Ramadan 2024
Hukum Puasa bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan 2024 Lengkap dengan Cara Membayar Utang Puasa
Dalam artikel ini tersaji hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui saat Ramadan 2024 lengkap dengan cara membayar utang puasa.
TRIBUNJATIM.COM - Hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui saat Ramadan 2024 penting untuk dipahami wanita muslim.
Puasa Ramadan 2024 merupakan ibadah wajib yang harus dijalankan setiap muslim, tapi ada pengecualian bagi orang tertentu, termasuk ibu hamil dan menyusui.
Kedua kategori tersebut memiliki ketentuan yang berbeda dengan umat muslim lainnya.
Lantas, seperti apa hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui saat Ramadan 2024?
Simaklah artikel TribunJatim.com ini sampai selesai untuk mengetahui ketentuan yang berlaku.
Artikel ini juga akan mengungkap apa saja yang dapat dilakukan untuk membayar puasa Ramadan bagi ibu hamil dan menyusui.
Pada Ramadan 2024, seluruh umat Muslim diwajibkan untuk melakukan ibadah puasa mulai dari terbit fajar hingga waktu maghrib.
Namun, terdapat golongan orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada Ramadhan 2023.
Di antaranya adalah ibu hamil dan ibu menyusui.
Ibu hamil dan ibu menyusui boleh tidak berpuasa jika mereka khawatir akan membahayakan kesehatan dirinya atau anaknya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang dijelaskan dalam sebuah hadits.
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menggugurkan kewajiban puasa dan separuh sholat dari pundak musafir, dan menggugurkan puasa dari pundak wanita yang hamil dan wanita yang menyusui.” (HR Imam Ahmad dan lainnya)
Keringanan bagi ibu hamil dan ibu menyusui untuk tidak berpuasa juga selaras dengan Al Quran surat Al-Baqarah ayat 233 berikut ini
“…. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya atau seorang ayah karena anaknya.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Meskipun tidak berpuasa, ibu hamil dan ibu menyusui wajib menggantinya dengan puasa qadha di hari lain atau membayar fidyah.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran surat Al-Baqarah ayat 184.
“(yaitu) dalam beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika mengetahui.”
Berikut merupakan hukum puasa bagi ibu hamil dan ibu menyusui menurut beberapa pendapat ulama.
• Mazhab Maliki
Jika ibu hamil khawatir terjadi bahaya pada dirinya atau pada dirinya dan anaknya, maka ia boleh tidak berpuasa. Sebagai gantinya, ia perlu melakukan puasa qadha di hari lain tanpa membayar fidyah.
Sedangkan pada ibu menyusui, boleh tidak berpuasa dan menggantinya dengan puasa qadha di hari lain sekaligus membayar fidyah.
• Mazhab Hanafi
Ibu hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa jika ia mengkhawatirkan dirinya atau bayinya.
Ia wajib menggantinya dengan melakukan puasa qadha di hari lain dan tanpa harus terus menerus (sambung menyambung) ketika berpuasa tanpa ada kewajiban untuk membayar fidyah.
• Mazhab Hanbali
Apabila ibu hamil dan menyusui khawatir terhadap kesehatan dirinya atau dirinya dan anaknya sekaligus, maka ia boleh tidak berpuasa. Sebagai gantinya, ia wajib melakukan puasa qadha tanpa membayar fidyah.
Namun, jika ia hanya mengkhawatirkan anaknya, maka ia wajib melakukan puasa qadha dan membayar fidyah.
• Mazhab Syafi’i
Ibu hamil atau menyusui boleh tidak berpuasa jika mengkhawatirkan kesehatan pada dirinya atau pada dirinya dan andaknya sekaligus. Sebagai gantinya, ia wajib mengqhada puasa tanpa membayar fidyah.
Sedangkan jika ia khawatir kepada anaknya saja, maka ia wajib melakukan puasa qhada sekaligus membayar fidyah.
Demikian informasi terkait hukum puasa bagi ibu hamil dan ibu menyusui.
Meskipun diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan 2024, ibu hamil dan ibu menyusui dianjurkan untuk tetap memperbanyak ibadah dan amalan sunnah agar mendapatkan keberkahan.
Cara Membayar Utang Puasa bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Islam memberikan kemudahan bagi ibu hamil dan menyusui untuk menjalankan ibadah puasa.
Mengutip buku Step by Step Puasa Ramadhan bagi Orang Sibuk oleh Agus Arifin, ulama besar seperti Ibnu Ibbas dan Said bin Jubair menyatakan, ibu hamil dapat membayar utang puasa dengan cara qadha atau fidyah.
Qada puasa dibatasi sampai sebelum datangnya Ramadan 2024 berikutnya.
Jika sampai tahun berikutnya tetap tidak bisa melakukan qada karena menyusui, cukup membayar fidyah atau memberi makan fakir miskin.
Hal ini didasarkan pada surat Al Baqarah ayat 184 yang artinya:
Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan, maka wajib mengganti sebanyak hari yang lain.
Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah yaitu memberi makan seorang yang miskin.
Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.
Mengutip laman baznas.go.id, waktu membayar fidyah puasa bagi ibu hamil dan menyusui dapat dilakukan saat bulan Ramadan 2024 atau sebelum bulan Ramadan berikutnya.
Fidyah dapat dibayarkan dengan bahan pangan pokok, yakni sebanyak 1 sha yang setara 1,5 kg beras, atau dapat diberikan dalam bentuk hidangan lengkap.
Apabila ingin membayar fidyah dengan uang, hasil dari 1,5kg beras dirupiahkan dengan harga yang berlaku kemudian dikali dengan banyaknya hari puasa yang ditinggalkan.
Berdasarkan SK Ketua Baznas No.07 tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah DKI Jakarta, ditetapkan nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp60.000/hari/jiwa.
Penjelasan Buya Yahya
Melalui kanal YouTube Media Dakwah, Buya Yahya menjelaskan tentang hal tersebut.
Buya menjelaskan jika ada wanita hamil dan berat untuk berpuasa, maka diperbolehkan tidak berpuasa.
Namun setelah selesai hamil dan menyusui harus membayarnya di lain bulan.
"Sebetulnya setiap wanita saat hamil kok berat (berpuasa) baik karena bayinya atau dirinya sendiri yang lemas, ini kemurahan dari Allah boleh membatalkan puasa.
Nanti setelah selesai hamil, melahirkan dan menyusui maka wajib mengqadha," ujar Buya saat menjawab pertanyaan jemaah.
Lebih lanjut, Buya Yahya menjelaskan saat wanita setelah melahirkan dan menyusui, maka belum ada kewajiban untuk membayarnya.
"Kalau masih menyusui belum ada kewajiban untuk mengqadhanya, tapi setelah terbebas dari persusuan itu tadi," sambungnya.
Jika setelah menyusui kemudian hamil kembali, Buya mengatakan tetap wajib membayar puasa semampunya.
Namun hal tersebut harus dipastikan apakah ada uzur seperti sakit atau masih menyusui atau tidak.
Apabila tidak membayar puasa dan masuk ke bulan Ramadhan lagi, maka terhitung dzalim.
"Kalau setelah menyusui hamil lagi dan menyusui lagi, maka di saat setelah menyusui yang terakhir itulah wajib mengqadhanya semampunya.
Kalau tidak mengqadha sampai masuk Ramadhan lagi, maka tergolong dzalim," sambungnya.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ustaz Adi Hidayat (UAH) melalui tayangan di Audio Dakwah.
Penjelasan Ustaz Adi Hidayat
Ustaz Adi mengatakan terdapat dua pendekatan kaidah fikih untuk menentukan hukum berpuasa bagi ibu hamil atau menyusui.
Yang pertama, pendekatan hakiki yang merupakan penyebab orang tak boleh berpuasa karena memang dirinya tidak diperbolehkan untuk berpuasa.
Pada tayangan tersebut, UAH memberikan contoh seperti orang sakit yang penyakitnya tidak nampak dan membuatnya tidak bisa melaksanakan puasa.
"Misalnya orang sakit yang penyakitnya tidak nampak," ujarnya dalam memberikan contoh.
Ia menyebut penyakit kanker, diabetes yang mengharuskan konsumsi obat secara berkala dan sejenisnya.
"Seperti kanker, diabetes yang harus infus atau treatment dalam waktu tertentu," sambungnya.
Kedua, ialah pendekatan maknawi yaitu pendekatan yang disebut UAH sama seperti pendekatan hakiki.
Yaitu memiliki keadaan yang sama dengan orang sakit, namun mempunyai kondisi yang berbeda.
"Sebabnya sama kayak orang sakit, tapi kondisinya berbeda," sambung UAH.
Ia menyontohkan pada kasus tersebut ialah ibu hamil atau menyusui.
Mereka diperbolehkan tidak berpuasa karena dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan bayi ataupun proses produksi asi untuk anaknya.
Ibu hamil membutuhkan masukan kalori dalam tubuh sekitar 2.200 hingg 2.300 kalori.
Sementara itu untuk ibu menyusui membutuhkan kurang lebih 2.200 hingga 26.00 kalori untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
"Paling tidak ibu hamil butuh sekitar 2200-2300 kalori dan 2.200-2.600 untuk ibu menyusui," ujar UAH.
Beberapa ibu mengklaim bahwa dirinya kuat untuk berpuasa dalam keadaan hamil atau menyusui.
Namun UAH menyampaikan, sangat disayangkan jika merasa kuat tetapi harus ada apa-apa dengan bayinya.
Pada contoh lain, ia memaparkan jika ibu hamil atau menyusui kuat untuk berpuasa, namun banyak mengeluh saat menjalankannya.
Oleh karena itu dengan kondisi seperti inilah, UAH menyebut boleh berbuka di sepanjang waktu puasa atau tidak berpuasa sekaligus.
UAH memamaparkan tidak ada perselisihan antar ulama dalam menangani kasus tersebut.
Para ulama sepakat memperbolehkan berbuka bagi mereka yang sedang hamil atau menyusui.
Meskipun tidak berpuasa, mereka wajib membayar puasa di lain waktu dan membayar fidyah.
"Kalau hamil boleh tidak puasa, tapi wajib qadha atau fidyah," ungkap UAH.
Ia menjelaskan lebih detail terkait pembayaran puasa dan fidyah.
Baginya terdapat tiga kekhawatiran ibu hamil atau menyusui saat menjalankan ibadah puasa.
Pertama, khawatir pada dirinya yang ditakutkan tidak kuat berpuasa.
Orang yang mengalami hal tersebut wajib membayar puasanya di hari lain setelah bulan Ramadhan.
Kedua, khawatir terhadap dirinya dan bayinya.
Dalam hal ini mereka mengkhawatirkan keadaan dirinya ataupun bayinya, maka diwajibkan membayar puasa dan fidyah.
"Puasa untuk dirinya, fidyah untuk bayinya," tandas UAH.
Imam Abu Hanifah mengatakan agar mendahulukan mengganti puasa daripada membayar fidyah.
"Jika dirasa mampu, dikatakan Imam Abu Hnaifah untuk membayar puasa saja," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribun Sorong dan Tribun Bogor
---
Berita Artis dan Berita Jatim lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com
ibu hamil
ibu menyusui
Tribun Jatim
TribunJatim.com
jatim.tribunnews.com
hukum puasa bagi ibu hamil
hukum puasa bagi ibu menyusui
Ramadan 2024
TribunEvergreen
Rasulullah SAW
Bacaan Doa Akhir Ramadan yang Dianjurkan Nabi Muhammad SAW, Tulisan Arab Latin dan Terjemahan |
![]() |
---|
Kurang 2 Hari Lebaran, Masih Ada Waktu Bayar Zakat Fitrah, Cek Besarannya untuk Wilayah Jawa Timur |
![]() |
---|
Waktu Itikaf Mulai Jam Berapa? Amalan untuk Meraih Lailatur Qadar, Berikut Penjelasan Ulama Mesir |
![]() |
---|
Sebaiknya Itikaf Mulai Jam Berapa? Amalan 10 Hari Terakhir Ramadan untuk Mendapatkan Lailatul Qadar |
![]() |
---|
Waktu Paling Utama Bayar Zakat Fitrah yang Dianjurkan Nabi Muhammad, Disertai Besaran Zakat Fitrah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.