Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Masjid Digembok saat Ramadhan, Warga Pilih Bayar Denda Rp10 Ribu Ketimbang Salat Berjemaah, 'Unik'

Masjid digembok saat Ramadhan, warga pilih bayar denda Rp10 ribu ketimbang salat berjemaah.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Shutterstock - Sripoku.com/Ehdi Amin
Masjid justru digembok saat Ramadhan, warga pilih bayar denda 

TRIBUNJATIM.COM - Masjid justru digembok saat Ramadhan, warga lebih memilih bayar denda Rp10 ribu ketimbang salat berjemaah.

Hal itu terjadi pada masjid di Desa Mandi Angin, Kecamatan Gumay Talang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.

Masjid tersebut tidak digunakan untuk salat tarawih selama Ramadhan dan berakhir digembok.

Ternyata kondisi ini diketahui sudah berlangsung selama dua tahun belakangan.

Usut puntya usut, hal itu terjadi karena kurangnya tokoh agama di sekitar.

Selain itu, tidak ada sosok guru ngaji dan marbot masjid.

Otomatis saat bulan Ramadhan, masjid tergembok dan tidak ada aktivitas peribadatan sejak dua tahun terakhir.

Melansir dari Tribun Sumsel, kondisi ini menarik perhatian anggota DPRD Lahat, Nopran Marjani.

Ia langsung lakukan pemantauan ke Desa Mandi Angin untuk membuktikan kebenaran terkait informasi tersebut.

Setibanya di sana waktu salat tarawih, ia justru disambut sejumlah bapak-bapak yang tengah asyik nongkrong di pinggir desa.

Ternyata warga di sana jika ingin salat tarawih harus ke desa lain.

"Saya ke sini untuk memastikan laporan masyarakat, apa sebenarnya yang jadi persoalan masjid ini tidak menggelar salat tarawih."

"Apalagi kabarnya ini sudah berlangsung lama. Sehingga warga yang ingin salat tarawih, terpaksa salat ke masjid di desa lain," kata Nopran Marjani, Minggu (31/3/2024).

Baca juga: Ambruk usai Menoleh ke Kanan saat Salat, Jamaah Pria Syok Lihat Sosok Hitam, Korban Mendadak Pingsan

Nopran bahkan berkunjung ke kediaman kepala desa ini menanyakan perihal ini.

Dari hasil penelusuran, beragam alasan dilontarkan sejumlah warga kenapa Masjid Mardhotillah di Desa Mandi Angin tidak laksanakan salat  tarawih.

Di momen tersebut, ia menerima sejumlah alasan dari masyarakat.

Mulai dari banyaknya warga yang berkebun, sehingga jarang pulang ke desa.

Lalu sudah berkurangnya tokoh agama yang jadi tetua penggerak warga beribadah.

Hingga alasan lainnya yaitu tidak adanya anggaran untuk memberi honor marbot menghidupkan kondisi masjid di desa.

"Jika ini terus dibiarkan, anak-anak di desa ini nantinya bisa benar-benar kehilangan ketakwaan."

"Karena syair-syair Islam sudah tidak menyentuh generasi penerus," katanya.

Anggota DPRD Lahat saat mendatangi masjid di Desa Mandi Angin yang sudah dua tahun tidak digunakan untuk salat tarawih
Anggota DPRD Lahat saat mendatangi masjid di Desa Mandi Angin yang sudah dua tahun tidak digunakan untuk salat tarawih (Sripoku.com)

Nopran berharap, kondisi ini jadi perhatian Pemkab Lahat.

Misalnya dengan cara memberikan anggaran keagamaan melalui Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari APBD.

Seperti honor bagi marbot, sehingga peribadahan terus menyentuh generasi penerus.

Jika dari kecil sudah terbiasa beribadah di masjid, ia yakin anak-anak di Kabupaten Lahat akan terbentengi dari hal-hal buruk yang menyesatkan.

"Ini bukan soal pribadi, tapi soal azaz manfaatnya dari suatu kebijakan."

"Jika Pemkab Lahat bisa menganggarkan honor bagi ratusan Pol PP Desa, seharusnya juga bisa menganggarkan honor bagi marbot dan guru mengaji di setiap desa," ujar anggota DPRD Lahat periode 2024-2029 dari Dapil Kecamatan Gumay Talang ini.

Baca juga: Anak Kos Nonis Minta Takjil ke Masjid, Ngaku Uangnya Seret, Respon Pengurus di Luar Dugaan

Sementara itu, Kades Mandi Angin, John Asmuni Beli membenarkan, dua tahun terakhir masjid di desanya kembali tak melaksanakan salatt tarawih berjamaah.

Menurutnya, hal ini dikarenakan tidak ada warga yang berkeinginan sepenuhnya menghidupkan masjid.

"Saya akui, desa kita ini sudah kehilangan tokoh-tokoh agama."

"Masyarakatnya bisa dibilang unik, tidak bisa dilembuti tidak bisa juga dikerasi."

"Saya sempat buat beragam program keagamaan, tapi hanya bisa berjalan sebentar."

"Pernah juga dibuat aturan, tidak berjemaah di masjid didenda Rp10 ribu, nyatanya warga malah lebih memilih bayar denda," jelas John Asmuni Beli.

John Asmuni Beli menyebut, solusi agar keagamaan di desanya hidup kembali ialah dengan menempatkan seseorang yang bertugas menggerakkan peribadatan, seperti adanya marbot.

Namun dalam penggunaan ADD, tidak bisa memberikan honor bagi marbot.

"Pemerintah desa sudah berusaha, karena itu dengan kondisi ini kami berharap ada peran pemerintah daerah untuk mencarikan solusinya, dengan memberi anggaran untuk pembayaran marbot."

"Saya yakin, kondisi tidak hanya dialami oleh desa kami saja, melainkan juga banyak desa di Kabupaten Lahat," harapnya.

Masjid di Lahat Digembok saat Ramadhan, Warga Bayar Denda daripada Salat Jamaah, Kades: Sudah Usaha
Masjid di Lahat digembok saat Ramadhan, warga pilih bayar denda daripada salat jemaah (Sripoku.com/Ehdi Amin)

Sementara itu, seorang pria nekat jalan kaki dua km untuk salat di Masjid Demak meski jalanan masih terendam banjir viral di media sosial.

Sosok pria tersebut ialah Turmudi (66).

Perlu diketahui, enam kecamatan di wilayah Kabupaten Demak, Jawa Tengah, masih terendam banjir hingga Kamis (21/3/2024) kemarin.

Wilayah yang masih terdapat genangan air sebanyak enam kecamatan antara lain Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Gajah, Kecamatan Wonosalam, Kecamatan Sayung, dan Kecamatan Demak.

Kendati demikian, ketinggian air di sejumlah wilayah telah mengalami penurunan pada Kamis kemarin.

Di wilayah Kecamatan Karanganyar misalnya, ketinggian air dilaporkan turun hingga 50 cm dari 200 cm.

Banjir di Kecamatan Karanganyar meluas hingga Demak Kota, menyebabkan sejumlah ruas jalan tergenang.

Bahkan Alun-alun Demak juga sempat tenggelam.

Turmudi tetap berangkat salat di Masjid Demak meski banjir menggenang jalanan.
Turmudi tetap berangkat salat di Masjid Demak meski banjir menggenang jalanan. (KOMPAS.com)

Bagi Turmudi, genangan air di sepanjang jalan memang cukup mengganggu. 

Namun soal panggilan hati ke masjid ia tak bisa mengabaikannya.

"(Banjir) jelas menganggu. Namun karena hati saya (saya tetap ke Masjid Agung)."

"Saya ke sini sejak dulu, sebelum ada Corona," kata Turmudi saat ditemui di depan Masjid Agung Demak, Kamis (21/3/2024), dikutip dari Kompas.com.

Banjir tidak hanya terjadi di ruas jalan.

Rumah Turmudi yang berada di Kelurahan Betokan, Kecamatan Demak, juga tergenang air setinggi 50 sentimeter.

"Iya, rumah kebanjiran, (tingginya) 50 sentimeter-an," katanya.

Di usia senja, Turmudi tidak keberatan mengayuh sepeda sepanjang dua km saat jalan tergenang banjir.

Semua itu ia lakukan untuk tetap bisa menjalankan ibadah di masjid peninggalan Walisongo.

"Betokan, ini sekitar dua kilometer," ujarnya.

Meluapnya Sungai Jajar menyebabkan wilayah Kelurahan Betokan tergenang banjir.

Untuk itu, Turmudi memilih pulang sehabis asar.

Saat tiba waktu magrib, dia akan datang lagi dan pulang setelah mengikuti pengajian kitab setelah salat tarawih.

"Asar saya pulang, nanti habis isya ada ngaji. (Kegiatan) sejak puasa pertama, Selasa-Rabu," tukasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved