Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Nasib Bocah 12 Tahun Dijual Rp 140 Ribu ke Pria Dewasa, Dijajakan Nenek Demi Jagung, Kini Hamil Muda

Beginilah nasib bocah 12 tahun yang dijual anggota keluarganya sendiri yakni sang nenek untuk diganti dengan jagung, kini tengah hamil muda.

|
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Suryamalang
Ilustrasi gadis 12 tahun yang dijual neneknya ke pria dewasa 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang bocah 12 tahun dijual sang nenek untuk bisa dibarter dengan jagung.

Bocah 12 tahun itu tak mengerti awalnya apa yang dilakukan oleh sang nenek.

Ternyata, bocah yatim piatu itu dijajakan neneknya demi memenuhi hidup anggota keluarga lain.

Kisah pilu ini menyita perhatian masyarakat dan netizen.

Kini Tamara dinikahi pria dan sedang mengandung anak dari hasil pernikahannya.

Kisah pilu Tamara yang dijual neneknya sendiri di umur 12 tahun untuk menikah.

Dia kemudian dinikahi oleh pria yang lebih tua dan merasa tersiksa.

Mirisnya uang hasil penjualan Tamara tersebut digunakan sang nenek untuk membeli jagung.

Seperti apa kisah lengkapnya?

Sekitar satu dari lima anak perempuan di seluruh dunia menikah sebelum usia 18 tahun.

Baca juga: Nikahi Cucu Soekarno, Cita Citata Tak Undang Ayu Ting Ting, Ibu Bilqis: Gue Nikah Gede Juga Gak Jadi

Bahkan, negara yang memiliki undang-undang yang menentang perkawinan atau pernikahan anak kadang gagal menegakkannya.

Namun di Malawi, kini muncul tanda-tanda awal perubahan.

Pada ketiga kalinya mengunjungi Tamara, Tim BBC 100 Women diberitahu bahwa dia sedang pergi ke ladang untuk mengolah tanah sejak pagi-pagi buta.

Meskipun ia hamil sembilan bulan, tidak ada waktu istirahat bagi anak perempuan berusia 13 tahun itu.

Ilustrasi nikah beda agama.
Ilustrasi nikah (Pixabay)

Tamara (bukan nama sebenarnya) tidur di lantai gubuk kecil milik bibinya selama beberapa bulan ini, setelah suaminya, seorang pria berusia 20-an tahun, melarikan diri.

Ia mendengar bahwa lembaga kesejahteraan sosial datang untuk menyelamatkan Tamara dari pernikahan ilegal mereka dan kabur sebelum mereka tiba, sehingga Tamara pergi ke desa bibinya.

Banyak perubahan yang terjadi pada kehidupan Tamara dalam beberapa tahun terakhir.

Ia lahir dalam masyarakat desa petani di Distrik Neno, Malawi Selatan.

Baca juga: Artis Cantik Batal Nikah karena Ogah Dimadu, Tunangan Ingin Punya 3 Istri dan 4 Selir, Aib Dibongkar

Keluarganya hidup di bawah garis kemiskinan pemerintah Malawi, seperti 65 persen warga lainnya di wilayah tersebut.

Perang di Ukraina, rekan dagang Malawi, menambah tekanan karena terhambatnya pasokan gandum dan pupuk dan mendorong kenaikan harga.

Ketika orang tua Tamara jatuh sakit dan meninggal dalam waktu singkat, anak tunggal mereka diasuh oleh neneknya.

Tapi setelah sebulan tinggal bersama neneknya, suatu hari Tamara pulang dari sekolah dan mendapatkan kabar dari nenek.

"Dia bilang saya harus menikah," kata Tamara, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com

"Dia sudah menerima uang dari seorang pria," tambahnya.

Baca juga: Dulu Haru Nikah di ICU, Kini Suami Selingkuh Sama Pegawai, Istri Sah yang Malah Dilaporkan ke Polisi

Pria yang belum pernah ditemui Tamara telah membayar 15.000 Kwacha Malawi (sekitar Rp 140.000) untuknya.

Nenek Tamara sudah menghabiskan uang itu untuk membeli jagung bagi keluarganya, dan pria itu sudah tidak sabar.

