Berita Viral
Pilu Ciuman Perpisahan Ayah Keluarga Lompat Bersama di Apartemen, Semua Jatuh dengan Kondisi Terikat
Lewat rekaman kamera CCTV, polisi mengetahui gerak-gerik mereka sebelum melompat. Mereka dengan sengaja naik ke lantai 22 apartemen tersebut.
TRIBUNJATIM.COM - Berikut ini sejumlah fakta kasus keluarga lompat bersama di apartemen.
Sang ayah memberikan ciuman perpisahan dan tangan saling terikat.
Satu keluarga berinisial EA (51), AIL, JWA (13), dan JL (18), bunuh diri dengan melompat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (9/3/2024).
Keempat orang ini diketahui sudah tidak tinggal di apartemen ini selama lebih dari dua tahun.
Saat Kompas.com ( TribunJatim.com Network ) coba mendatangi apartemen itu, terlihat masih ada garis kuning yang membatasi area jatuhnya keluarga ini.
Terdapat juga taburan bunga dan buket bunga di lokasi.
Selain itu, terdapat kantong plastik berwarna hitam yang mengalasi aspal.
Lewat rekaman kamera CCTV, polisi mengetahui gerak-gerik mereka sebelum melompat.
Mereka dengan sengaja naik ke lantai 22 apartemen tersebut untuk menjalankan aksinya.
Baca juga: Nasib Keluarga Lompat dari Apartemen di Penjaringan, Masa Lalunya Dikuak Tetangga: Berubah
Ayah sempat cium keluarga di dalam lift
Sang ayah yang berinisial EA sempat mencium istrinya AIL dan kedua anaknya, JWA dan JL, saat hendak masuk lift.
Kapolsek Penjaringan Kompol Agus Ady Wijaya mengatakan, hal itu terekam CCTV saat keempat orang itu naik lift.
"CCTV menunjukkan para korban ini datang bersama, naik lift bersama. Di lift, EA menciumi para korban lain," ucap Agus saat dikonfirmasi, Minggu (10/3/2024).
Setelah itu, sang ibu, yakni AIL, mengumpulkan ponsel para korban dan ditaruh dalam tasnya hingga keluar lift.
"AIL mengumpulkan HP para korban di tasnya, sampai keluar lift bersama," jelas Agus.
Sesampainya mereka di lantai atas atau rooftop, tidak ada saksi lain yang melihat jelas kejadian itu.
Namun, kamera CCTV kedua menayangkan keempat orang itu jatuh bersamaan seusai melompat dari lantai atas apartemen.
"Dan disambung lagi CCTV terlihat jatuh bersamaan," tambah Agus.
Baca juga: Lagi Mencangkul, Pria Tulungagung ini Lihat Anak Buaya di Sawahnya, Ending Dibawa ke Rumah
Jatuh dengan kondisi terikat
Agus menuturkan, sang ayah EA awalnya terikat tali dengan anak laki-lakinya, JL. Namun, tali itu terlepas.
"Pada saat terjatuh kondisi di bawah itu masih dalam kondisi EA terikat dalam tali yang sama dengan JL," kata Agus.
"Saat di bawah, tali itu terlepas," tambah Agus.
Sedangkan sang ibu, AIL, tangannya terikat dengan anak perempuannya berinisial JWA. Saat mendarat, tali itu pun masih terikat.

Polisi masih dalami motif
Saat ini, keempat jenazah sekeluarga itu dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk diotopsi.
Polisi masih menyelidiki apa motif sekeluarga itu melakukan bunuh diri.
"Masih kami tindak lanjuti motif dari kasus ini," ucap Agus.
Baca juga: Pembunuh Santri di Ponpes Kediri Ternyata Sepupu Sendiri, Motif Dikuak Pengacara: soal Salat Jemaah
Pakar Sebut Keluarga yang Terjun Bersama dari Apartemen Itu Kasus Bunuh Diri Sekaligus Pembunuhan
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, menilai keluarga yang terjun dari Apartemen Teluk Intan, Jakarta Utara, bukan bunuh diri sepenuhnya.
Menurut dia, ada unsur pidana dalam kasus tersebut. Pasalnya, ada dua orang korban yang merupakan anak di bawah umur.
"Ingat, pada kejadian yang menyedihkan dan mengerikan itu ada dua orang anak-anak," ucap Reza dalam keterangannya kepada Kompas.com, Senin (11/3/2024).
Seperti diketahui, satu keluarga berinisial EA (51), AIL, JWA (13), dan JL (18), bunuh diri dengan terjun dari lantai 22 apartemen pada Sabtu (9/3/2024).
Lebih lanjut Reza menjelaskan, empat orang itu baru bisa dikatakan bunuh diri bersama-sama hanya jika bisa dipastikan bahwa ada kehendak dan kesepakatan (konsensual) bersama untuk melakukan perbuatan sedemikian rupa.
"Implikasinya, anggapan bahwa anak-anak berkehendak dan bersepakat, dalam peristiwa semacam ini serta-merta gugur," ucap Reza.
Baca juga: Nasib Mujur Rochmadi Dapat Rp 10 Juta dari Bersihkan Makam, Tak Ada Tarif, 29 Tahun Gantikan Kakak
Dalam situasi apa pun, ucap Reza, anak-anak secara universal harus dipandang sebagai manusia yang tidak memberikan persetujuannya bagi aksi bunuh diri.
Hal ini, kata dia, sama jika dianalogikan dengan kekerasan seksual yang mana anak-anak harus selalu didudukkan sebagai individu yang tidak ingin dan tidak bersepakat melakukan aktivitas seksual.
Terlepas apakah anak-anak pada peristiwa itu mau atau tidak mau untuk bunuh diri, Reza berujar, tetap mereka harus diposisikan sebagai orang yang tidak mau dan tidak setuju.
"Aksi terjun bebas tersebut, dengan demikian, mutlak harus disimpulkan sebagai tindakan yang tidak mengandung konsensual," ucap Reza.
Karena tidak konsensual, Reza menilai, maka anak-anak itu harus disikapi sebagai manusia yang tidak berkehendak dan tidak bersepakat, melainkan dipaksa untuk melakukan aksi ekstrem tersebut.
Atas dasar itu, anak-anak itu sama sekali tidak bisa dinyatakan melakukan bunuh diri. Karena mereka dipaksa melompat, ucap Reza, maka mereka justru korban pembunuhan.
"Pelaku pembunuhannya adalah pihak yang harus diasumsikan telah memaksa anak-anak tersebut untuk melompat sedemikian rupa," kata dia.
Kendati kejadian tersebut berubah menjadi bunuh diri dan pembunuhan, polisi tidak bisa memrosesnya lebih lanjut karena terduga pelaku sudah tewas.
Pasalnya, kata dia, Indonesia tidak mengenal posthumous trial atau proses pidana terhadap pelaku yang sudah mati.
Namun, Reza menenkankan bawa dalam pendataan polisi, peristiwa memilukan itu seharusnya tetap dicatat sebagai kasus pidana.
"Yakni terkait pembunuhan terhadap anak dengan modus memaksa mereka untuk melompat dari gedung tinggi," tutur Reza.
DISCLAIMER: Berita atau artikel ini tidak bertujuan menginspirasi tindakan bunuh diri.
Pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.
Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan bunuh diri.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri.
Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling, Anda bisa simak website Into the Light Indonesia di bawah ini: https://www.intothelightid.org/tentang-bunuh-diri/hotline-dan-konseling/.
Anda dapat langsung mencoba menghubungi Puskesmas tingkat Kecamatan dan/atau Rumah Sakit Umum terdekat yang menjadi rujukan di kota tempat tinggal Anda. Jika Anda menghubungi rumah sakit, tanyakan apakah mereka memiliki psikolog, psikiater, atau poliklinik jiwa.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Berita Viral dan Berita Jatim lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
TribunJatim.com
viral di media sosial
keluarga lompat bersama di apartemen
Tribun Jatim
Penjaringan
Jakarta Utara
TribunEvergreen
CCTV
berita viral
jatim.tribunnews.com
Walikota Diminta Tangani Ari yang Blokir Jalan Warga, Pihak Pemerintah Mulai Gerak: Dalam 7 Hari |
![]() |
---|
Siswa SMK Tertekan usai Dituduh Gurunya Pakai Narkoba, Orang Tua Langsung Tes Anaknya ke RS |
![]() |
---|
Kades Blak-blakan soal Mbah Tarman Sebelum Punya Cek Rp 3 Miliar: Dia Itu Sopir, Punya Bisnis Klenik |
![]() |
---|
Ulah Mobil Penjual Bensin Eceran Bikin SPBU Kebakaran, Sehari 10 Kali Isi BBM: 2 Juta Belum Penuh |
![]() |
---|
Kana Ibu Mertua Mbah Tarman Beberkan Video Call Terbaru dengan Anak Menantunya: Dia Tidak Kabur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.