Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Sidoarjo

Sidang Pemotongan Dana Insentif ASN Sidoarjo, JPU Jengkel Saksi Berbelit Jawab Pertanyaan Sederhana

terdakwa kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo hingga Rp2,7 miliar, bikin JPU KPK jengkel.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Ndaru Wijayanto
TRIBUNJATIM/LUHUR PAMBUDI
Mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati terdakwa kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo hingga Rp2,7 miliar, yang menyeret Eks Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, kembali menjalani sidang lanjutan di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor (PN) Surabaya, Senin (8/7/2024) 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Tiga orang saksi persidangan Eks Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati terdakwa kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo hingga Rp2,7 miliar, bikin JPU KPK jengkel.

Pantas saja, JPU KPK Andry Lesmana terus menerus meninggikan nada suaranya, karena para saksi cenderung berbelit saat menjawab rentetan pertanyaan soal pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo.

Misalkan, Saksi Ahadi Yusuf, Eks Sekretaris BPPD Sidoarjo, berstatus sebagai pensiunan ASN.

Ia berkali-kali dicecar nyaris didamprat oleh JPU KPK Andry, gegara tak bisa menjawab pertanyaan sederhana.

Pertanyaan sederhana itu, mengenai bisa tidaknya uang insentif yang ditransfer melalui rekening bank, dipotong otomatis melalui sistem perbankan.

Setelah beberapa kali terlibat perdebatan, ternyata Saksi Ahadi Yusuf mengungkap adanya penarikan uang dari insentif sejumlah 10 persen untuk masing-masing ASN, termasuk dirinya.

Baca juga: Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Buka Suara Soal Penetapan Tersangka KPK: Mohon Doa Kepada Masyarakat

Penarikan tersebut terjadi setiap tiga bulan sekali. Setelah terkumpul, setahu dia, uang-uang tersebut disetorkan kepada Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo, yang kala itu dijabat sebagai Joko Santosa, sebelum meninggal dunia pada tahun 2021.

Jabatan tersebut kemudian digantikan oleh Ari Suryono, yang belakangan juga terseret kasus tersebut hingga menyandang sebagai status tersangka.

Saat dicecar mengenai peruntukan uang tersebut, yang diduga mengalir kepada Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor. Saksi Ahadi Yusuf, berdalih tidak mengetahuinya.

"Gaji saya TF online. Tunjangan TF. Kesepakatan kantor disisihkan 10 persen. Kalau Di dinas sebelumnya gak ada. Iya Atas perintah pimpinan. Sejak 2020-2021 Joko Santosa almarhum. Lalu ganti Pak Ari," ujarnya dalam persidangan, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor (PN) Surabaya, Senin (8/7/2024).

Baca juga: PERAN Gus Muhdlor Terlibat Kasus Dugaan Korupsi BPPD Sidoarjo hingga Ditetapkan Tersangka KPK

Namun, Saksi Ahadi Yusuf mengaku sempat kaget dengan adanya pemotongan uang insentif tersebut. Apalagi jumlah besarannya, ditentukan tanpa adanya penjelasan.

Meskipun tidak rela, ia akhirnya harus belajar legawa juga karena ternyata pemotongan dana insentif tersebut juga dilakukan semua ASN.

Mengenai peruntukan uang tersebut, setahu dia, uang itu dipakai untuk kegiatan atau acara insidentil yang tidak dianggarkan secara tahunan. Seperti, salah satunya, acara perasaan kemerdekaan.

"Iya saya harus belajar ikhlas. (BAP; tidak benar potongan insentif bersifat sukarela) iya," pungkasnya.

Baca juga: BREAKING NEWS : Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Ditetapkan Tersangka KPK, Diduga Terima Uang dari BPPD

Kemudian, Kesaksian Sulistiono Sekretaris BPPD Sidoarjo, juga tak kalah menyita energi JPU KPK Andry. Pasalnya, Saksi Sulistiono pada beberapa pernyataannya, cenderung tidak konsisten.

Terutama saat dicecar tentang sosok pejabat yang menjadi petugas pengumpul uang potongan tersebut. Termasuk, kegunaan, dan tentunya kemana uang hasil potongan para ASN itu, bermuara.

Yang dapat dijelaskannya, bahwa ia mengaku sempat merelakan uang insentifnya sekitar Rp13 juta dipotong setiap tiga bulan sekali, untuk diserahkan kepada staf dari Siska Wati dan Jasmin, yang sudah pensiun.

Bahkan, saat JPU KPK Andry menguji konsistensi informasi sosok penerima potongan insentif tersebut; antara sosok Siska Wati dan Jasmin. Saksi Sulistiono sempat berkelit, hingga beberapa kali menyangkal kesaksiannya yang tertulis dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Baca juga: BPPD Minta Warga Sidoarjo Segera Bayar PBB Sebelum Jatuh Tempo: Jangan Telat

"Tidak tahu ke mana aliran dana. Ada barang yang tidak dicatat, itu mungkin pakai dana itu. Seperti lomba dan menghias ruangan pelayanan. Saya tidak tahu (kalau uang masuk ke bu bupati). Tidak tahu (soal surat untuk pemotongan)," ujarnya dalam persidangan.

Mengenai motifnya yang mau saja memotong insentif tersebut. Saksi Sulistiono mengaku tidak terlalu mengetahuinya. Ia berdalih hanya mengikuti apa yang juga dilakukan oleh teman-teman sesama ASN.

Meskipun belakangan diketahui, bahwa Saksi Sulistiono terpaksa melakukan pemotongan tersebut karena adanya surat edaran yang berisi kewajiban pembayaran atas pemotongan insentif.

"Saya enggak tahu betul. Karena setiap bagian dikumpulkan. Lalu saya dapat surat itu, lalu saya kumpulkan ke Bu Jasmin," jelasnya.

Namun, saat kasus pemotongan dana insentif tersebut belakangan berujung pada OTT KPK.

Saksi Sulistiono mengungkapkan, terdapat perintah khusus dari atasannya Ari Suryono untuk menandatangani surat pernyataan.

Surat pernyataan yang harus ditandatangani semua ASN di divisinya berisi pernyataan bahwa pemotongan insentif tersebut merupakan sedekah, atau bersifat sukarela.

Peristiwa perintah pembuatan surat pernyataan tersebut disampaikan oleh Ari Suryono dua hari, dalam rapat tertutup di sebuah ruangan kerja setelah, gitu gitu ladanya OTT KPK pada Januari.

"Ada surat pernyataan untuk ikhlas. Dibuat Mas Hendro, iya (untuk seluruh pegawai). Pokoknya saya tanda tangan. Saya takut. Karena habis OTT," tambahnya.

"Pak Ari minta berkumpul di ruang bidang aset. Kami kumpul berempat. Bahwa intinya pak ari minta maaf jaga kekompakan. Akhirnya beliau minta buatkan surat pernyataan saya, bahwa pungutan itu ikhlas dan sukarela," pungkasnya.

Ada juga saksi ketiga dalam agenda sidang pada Senin (8/7/2024), Saksi Rahma Fitri Kristiani, Eks Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Jatim, sebelum diemban Terdakwa Siska Wati.

Menurut Saksi Rahma, pemotongan insentif tersebut dilakukan setiap tiga bulan sekali, berlaku terhadap semua ASN di lingkungan Pemkab Sidoarjo.

Khusus untuk organisasi perangkat daerah (OPD) lain, terdapat surat perintah khusus agar para ASN memotong insentifnya.

Namun, khusus untuk divisi bagain kerjanya, tercatat jumlah penerima uang hasil potongan insentif tersebut mencapai sekitar Rp300-400 juta.

Nah, uang tersebut diserahkan kepada sosok Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo, Joko Santosa, yang telah meninggal dunia pada 2021 silam.

Ternyata, uang tersebut digunakan untuk keperluan inventaris kantor dan pelaksana acara di kantor, seperti acara perayaan kemerdekaan.

"(Dasar anda minta sumbangan) kalau untuk keluar dari opd lain, ada surat, misal untuk 17-an. Di divisi saya, jumlahnya lupa. Jumlah yang dapat 400-500 juta, sekitar segitu, persisnya seperti itu. Buat beli alat kantor yang tidak ter-cover, kayak pompa air, diambil dari situ. Juga acara 17-an," pungkasnya.

Sementara itu, menanggapi kesaksian ketiganya, Terdakwa Siska Wati, mengaku tidak mengajukan keberatan. "Tidak ada keberatan, Yang Mulia," ujar perempuan berkerudung warna biru itu.

Sekadar diketahui, Eks Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo Siska Wati didakwa melanggar pasal 12 huruf F, UU Tipikor dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara atau denda maksimal satu miliar, karena terlibat kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo hingga Rp2,7 miliar, hingga terjaring OTT KPK.

Lalu, dikutip dari Tribunnews.com, KPK mengungkap modus picik eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor yang menyunat gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Sidoarjo.

Ali Fikri, Juru Bicara KPK kala itu, menjelaskan korupsi yang menyeret Gus Muhdlor terungkap setelah KPK menangkap dua anak buah Bupati Sidoarjo tersebut.

Keduanya adalah Siska Wati, yang menjabat Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo dan Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono.

Ari Suryono diduga berperan memerintahkan Siska Wati untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD Sidoarjo sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut.

Pemotongan dana insentif itu, diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari Suryono dan Gus Muhdlor.

Nah, besaran potongan tersebut, berkisar antara 10-30 persen, sesuai besaran insentif yang diterima.

Agar tak dicurigai, Ari Suryono memerintahkan Siska Wati untuk mengatur mekanisme penyerahan uang terdekat dilakukan secara tunai, dan dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk, yang berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Ari Suryono disebut aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan bupati.

Khusus pada tahun 2023, Siska Wati mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.

 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved