hidup yang tidak jelas di jalanan.
"Waktu itu saya lagi nongkrong di bawah kolong jembatan, bingung mau ke mana, mana lapar, haus, hujan pula."
"Enggak bisa ke mana-mana, tiba-tiba ada Pak Panji habis belanja sesuatu," kata bang Jabo.
Ia kemudian ditawari pak Panji untuk berjualan pempek.
Tak butuh waktu lama, dirinya menerima tawaran tersebut.
"Saya diajak ke tempat beliau, ternyata punya pabrik pempek. Dia menawarkan ke saya 'mau enggak jadi pedagang pempek?', 'Ya mau banget, siapa yang enggak mau'," kata saya waktu itu," ucap dia.
Bang Jabo masih heran mengapa Pak Panji mau menerima dirinya menjadi pedagang pempek.
"Saya tanya ke beliau, 'Bapak enggak takut sama saya?' 'Enggak' kata dia."
"Saya tanya lagi, 'Kalau saya jual (gerobak) bagaimana pak Panji?' Dia bilang, 'Jual saja, memang situ mau balik lagi seperti dulu?'," kata Bang Jabo.
Baca juga: Pensiun Jadi PNS, Ayah Artis Jualan di Warung Meski Anak Punya Rumah Rp 20 M, Bersyukur: Masya Allah
Setelah belajar di sana selama beberapa hari, ia akhirnya berjualan pempek.
Gerobak beserta isinya yang sudah lengkap diberikan Pak Panji.
Setiap hari Bang Jabo berkeliling berjualan pempek seharga Rp2.000 per buah.
Ia hanya mendapat untung Rp700 perak dari setiap pempek yang dijualnya.
Kertas yang bertuliskan menggratiskan pempek bagi anak yatim piatu dan dhuafa mulai ditempel Bang Jabo sejak tiga tahun lalu.
Pak Panji sendiri pun tidak tahu adanya kertas dengan tulisan tersebut di gerobak yang diberikan untuk Bang Jabo.
"Ini sudah menempel di gerobak saya dari tiga tahun lalu. Dan mereka semua yang ada di pabrik pempek enggak tahu kalau saya tempel ini," ujar dia.
"Karena kan gerobaknya saya bawa balik ke rumah, (gerobak) yang lain pada di sana. Ya saya minta izin sama Pak Panji. Karena ibu saya juga sakit, saya mau urus ibu saya. Alhamdulillah dikasih (izin) sama beliau," sambungnya.
Adapun nama Jabo sendiri merupakan singkatan dari 'jarang bohong'.
"(Nama itu) dari anak-anak, teman-teman sejawat saya, yang tahu kelakuan saya. Dia bilang dasar Jabo, jarang bohong, apa adanya, ceplas-ceplos aja," tutur Bang Jabo.
"Ya habis kalau bohong juga buat apa. Mendingan saya jujur. Menjadi orang jujur itu mudah, menjadi orang jujur itu baik, dan menjadi orang jujur itu mulia," lanjut dia.
Sementara itu, ibu Bang Jabo bernama Sri Harti (74) mengatakan, waktu kecil anak sulungnya ini merupakan anak yang rajin sekolah.
"Sekolah seperti anak-anak lainnya sampai SMA, sebelum kenal sama dunia luar, baik-baik saja," tuturnya.
Rumah di kawasan Kebayoran Lama ini sudah lama ditinggali selama 40 tahun lebih.
"Tinggal di sini sudah lama, sekitar 44 tahun sampai sudah punya empat anak," ucap dia.
Sri menyebut bahwa dirinya sudah mengalami sakit sejak tahun 2017.
Saat ini Sri menggunakan kursi roda agar bisa menunjang aktivitasnya.
"Sakit saraf kejepit, lemah jantung, jantungnya ada pembengkakan, kakinya osteoporosis juga, macam-macam, namanya juga sudah lansia," kata dia.

Kisah serupa juga datang dari Siti Mardiah (42), seorang pedagang sayur di Kabupaten Bener Meriah, yang menjadi bukti nyata kasih sayang seorang ibu kepada anak-anak mereka.
Dimana Siti Mardiah berjualan sayur di ruko kecil bertempat di pinggir jalan Desa Pante Raya, Kecamatan Wih Pesam, Bener Meriah.
Ia rela berjualan sayur seharian penuh demi mewujudkan cita-cita anaknya hingga ke bangku perkuliahan.
Perjuangan Mardiah dalam berdagang sayur-sayuran ini sudah berjalan selama tujuh tahun.
Selain untuk kebutuhan bertahan hidup, ia bekerja keras setiap hari untuk memastikan bahwa masyarakat di Bener Meriah mendapatkan bahan makanan segar dengan harga terjangkau.
Mardiah tercatat sebagai warga Desa Pante Raya, Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah.
Ibu tangguh ini memiliki tiga orang anak yang kini ia besarkan bersama suaminya.
Ketiga anak-anak Mardiah, masing-masing kini sedang menempuh pendidikan mulai di tingkat SD, SMP hingga SMA.
Di antaranya, anak nomor satu sekarang ini sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Anak kedua juga sedang belajar di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kemudian, anak ketiga Mardiah sekarang ini menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD).
Menurut Mardiah, dirinya sangat bercita-cita agar bisa menyukseskan pendidikan anak-anaknya hingga ke bangku perkuliahan.
"Ibu mana yang tidak ingin anaknya kuliah dan sukses, mudah-mudahan umur sehat, dagangan lancar, dan bisa mewujudkan cita-cita anak-anak saya ke bangku perkuliahan," ujar Mardiah kepada Tribun Gayo, Kamis (27/9/2023).

Dikatakan Mardiah lagi, dirinya berjualan sayur dimulai dari pagi hingga menjelang magrib.
Sementara suami bekerja sebagai tukang kebun kupi, di desa setempat.
Meskipun pendapatan yang dihasilkan dari usahanya tidak selalu stabil, ia tetap menyisihkan sebagian keuntungan untuk menabung demi pendidikan anaknya.
"Ekonomi kami kurang, makanya saya juga putuskan untuk berjualan, untuk menambah pendapatan keluarga, juga menabung untuk anak kuliah," tuturnya.
Sementara itu, Mardiah berpesan kepada generasi muda agar selalu bersungguh-sungguh dalam menempuh pendidikan.
Karena menurutnya pendidikan merupakan investasi paling besar untuk generasi muda di masa depan.
"Terpenting selalu berbakti kepada orang tua," demikian pungkasnya.
pempek
anak yatim piatu
dhuafa
Bang Jabo
Asmo Priambodo Hermawan Trimurti Yoso
Kebayoran Lama
Jakarta Selatan
TribunJatim.com
Tribun Jatim
Kesepian Kronis Dapat Picu Gangguan Kesehatan Mental Serius hingga Berisiko Kematian |
![]() |
---|
Bupati Gresik Gus Yani Tinjau Pembangunan Pasar Sidayu, Targetkan Rampung Desember 2025 |
![]() |
---|
Wagub Jatim Pastikan Sistem Buka Tutup Jalan di Klakah Lumajang Rampung 20 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Reaksi Kapolsek Gempol Soal Tudingan Laporan Kehilangam Motor Warga Pasuruan Tak Ditindaklanjuti |
![]() |
---|
Sosok Pengusaha Jual Ratusan NMax Bodong Tanpa STNK Rp15 Juta, Langsung Ludes 2 Hari |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.