Hikmah Ramadan
Puasa dan Kebajikan dalam Masyarakat Pluralis
Puasa Ramadhan memiliki dua perspektif. Yaitu, perspektif Individual dan perspektif sosial.
Tulisan ini tidak akan membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan akidah atau keyakinan, karena sudah jelas itu urusan masing-masing pemeluk agama.
Yang ingin kita kembangkan ke depan, bahwa sekarang ini kita tak terhindarkan hidup dalam masyarakat pluralis atau majemuk dengan berbagai keyakinan agama.
Karena itu, berbuat kebajikan atau amal sosial antara umat beragama tampaknya menjadi hal yang perlu diperluas dan diintensifkan.
Pertama, karena kondisi negara kita dewasa ini masih kurang stabil dan terus terbelit persoalan ekonomi dan politik. Sehingga, pemecahannya memerlukan kerja sama dan koordinasi antara sesama anak bangsa, antarpemeluk umat beragama.
Kedua, bahwa ada potensi yang bisa digerakkan antar umat beragama dalam rangka untuk membuat kebajikan sosial bersama- sama.
Misalnya, untuk penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Jadi, pluralisme di sini tidak ada kaitannya dengan masalah akidah atau keyakinan, tetapi lebih pada aspek sosial atau muamalah.
Dalam konteks kebangsaan dan kemasyarakatan, di mana kita tak bisa terhindarkan dengan kondisi sosial yang majemuk. Maka, umat Islam sebenarnya tak perlu kiranya membesar-besarkan adanya perbedaan.
Tetapi, yang harus kita cari dan kita dorong sekarang ini adalah bagaimana mencari kesamaan visi dan misi terutama soal kerja sosial dan kemanusiaan.
Yang jelas. Dalam hal ini, Alquran juga memberi penegasan bahwa segala perbuatan amal saleh manusia tetap akan mendapat balasan dari Allah. Mengenai keyakinan kepercayaannya, Allah sendiri yang akan memutuskan.
Banyak hal yang bisa diperbuat di negeri ini dengan mengembangkan kerja sama dan koordinasi untuk penegakan amal sosial dan proyek-proyek kemanusiaan.
Proses pemberdayaan masyarakat yang nuansanya untuk pemberdayaan kemiskinan dan pengangguran tampaknya perlu untuk kita tingkatkan. Namun, dengan catatan, janganlah proyek seperti ini diarahkan untuk kembali membenturkan keyakinan antar umat beragama, atau untuk mengajak orang masuk ke agamanya.
Islam sangat menjunjung toleransi beragama, dan justru menghormati dan menghargai adanya perbedaan karena latar belakang sosiologis, antropologis, maupun agama.
Bahkan, di dalam perintah Allah dalam Alquran yang mewajibkan puasa Ramadan sebagai puasa wajib, juga menyebut tentang toleransi beragama, yaitu bahwa puasa itu juga telah dilakukan kaum atau umat beragama lain sebelum Islam.
Banyak ayat-ayat dalam Alquran yang mengakui adanya pluralitas ini, seperti firman Allah: ”Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran, dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba- lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semua, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS Al-Maidah (5): 48).
Jadi jika kita menyimak ayat di atas, jelas Allah menginginkan adanya pluralisme itu justru bisa dijadikan ajakan untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.