Ia ingin perempuan yang dia bayar menjadi "istrinya" meninggalkan sekolah dan tinggal bersamanya.

Pernikahan anak dinyatakan ilegal di Malawi sejak 2017, tetapi sudah lama dianggap lumrah secara budaya di negara Afrika Timur itu, terutama di daerah pedesaan seperti tempat tinggal Tamara, di mana 85 persen populasi Malawi tinggal.

Menurut LSM Girls Not Brides (Anak Perempuan Bukan Pengantin), lebih dari 40 persen anak perempuan di Malawi menikah di bawah usia 18 tahun.

"Hidupku menjadi sulit karena pria itu lebih tua," kata Tamara.

"Dia menyakiti saya secara fisik dengan menggigit saya setiap kali saya membuat kesalahan," jelasnya.

Dia tinggal bersama pria itu selama tiga bulan, sampai seseorang memberi tahu lembaga sosial.

Kemudian, ketika proses sedang diatur agar Tamara dapat kembali ke sekolah, dia menyadari sesuatu. Dia melewatkan beberapa siklus haid.

Tamara, perempuan berusia 12 tahun, sedang mengandung bayi.

Berjarak hampir 100 kilometer dari gubuk bibi Tamara, perjalanan singkat dengan mobil dari perbatasan Mozambik, sebuah bangunan hijau terang kecil memainkan alunan musik pop Malawi.

Tempat itu merupakan kantor Radio Mzati, sebuah stasiun radio lokal.

Sekelompok perempuan muda berdandan glamor berusia 20-an berkumpul di studio radio. Mereka menyesuaikan mikrofon dan tertawa ria sambil bersiap-siap melakukan siaran.

"Halo! Halo! Selamat datang di edisi Ticheze Atsikana berikutnya," seru penyiar utama Chikondi Kuphata, "sebuah program yang berdiri sebagai platform bagi kita para perempuan cantik untuk membahas masalah yang mempengaruhi kita!"

Kuphata dan rekan penyiar Lucy Morris beralih antara bahasa Inggris dan bahasa Chichewa - nama program mereka artinya "Mari bercakap-cakap" dalam bahasa Chichewa.

Acara itu disiarkan setiap minggu, disponsori oleh AGE Africa, sebuah LSM yang mendukung anak perempuan rentan dan dari pedesaan untuk tetap bersekolah.

Siaran radio itu menjangkau lebih dari empat juta pendengar di seluruh Malawi. Mayoritas pendengar mereka adalah perempuan di komunitas pedesaan seperti Tamara.

Topik yang mereka bahas hari ini adalah pernikahan anak.

"Alasan utama di sini adalah kemiskinan," kata Morris.

"Karena sebagian besar keluarga di sini miskin, orang tua tidak dapat merawat anak-anak, jadi solusi terbaik adalah mengirim seorang perempuan ke dalam pernikahan. Anak-anak perempuan menikah dengan pria yang jauh lebih tua dari mereka yang dapat menafkahi mereka," jelasnya.

Para perempuan itu meminta pendengar mereka untuk mengirimkan komentar melalui WhatsApp, sebelum istirahat dan memainkan lagu bertajuk Come Back.

"Anda sekarang butuh sekolah untuk segala hal! Lebih baik Anda kembali ke sekolah! Pernikahan dini tidak baik! Ketika anak perempuan mendapatkan pendidikan dan mereka tahu hak-hak mereka, mereka bisa mendapatkan bantuan untuk menghentikan pernikahan anak. Itu bagian dari misi kami, untuk membuat perempuan berbicara, untuk berbagi cerita mereka dan tahu bahwa ada cara lain," kata Morris.

Desanya, Gulumba, di kaki Gunung Mulanje, memiliki klub mendengarkan khusus perempuan untuk siaran Ticheze Atsikan.

Penggemar lain dari acara itu, meskipun dia tidak diundang ke kelompok pendengar, adalah kepala daerah, Benson Kwelani.

Kwelani mengatakan ia mendorong anak perempuan untuk tetap bersekolah, dan tidak akan memberikan restunya untuk menikah jika perempuan itu berusia di bawah 18 tahun.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved