Hikmah Ramadan
Berpuasa Digital, Meraih Kesehatan Mental
Berpuasa di bulan Ramadan merupakan perintah wajib agama.Bagi setiap mukmin yang sudah memenuhi syarat menjadi sebuah keharusan berpuasa sebulan.
Mereka yang tidak familiar dengan Facebook, bisa bermain di Twitter (X) atau instagram dan lainnya. Bahkan mereka yang tidak suka dengan itu, masih bisa bermain di whatsapp yang sudah menyediakan fitur-fitur baru dan beragam. Mau nyetatus seperti X, bisa. Mau kirim link video atau berita digital juga bisa. Bahkan nonton tivi juga bisa lewat HP. Manusia sudah dikepung dengan media sosial yang beragam.
Baca juga: Kapan Malam Lailatul Qadar 2024? Ketahui Tanda-tandanya dan Cara Itikaf di 10 Hari Terakhir Ramadan
Orang-orang yang nampaknya mager (males gerak), rebahan, bisa jadi sedang berbelanja banyak barang, melebihi belanjanya di warung tetangga. Jualan barang bisa dilakukan dengan rebahan.
Media jual beli online sudah banyak alternatifnya. Bisa dilakukan kapan saja, dimana saja dan jam kapan saja. Semua online, uang digital juga tersedia. Semua itu bisa dilakukan di dalam kamar, tiduran dan rileks.
Sekarang banyak juga jurnalis yang tidak membutuhkan kantor khusus. Mereka bisa kirim berita lewat HP, bisa dilakukan sambil ngopi dan bercengkerama dengan kawan di caffe.
Informasi yang disajikan juga cepat dan diperoleh dengan cepat dari berbagai sumber mana saja, bahkan berita luar negeri tanpa harus datang ke lokasi. Berita-berita digital bahkan sudah menjadi sumber informasi yang mengalahkan televisi, koran cetak dan majalah. Tampilan juga keren, lebih mudah diakses oleh siapa saja.
Begitu dahsyatnya perkembangan dunia digital mempengaruhi kehidupan manusia. Dulu banyak orang kesurupan atau kerasukan dari dunia ghaib, saat ini kesurupan dari dunia maya.
Hidupnya selama 24 jam bahka lebih di dunia digital. Game-game online sering memaksa manusia lupa diri, lupa waktu. Yang terjadi kemudian adalah kesurupan dunia digital. Saat banyak yang mengalaminya. Bahkan rela tidak makan dan minum sehari penuh, seperti puasa saja. Dahsyat sekali pengaruhnya dunia digital.
Berpuasa digital ibaratnya berpuasa dari makan dan minum, serta hal-hal yang membatalkan puasa. Berpuasa digital, berarti kita dipaksa untuk tidak berinternetan atau masuk dunia digital sebanyak hari-hari biasanya.
Kalau biasa makan tiga kali sehari semalam, maka dikurangi menjadi satu. Tidak main internet selama hari biasa selain bulan Ramadhan. Ini sebenarnya berpuasa digiatal secara prinsip. Mengurangi, mengekang diri memasuki dunia digital lebih minimal daripada hari lainnya.
Pasti ada yang protes. Bagaimana itu bisa terjadi? Mustahil itu. Hidup manusia sudah sangat tergantung dunia digital, seperti diuraikan sebelumnya. Benar. Ada pilihan lain, gunakan waktu berselancar di dunia digital hanya yang wajib saja. Yang berkaitan dengan kewajiban kerja, lakukan. Yang berhubungan langsung dengan kegiatan puasa lakukan. Selain itu, jangan. Misalnya membaca Alquran secara online, tadarusan online, lakukan saja.
Berpuasa butuh latihan, seperti latihan berpuasanya anak kecil. Demikian berpuasa digital, juga butuh latihan. Makan dan minum yang sudah rutin dan menjadi kebutuhan wajib, perlu dilatih berangsur dan dukungan semua pihak dalam keluarga. Puasa digital juga demikian, butuh latihan berangsur dan dukungan pihak lain. Kalau harus berubah mendadak dan radikal, malah bisa stress dan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Ujung-ujungnya bisa mengarah perbuatan maksiat dan dosa.
Butuh keseimbangan baru dunia. Dunia atau alam hidup manusia sudah tidak hanya dunia fisik dan ruhani, tetapi ada dunia maya. Harus ada tatanan baru menjalani hidup ini.
Berpuasa Ramadan, awalnya menata fisik dan ruhani, sekarang menata dunia maya juga. Ekstrimisasi salah satu aspek akan mengakibatkan kekacauan. Ujungnya menjadi beban hidup manusia yang dapat menggagalkan upaya-upaya yang sedang dilakukan. Berpuasa menyadarkan manusia, bahwa kebutuhan fisik, makan dan minum yang harus dipenuhi sebagai kebutuhan dasar, harus dikendalikan. Kalau ekstrim bisa jadi penyakit. Mengendalikan pola makan akan berdampak pada kesehatan ruhani.
Berpuasa digital, begitu juga, sebagai upaya mengendalikan asupan digital yang saat ini sudah dianggap kebutuhan pokok dan wajib seperti makan dan minum. Ekstrimitas dalam memenuhi asupan digital, tanpa dikendalikan sanga berbahaya. Ia bisa melahirkan mental a-sosial, cuek terhadap lingkungan sekitar, bahkan melemahkan kekuatan ikatan keluarga.
Dunia ruhani sangat terdampak. Demikian pula, beban mengkonsumsi asupan digital berlebihan membebani fisik. Lupa makan, minum dan istirahat. Atau sebaliknya, terlalu banyak ngemil yang menjadikan obesitas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.