Berita Viral
Padahal Erupsi, 2 WNA Nekat Kemah di Lereng Gunung Lewotobi, Ingin Tiduran Sambil Lihat Lava Pijar
Dua warga negara asing nekat berkemah di lereng Gunung Lewotobi Laki-laki yang tengah erupsi.
TRIBUNJATIM.COM - Dua warga negara asing nekat berkemah di lereng Gunung Lewotobi Laki-laki yang tengah erupsi.
Mereka nekat mendirikan tenda di daerah yang menjadi jalur aliran lava.
Aksi nekat 2 WNA inipun viral di media sosial.
Diketahui 2 WNA ini berasal dari Swedia.
Alasan mereka nekat kemah meski gunung tengah erupsi pun terjawab.
Mereka mengaku ingin tiduran sambil melihat lava pijar.
Baca juga: Sosok Zhafirah Zahrim Febrina yang Viral Jadi Korban Erupsi Gunung Marapi Kini Meninggal Dunia di RS
Hening (38) dan Alex (34), dua warga negara asing (WNA) asal Swedia nekat berkemah di lereng Gunung Lewotobi Laki-laki, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Rabu (17/1/2024) malam.
Keduanya ditemukan oleh tim SAR gabungan yang sedang melakukan patroli di sejumlah lokasi di lereng Gunung Lewotobi.
Tim SAR kemudian mengarahkan Hening dan Alex segera meninggalkan lokasi karena sangat berbahaya.
Sebab, Gunung Lewotobi sedang mengalami erupsi terus-menerus dan berstatus level VI awas.
Sementara itu, Hening mengaku, ia dan Alex nekat mendirikan tenda di lokasi tersebut agar bisa melihat lava pijar di puncak Gunung Lewotobi Laki-laki.
"Salah satu keinginan saya dan Alex dari kecil adalah tidur sambil melihat gunung api yang mengeluarkan lava pijar," ucap Hening, dikutip dari Kompas.com.

Meski begitu, Hening melanjutkan, keduanya akan meninggalkan lokasi jika tidak diperbolehkan.
"Tidak apa-apa jika tidak diperbolehkan, kami akan pergi," katanya.
Komandan Tim Basarnas Maumere, Rizwan Dwi Putra membeberkan, dua WNA tersebut membangun tenda di zona merah erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.
Tenda mereka hanya terpaut jarak ratusan meter dari ujung lahar panas yang sedang mengarah ke Desa Nurabelen, Kecamatan Ilebura.
"Jarak antara tenda dan ujung lahar panas sangat dekat sekali. Sekitar 500-an meter, sangat berbahaya untuk mereka," ujarnya.
Rizwan berharap ada pos keamanan di jalan masuk dan keluar lintas selatan dari Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, menuju pertigaan Pasar Boru, Kecamatan Wulanggitang, maupun sebaliknya.
Dengan begitu, aktivitas kendaraan yang masuk keluar di jalur tersebut terpantau secara baik.
Kisah lainnya, seorang gadis kecil berusia 4 tahun menjadi manusia termuda yang bisa mencapai basecamp Gunung Everest.
Baca juga: Dulu Hidupnya Mewah Kini Tinggal di Kaki Gunung, Mantan Artis Papan Atas Jadi Petani, Makan Ngutang
Tak main-main, gadis kecil dan kakaknya yang berusia 7 tahun bersama sang ayah berhasil melakukan perjalanan jauh dan dingin di Gunung Everest.
Gadis itu bernama Zara.
Zara berhasil melakukan perjalanan panjang sejauh 170 mil (273 Km) menuju basecamp Gunung Everest di ketinggian 17,598 kaki (5365 meter).
Ayah Zara, David Šifra menjelaskan kenapa mereka berani mendaki gunung tertinggi kedua di dunia itu.
David mengaku tak main-main dengan persiapan mereka sebelum mendaki gunung.
David mengaku telah memastikan memeriksa saturasi oksigen darah dari si gadis kecil dan kakaknya selama pendakian bertahap tersebut.
Foto-foto mereka juga menunjukkan Zara yang telah melakukan trekking bersama kakak laki-lakinya menikmati pemandangan pegunungan Himalaya yang menakjubkan.
David menjelaskan: "Tidak ada masalah berarti selama perjalanan."
"Aklimatisasi berjalan di atas rata-rata, Zara kecil memiliki kondisi fisiknya yang sangat baik, bahkan melampaui perkiraan, dengan beberapa pengecualian, yaitu ratusan pendaki lainnya."
"Bagaimana mungkin seorang gadis berusia 4 tahun secara fisik dan mental bisa mengalami hal seperti ini?"
David Šifra menekankan pola asuh Zara yang tidak biasa di Malaysia telah membantunya berlatih untuk berhasil dalam pendakian yang menantang,
Hingga pada akhirnya membuatnya memecahkan rekor dunia sebagai gadis termuda yang mencapai basecamp Gunung Everest.
Rekor dunia sebagai orang termuda yang mencapai base camp Gunung Everest sebelumnya dipegang oleh Prisha Lokesh Nikajoo yang baru berusia 5 tahun saat melakukan pendakian pada 2023.
Namun berapa pun usia pendakinya, perjalanan menuju base camp Everest sangat membebani tubuh.
Bahkan bisa berpengaruh keras dan bahkan bisa mmemicu penyakit ketinggian, bahkan hingga kematian.
Gejala biasanya berkembang antara enam dan 24 jam setelah mencapai ketinggian lebih dari 9.800 kaki (2987 meter) di atas permukaan laut.
Gunung Everest jauh melampaui ketinggian tersebut – dengan ketinggian yang luar biasa yaitu 29.030 kaki (8930 meter).
Pada 2019 lalu, ‘kemacetan lalu lintas’ dan kepadatan yang berlebihan di jalur pendakian menjadi penyebab kematian 11 pendaki hanya dalam sepuluh hari pada bagian pendakian yang paling berbahaya.
Di beberapa titik pendakian menuju Everest, para pendaki terpaksa melewati tubuh beku para pendaki masa lalu.
Meski sangat berbahaya, tak sedikit pendaki muda berharap bisa mendaki gunung yang tersohor itu.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com
warga negara asing nekat berkemah di lereng Gunung
erupsi
viral di media sosial
Swedia
Tribun Jatim
TribunJatim.com
jatim.tribunnews.com
berita viral
Syamsul Syok Bawa Uang Rp 9 Juta saat Jaga Ortu di ICU Mendadak Hanya Tersisa Rp 10 Ribu |
![]() |
---|
15 Tahun Nurjanah Dikurung di Kamar Sempit Tanpa Toilet, Mental Terganggu Sejak Dinikahi Pria Blitar |
![]() |
---|
Siapa Sosok Pengemudi Mobil Rantis Brimob yang Lindas Ojol Affan? Ini Daftar 7 Polisi yang Diamankan |
![]() |
---|
Warga Ketar-ketir Macan Tutul Lembang Park Zoo Belum Tertangkap usai Kabur Jebol Atap |
![]() |
---|
Ujung Hidup Affan dari Antar Order Berakhir Dilindas Rantis, Tersisa Air Mata Ayah dan Teriakan Ibu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.